𓆩♡𓆪 Dream Day

Semilir angin menerbangkan dedaunan. Bagai menari mengikuti alunan sang angin musim gugur nan dingin, dedaunan itu kian menjauh dari pohonnya.

Dengan warna senja nan elok mengantar sang mentari kini berganti purnama, dengan sinar temaram tentramnya menerangi jalan setapak yang kini sedang dilewati seorang gadis dengan tudung merahnya—

Bukan, ini bukanlah kisah sang gadis bertudung merah dengan seekor serigala. Ini hanyalah sebuah kisah sang gadis pengumpul tanaman obat yang senang sekali berjalan dibawah taburan kelip bintang yang nan jauh disana.

Tanpa rasa takut gadis itu berjalan sembari bersenandung ringan menyapa hewan-hewan malam yang tak sengaja bertemu dengan nya.

Sejenak ia memandang langit kelam dengan temaram rembulan itu dengan tatapan rindu. Mungkin hanya pemikiran nya namun bahkan dirinya yang senantiasa terlihat berbahagia pun merindukan keramaian.

Terlalu sepi. Namun, dengan cepat ia menepis semua pikiran itu dan untuk sekian kalinya ia meyakinkan diri.
Takdir ku hanya berdiam disini. Tidak boleh diketahui siapapun atau petaka akan datang.

----------

"Eh ?" Netra merah sang gadis membulat terkejut menatap seorang anak yang sedang tersenyum canggung dihadapan nya.

"Em..., Ha... Halo kak yuki—"

"Mugi..., Sudah ku bilang kan berkeliaran dihutan itu bahaya ?" Gadis itu benar-benar tak habis pikir, senekat apa anak ini kembali menemuinya ditempat ia biasa mengumpulkan tanama obat.

"Maaf..., Tapi— aku hanya ingin bertemu kak Yuki lagi...," Ucap sang anak menunduk merasa bersalah.

"Huuh...., Baiklah." Ekspresi sang gadis melunak dan tangannya mengelus Surai biru sang anak dengan lembut. "Aku tidak bisa melarang Mugi lagi kalau begitu."

Mendengar ucapan sang gadis, anak itu kini menatap senang netra merahnya dan tersenyum. Melihat itu sang gadis pun ikut tersenyum lembut.

Ini seharusnya hal yang tidak boleh ia lakukan. Namun, disudut hatinya ia juga ingin sekali bertemu lagi dengan anak bersurai biru itu.

Dan itulah sebuah permulaan kisah si gadis pengumpul tanaman obat. Dan mungkin akan menjadi tragedi yang membuat seluruh dunia tertawa getir.

Namun, sebelum itu terjadi ada banyak kenangan yang tak terbanding walau dengan harta seluruh dunia pun.

Seperti hari ini, hari dimana burung-burung berkicau gembira. Semilir sang semi mendesir hangat menerbangkan helaian rambut sang gadis yang sedang memilah tanaman-tanaman obat dengan seorang remaja yang duduk tak jauh memperhatikan nya.

"Kak Yuki, seperti nya hari ini tanaman obat nya lebih banyak dari biasanya ya~" ucap sang remaja menatap kagum sekumpulan tanaman yang kini sudah dikelompokkan.

"Um~! Hari ini puncak dari semi, jadi banyak tumbuh yang bisa dituai hasilnya~" ucap sang gadis tersenyum puas. "Oh iya bagaimana dengan Latihan mu ? Akhir-akhir ini Mugi lebih sibuk dari biasanya kan ?"

"A— o...iya itu latihan! Um..., Mungkin itu berjalan lancar.., ehehe." Melihat keraguan dalam netra merah itu sang remaja  cepat-cepat mengalihkan pembicaraan. "Oh iya! Kak Yuki aku sempat membuat beberapa cemilan~ mau mencobanya bersama~?"

"Woaah! Ini Mugi bikin sendiri?" Sang gadis merasa takjub melihat kukis dengan bentuk-bentuk yang lucu dan terlihat enak itu. "Mau!! Aku mau coba!"

"Kalau begitu biarkan aku menggelar tikar setelahnya kita nikmati kukis ini bersama ya~"

Sang remaja mulai menggelar tikar itu dan kemudian keduanya duduk diatasnya menikmati kukis bersama.

"Enak!! Aaaa ini enak bangeeetttt! Gimana cara Mugi bikin ini ??!"

"Ah~ hanya kukis sederhana kok! Kak Yuki juga pasti bisa bikin ini."

