The Engagement

Lacuna—a blank space; a missing part.

Pairing: Akashi Seijuurou X Kuroko Tetsuya

Disclaimer:

Akashi Seijuurou hanya milik Kuroko Tetsuya seorang, tapi Kuroko Tetsuya adalah milik bersama XD *bercanda guys* AkaKuro dan segala karakter kurobas yang lain adalah milik Tadatoshi Fujimaki sensei.

- Lacuna -

Akashi menyenderkan tubuhnya pada kursi kerja yang berada di ruang kamarnya. Hembusan nafas lelah terdengar di ruangan besar tersebut. Perjalanan bisnis London - Tokyo tentu merupakan hal yang melelahkan. Ditambah, ketika pesawatnya baru saja landing ia sudah bergegas ke kampus dimana ia dulu mengemban ilmu, kemudian menghabiskan sepanjang sore bersama sang terkasih—meskipun belum official. Tapi setidaknya ia bisa menghilangkan sedikit penat di tubuhnya ketika Tetsuya berada disampingnya. Dan lagi, sebuah pengobatan yang sangat efektif untuk lelahnya karena ia baru saja mencuri ciuman pertama si mungil kesayangannya.

Sebuah ketukan terdengar. Membuat Akashi kembali membuka kelopak matanya yang baru saja terpejam kurang dari lima menit. Pintu besar yang terbuat dari kayu berkualitas tinggi tersebut terbuka setelah Akashi mempersilahkan sang pelaku untuk masuk. Menampilkan sosok laki-laki berumur sekitar 70 tahun dengan tampilan butler. Wajah yang sudah tak lagi muda namun terlihat tenang dan terkesan sangat friendly tersebut membungkuk hormat dengan bibir yang tertarik membentuk seulas senyum.

"Maaf menggangu waktu Anda, Seijuurou-sama." Akashi tersenyum kemudian menggeleng. Menandakan bahwa ia tidak merasa terganggu sama sekali.

"Apa kaa-san dan tou-san sudah menunggu?"

"Hai' Seijuurou-sama. Mereka sudah menunggu kehadiran Seijuurou-sama di meja makan." Jawab sang butler masih dengan wajah damai dan senyum yang tak tergulung sesenti pun.

"Sou ka?" Akashi bangkit dari kursi kerjanya. Kemudian berdiri di depan cermin untuk sekedar merapihkan pakaian dan rambutnya yang mungkin berantakan. "Jaa, Ikimashou, Kichiro-san."

Laki-laki berusia 70 tahun tersebut sekali lagi membungkuk, kemudian memimpin Akashi menuju ruang makan keluarga dimana sang ayah dan sang ibu sudah menanti kehadirannya. Malam ini kedua orang tuanya meminta Akashi untuk pulang ke rumah. Ada hal yang ingin mereka diskusikan dengannya. Entah mendiskusikan perihal apa yang jelas sepertinya adalah suatu hal yang serius.

"Bagaimana perjalanan bisnis Anda, Seijuurou-sama?" Tanya Kichiro membuka pembicaraan.

"Well, tidak ada yang spesial."

"Benarkah? Lalu, apa ada hal lain yang membuat Seijuurou-sama terlihat sangat senang hari ini?"

"Huh? Bagaimana kau bisa tau, Kichiro-san? Apa terlihat sangat jelas?"

Kichiro menengok ke belakang, menatap sekilas Akashi sambil tersenyum. "Hai, Seijuurou-sama."

Kichiro adalah butler terloyal yang dimiliki keluarga Akashi. Laki-laki yang usianya tidak lagi muda tersebut sudah mengabdi pada keluarga Akashi sejak Tuan Besar Akashi masih kecil. Segala urusan mansion sampai kepada mengatur pembagian kerja pada para maid dan butler yang lainnya adalah pekerjaan Kichiro. Selain mengurus dua hal tersebut, Kichiro juga diberi amanah untuk menjadi sekretaris pribadi sang ayah, Akashi Masaomi.

"Maa, aku tidak akan mengelak karena tebakanmu benar." Akashi terkekeh sedangkan Kichiro hanya tersenyum menanggapi. Langkahnya terhenti di depan sebuah pintu berwarna merah, mengetuk pintu tersebut sebelum membukanya dan mempersilahkan Akashi untuk masuk ke dalamnya.

"Sei-chan!" Wanita paruh baya dengan surau panjang berwarna merah berhambur memeluk Akashi yang baru saja menjajaki kakinya ke dalam ruang makan tersebut.

"Kaa-san, apa kabar?"

"Kami baik. Kaa-san sangat merindukan Sei-chan. Anak laki-laki kaa-san yang satu ini semakin minim saja waktu yang ia miliki untuk kaa-san nya."

Akashi terkekeh. "Kaa-san kan punya tou-san, jadi tidak mungkin kesepian meskipun aku jarang di rumah."

"Datte..."

"Seijuurou benar. Karena ia jarang di rumah bukankah kita kembali ke masa muda dulu? Menghabiskan waktu berdua tanpa perlu khawatir ada yang menganggu?" sebuah suara berat menimpali obrolan ibu dan anak tersebut. Sedangkan Akashi terkekeh menimpali candaan sang ayah kemudian membungkuk hormat.

Sejak dulu Akashi Masaomi memang selalu tidak rela jika istrinya selalu menempel pada anak satu-satunya. Tapi karena Akashi Seijuurou adalah buah cinta darinya dan sang istri jadi sangat tidak mungkin Masaomi menyingkirkan mereka berdua dan memilih untuk mengalah. Lagi pula, jika ia melakukan aksi protes dengan sang istri karena merasa tidak diperhatikan lebih dari pada sang anak, yang terjadi malah istrinya akan menceramahinya panjang lebar serta menyindirnya selama seminggu penuh. Jadi mengalah dan memendamnya seorang diri adalah pilihan yang tepat.

"Tou-san." Sapanya yang hanya dijawab dengan anggukan kepala singkat sang ayah. Senyum tipis tersungging di wajahnya. Garis kerutan samar karena usia yang tak lagi muda mulai terlihat, tapi tetap tak mengurangi kesan tegas dan berkarisma laki-laki tersebut.

Akashi Shiori hanya menghela nafas. Suaminya memang tidak pernah berubah. "Tou-san mu memang tidak pernah merelakan kaa-san bermanja-manja dengan anaknya sendiri. Ayah macam apa yang cemburu dengan anaknya sendiri?"

"Bagaimana aku tidak cemburu? Kau selalu menempel dengan Seijuurou. Semakin besar Seijuurou semakin besar pula perhatianmu padanya. Jika ada Seijuurou kau pasti selalu lupa dengan suamimu."

"Itu karena Sei-chan tidak punya banyak waktu lagi denganku, selain itu Sei-chan adalah anak ku satu-satunya. Jadi wajar saja jika aku ingin bermanja-manja dengannya."

"Tapi aku kan suami mu satu-satunya juga, Shiori."

"Hai hai, kita sudahi pertengkaran ini." Akashi menengahi pertengkaran kedua orang tuanya. Meskipun umur tidak lagi muda tetapi perihal hati tidak akan pernah menua. Pertengkaran ini sudah terbiasa di dengar oleh Akashi sejak dirinya masih kecil. Ayahnya yang selalu tidak rela perhatian sang istri terbagi dan Ibunya yang terlalu memanjakannya.

"Salahkan tou-san mu yang memulai duluan."

Masaomi mengurungi niatannya untuk menimpali celutukan sang istri ketika Akashi meliriknya dengan tatapan memelas untuk menyudahi pertengkaran tidak penting ini. Untuk sejuta kalinya Masaomi membiarkan Shiori menang dalam perdebatan tak penting ini.

-Lacuna-

"Bagaimana perjalanan bisnis mu kali ini, Seijuurou?" tanya Masaomi membuka pembicaraan setelah hening beberapa puluh menit dan hanya terfokus kepada makanan di hadapan mereka. Keluarga Akashi baru saja menyelesaikan makan malam mereka. Sedangkan para maid sudah bergerak dengan lincah mengambil piring-piring yang berada di atas meja. Satu orang membereskan sisa makanan, satu orang menata panna cotta sebagai hidangan penutup makan malam kali ini, dan satu orang lainnya bertugas untuk menuangkan champagne.