"Tapi sepertinya peralatan dirumahku sangat kurang memadai untuk bikin makanan-makanan enak seperti ini." Ucap sang gadis muram membuat remaja itu terbayang keadaan rumah sang gadis yang memang terbilang sangat lah kecil itu.

"Kalau gitu..., Hmm, kak Yuki ikut aku saja ke kota. Dengan begitu kita bisa—"

"Ga. Ga bisa." Ucap sang gadis menundukkan kepalanya membuat remaja itu kesulitan menebak ekspresi apa yang kini ada diatas paras sang gadis.

"Kenapa kak Yuki ga pernah keluar dari hutan—"

"Mugi, kita udah sepakat kan ga bahas itu ?" Ucap sang gadis kini menatap remaja itu dengan senyum lembut. Namun netra coklat keemasan itu hanya bisa menangkap sendu yang gadis itu coba sembunyikan.

'sebenarnya ada apa ? Kenapa kak Yuki selalu menghindari topik ini..., Sedari dulu...., Ada apa ?'

-----

Sedari dulu ada sebuah dongeng yang mengisahkan seorang gadis biasa dengan sifat yang amat periang dan selalu tersenyum. Sebuah kisah hidup yang teramat damai dan tentram, sampai dirinya menginjak usia nya yang ke-17.

Seperti hari-hari sebelumnya ia dengan riang berjalan di desa dan menyapa semua orang dengan gembira. Namun, hari ini sebuah tragedi terjadi.

Sekumpulan orang bersenjata tajam tiba-tiba saja memasuki desa tersebut. Mereka menjarah, menyiksa, bahkan tak segan membunuh siapa saja yang melawan mereka.

Namun, tanpa merasa takut sang gadis riang menghadang orang-orang jahat tersebut. Kemudian terjadi akhir seperti yang bisa kalian tebak.

Gadis riang itu tanpa bisa membela diri kini merasakan pahitnya kematian, tanpa bisa melawan ia terjatuh bersimbah darah dan hidupnya berakhir pada saat itu.

Seharusnya. Seharusnya itulah akhir dari sang gadis riang. Namun, saat itulah sebuah kebenaran terungkap.
Sebuah kisah mengerikan yang ditonton oleh semua orang didesa. Darah yang berceceran itu perlahan kembali pada tubuh sang gadis dan luka yang membunuhnya kembali tertutup.

Netra merah itu sekali lagi terbuka dan hanya menatap sendu semua yang ada disana. Tidak lagi ketakutan pada orang-orang jahat bersenjata, mata seluruh penduduk menatap sang gadis seakan melihat monster paling menakutkan.

Sang gadis mencoba mendekati penduduk yang kini berjalan mundur menjauh darinya. Mencoba menjelaskan, namun tatapan ketakutan dan jijik itu tetap tak berubah.

Hatinya benar-benar hancur, dirinya benar-benar menjadi monster dan berlari menjauh dari desanya. Ia terus berlari tanpa melihat kebelakang.

Ia terus berlari tanpa berfikir untuk kembali, gadis periang itu kini pergi dan tak ada satupun yang mencari keberadaan nya. Sama sekali.

-------

"Kak Yuki...," Netra coklat keemasan itu menatap bingung sang gadis yang sedari tadi terdiam menatap tanama obat yang masih acak-acakan itu.

"A— iya apa ? Ada apa Mugi ?"

"Kak Yuki sakit ? Seperti nya Daritadi ga keliatan fokus."

"Oh iya! Maafkan aku Mugi. Dan...," Kini netra merah itu menatap tajam pada pria bersurai biru itu membuatnya sedikit merasa canggung. "Bukankah kamu udah ga cocok manggil aku 'kakak' ?"

"E...eh..., Bukannya biasanya juga aku memanggil kak Yuk—"

"Gaaa, ga bisaa gituuu, lihat dirimuu! Bahkan sekarang Mugi sudah lebih tinggi dariku!!!" Kesal sang gadis. "Padahal duluu Mugi itu kecill huhuu kembalikan Mugi kecil kuu yang maniss."

"A...ahaha..., Maafkan aku kak yuki—"

"Sudah ku bilang kan jangan panggil kakak! Ayo panggil aku 'Yuki'."

"Yu....Yuki..,"

"Nah begitu! Ehehehe~ walaupun sudah besar pun Mugi tetep yang paling lucuuu sedunia!!"

1037 word
❒Yuki Supriadi❒

Ya semoga aku ga kabur lagi dari utang ini 🧍🧍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top