Terkenal sebagai keluarga yang terpandang membuat keluarga Akashi harus memperhatikan setiap sikap dan perbuatan yang dilakukan, salah satunya adalah table manner. Tidak akan ada obrolan ketika sedang menyantap hidangan utama. Pembicaraan bisa dimulai ketika hidangan penutup sudah di sediakan.

"Tidak ada yang spesial, tou-san. Sejauh ini semua masih lancar dan dapat dikendalikan dengan sangat baik." Lapor Akashi sambil menegak champagne miliknya. Sedangkan Masaomi hanya mengangguk mengerti. Tidak bertanya lebih lanjut. Ia sangat meyakini bahwa yang dikatakan Akashi adalah benar nyatanya. Tidak ada yang lebih diandalkan perihal urusan perusahaan selain anak laki-lakinya tersebut.

"Ngomong-ngomong, bagaimana kabar Kouki, Seijuurou?"

"Ah, belakangan kesehatan Kouki sepertinya sangat baik."

"Bagaimana dengan Tet-chan? Ah, kaa-san rindu dengan Tet-chan. Na, Sei-chan, tidak bisakah kau membawa Tet-chan ke sini? Kaa-san ingin dibuatkan dress lagi oleh Tet-chan."

"Kaa-san, Tetsuya sedang sangat sibuk. Mengingat tahun ini adalah tahun akhirnya di kampus."

"Tapi kaa-san sangat merindukannya."

Aku juga merindukannya, kaa-san.

"Kau hanya merindukan dress buata Tetsuya, Shiori." Celutuk Masaomi, sedangkan Shiori hanya memajukan bibirnya beberapa senti. Akashi menghela nafasnya, sejujurnya ia lelah jika harus menengahi pertengkaran ke dua orang tuanya yang masih seperti anak kecil.

"Tolong hentikan, tou-san." Ucap Akashi sebelum ibunya menimpali celutukan suaminya.

Masaomi berdeham sekali. Sebelum memutuskan untuk membuka suara lagi. "Na, Seijuurou."

"Hai, tou-san."

"Tidak kah kau pikir sudah saatnya kau memikirkan pendamping hidup?" Akashi hampir saja menyemburkan champagne yang belum sempat tertelan. Umurnya belum lah terlalu tua, tetapi kenapa sang ayah sudah melempari pertanyaan seperti itu padanya?

"Ma-maksud tou-san?"

"Seijuurou, umur kami sudah tidak lagi muda. Sebentar lagi aku akan mewarisi seluruh perusahaan yang ada padamu. Aku juga sudah melihat potensi yang cerah atas perusahaan jika dipimpin olehmu. Tidak kah ini waktu yang tepat untuk mencari pendamping hidup? Di umurmu yang masih muda, sudah tidak ada lagi yang perlu untuk kau kejar selain pendamping hidup bukan?"

Akashi meneguk salivanya. Sial. Jika yang dimaksud dari hal yang ingin dibicarakan dari makan malam kali ini adalah perihal pendamping hidup untuk dirinya, lebih baik sejak awal Akashi pura-pura sibuk saja. Akashi sangat tau kemana pembicaraan ini akan berakhir.

"Menikahlah dengan Kouki, Seijuurou."

Bingo. Tebakannya benar.

"Aku tidak bisa, tou-san."

Hening. Udara di ruang makan tersebut seketika berubah menjadi dingin. Masaomi menghela nafasnya, berusaha untuk tidak mengeluarkan emosi dalam pembicaraan kali ini. "Aku tidak meminta persetujuanmu malam ini, Seijuurou."

"Dan aku tidak dalam posisi menerima perintah ini, tou-san."

Brak.

Masaomi memukul meja makan yang terbuat dari kayu walnut terbaik. "Seijuurou!" Bentaknya. Ia tau, dirinya dan Akashi memiliki sifat yang hampir sama persis. Dan Masaomi juga sangat yakin bahwa anaknya juga akan sama keras kepalanya dengan dirinya jika membahas perihal ini.

"Sayang, tenang lah." Shiori mengelus punggung tangan Masaomi. Membuat kepala keluarga Akashi tersebut menghembuskan nafasnya. Mencoba menenangkan dirinya.

"Sei-chan, keluarga Akashi dan keluarga Furihata sudah berteman sejak ayahmu masih kecil. Selama masa-masa susah dulu, keluarga Furihata telah banyak membantu keluarga Akashi. Bukan kah Sei-chan juga sudah tau dari awal perihal perjanjian yang dibuat keluarga Akashi dan keluarga Furihata? Perjanjian bahwa suatu hari nanti Sei­-chan akan menikahi Kouki."

"Kaa-san, seingatku perjanjian yang dibuat oleh tou-san dan paman Furihata adalah bahwa aku akan menikahi anaknya."

Alis Masaomi dan Shiori mengkerut. Mencoba mencerna maksud perkataan dari buah hati mereka satu-satunya.

"Lalu kenapa aku harus menikahi Kouki? Bukankah paman Furihata memiliki dua orang anak sekarang?" Akashi menghela nafasnya pelan. Kemudian menatap sang ibu dengan mantap. "Aku tidak ingin menikahi Kouki, kaa-san. Aku ingin menikahi Tetsuya. Aku mencintai Furihata Tetsuya."

Dua pasang manik mata milik Shiori dan Masaomi membulat. Tidak menyangka Akashi akan mengeluarkan kalimat seperti itu.

"Aku mencintai Tetsuya, jadi aku akan meni—"

"Tidak bisa!" potong Masaomi cepat. Akashi mengernyit menatap sang ayah tidak percaya. "Tidak bisa. Kau tidak bisa menikahi Tetsuya."

"Dibagian mana aku tidak bisa menikahi Tetsuya, tou-san? Aku melakukan perjanjian tersebut dan aku juga bisa bersama dengan sosok yang ku cintai untuk sisa umurku."

"Seijuurou, Tetsuya bukan murni dari keturunan Furihata. Perjanjian tersebut hanya berlaku untuk keturunan murni Furihata. Jadi kau tidak bisa menikahi Tetsuya."

"Apa bedanya? Meskipun Tetsuya bukan anak kandung dari paman Furihata, tetap saja Tetsuya adalah bagian dari keluarga Furihata. Anak dari paman Furihata."

"Pokoknya tetap tidak bisa!" potong Masaomi final. Sedangkan Akashi hanya menghela nafas. Jika sang ayah keras kepala maka Akashi juga akan keras kepala. Tidak ada yang bisa menggoyahkan keputusannya meskipun itu adalah ayahnya sendiri.

"Jaa... kalau begitu aku menolak perjanjian tersebut. Aku tidak akan menikahi orang lain selain Tetsuya."

"Sudah ku bilang kau tidak dalam posisi memilih, Seijuurou." Desis Masaomi. Anaknya benar-benar keras kepala.

"Dan sekali lagi ku tegaskan bahwa aku juga tidak dalam posisi menuruti permintaan tou-san." Akashi berdiri dari posisi duduknya. "Aku tidak akan menikahi orang lain selain Tetsuya. Selamat malam." Akashi membungkuk sekali, kemudian beranjak dari ruang makan tersebut. Mengabaikan panggilan dari sang ayah dan sang ibu.

Saat ini, Akashi hanya ingin bertemu dengan Tetsuya. Sosok yang selalu menjadi obat ampuh atas segala beban dan permasalahan hidupnya.

-Lacuna-

-To Be Continued-

HAIII MINAAA APA KABAR? HUEEEE MAAF BANGET ATAS BARU UPDATE-NYA FF LACUNA T.T Beberapa minggu kebelakang sampe mungkin minggu depan aku disibukin sama kuliah dan juga UAS. Dan lagi, entah kenapa belakangan aku merasa ga puas dengan FF yang aku buat ga tau kenapa;( Sekali lagi maaf banget karena baru bisa update Lacuna minggu ini hueee T.T

Aku juga berencana buat update beberapa FF-ku yang lain, hanya saja aku belom sempet cek hasil tulisanku lagi karena terbatasnya waktu yang aku punya T.T mungkin kalau ada kesempatan buat nyuri-nyuri waktu disela-sela UAS baru bisa aku lakuin. Jadi tolong bersabar dan tunggu lanjutan cerita FF-ku yang lain yaa guys~ XD

Semoga chapter ini cukup menghibur kalian yaaa XD dan terimakasih karena masih setia baca Lacuna sampe chapter ini hehehe aku terharuuu ;") THANK YOU SO MUCH GUYSSS AND HAPPY READINGGG~~~ *bow* *poof*

­-Matokinite76

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top