Runaway
Lacuna—a blank space; a missing part.
Pairing: Akashi Seijuurou X Kuroko Tetsuya
Disclaimer:
AkaKuro dan segala karakter kurobas yang lain adalah milik Tadatoshi Fujimaki sensei.
- Lacuna -
Gerakan pensil pada sketchbook terhenti. Aquamarine-nya menatap kosong halaman belakang rumahnya. Suara jangkrik yang saling sahut menyahut meramaikan suasana malam ini. Malam yang cerah untuk dapat di nikmati dengan tenang.
Tapi tidak dengan hati dan pikirannya.
Bak roller coaster perasaan Tetsuya dibuat naik turun tak karuan. Sore tadi hatinya baru saja dibuat berbunga-bunga akibat ciuman pertamanya baru saja di rebut oleh orang yang begitu ia cintai, ditambah sebuah janji yang tentu bukanlah sebuah hal yang main-main untuk dapat dijanjikan. Diperlukan keteguhan dan kemantapan hati dalam mengucapkan hal tersebut. Sebuah janji bahwa Akashi Seijuurou akan menikahinya. Entah dalam waktu dekat atau dalam waktu panjang, yang jelas janji itu terdengar sangat mantap dan jelas.
Dan sekarang, entah kemana perginya bunga-bunga bahagia yang masih sempat ia rasakan beberapa puluh menit yang lalu. Tetsuya lupa bahwa setelah melambung tinggi, ia harus siap untuk jatuh kapan pun itu. Kenyataan menyakitkan yang baru ia dengar dari bibir sang kakak membuatnya jatuh ke jurang hitam yang tak diketahui dasarnya.
"Suatu hari nanti, aku ingin Tetsuya membuatkan tuxedo untuk kita."
"Aku akan menikah dengan Sei, Tetsuya."
Dua kalimat tersebut terus mengulang-ngulang di kepala Tetsuya. Entah mana yang harus ia percayai.
Dilemparnya sketchbook yang berada di tangannya dengan kasar. Tetsuya hampir tidak bisa mencerna segala hal yang terucap dari bibir sang kakak. Perihal perjanjian pernikahan antara keluarga Akashi dan keluarga Furihata yang sudah terjalin sebelum Tetsuya menjadi bagian dari keluarga Furihata, perihal Akashi dan Kouki yang suka atau tidak suka, pernikahan mereka tetap akan terlaksana.
Tetsuya tidak dapat memahami segalanya.
Tetsuya tidak dapat memahami bagaimana bisa Akashi tidak menceritakan hal tersebut padanya? Tetsuya bahkan juga tidak dapat memahami bagaimana bisa sore tadi Akashi begitu mantap mengikrarkan janji untuk menikahinya disaat laki-laki tersebut sudah terikat janji dengan Kouki sejak mereka kecil, ah bahkan sejak mereka masih dalam kandungan atau belum ada sama sekali?
Dan seperti orang bodoh, Tetsuya mempercayai janji Akashi yang tidak akan pernah mungkin terjadi tersebut.
Vrrt. Vrrrt.
Tetsuya melirik ponselnya yang bergetar. Sebuah panggilan masuk dengan nama 'Sei-kun' tertera di layar ponselnya. Ada keinginan dari dirinya untuk tidak mengangkat, tapi ia tidak ingin lari dari masalah. Banyak hal yang ingin ia tanyakan dan hal yang ingin Tetsuya pastikan dari Akashi. Dan mereka perlu bicara malam ini.
Tetsuya menggeser tombol hijau pada layarnya, mendekatkan benda canggih tersebut ke daun telinga miliknya.
"Tetsuya, bisa keluar sebentar? Aku sudah di depan rumah."
Tetsuya hanya berdeham sebentar sebelum memutuskan panggilan. Mengambil cardigan biru mudanya kemudian berjalan keluar.
Semoga, ia cukup kuat untuk menerima apapun jawaban yang ia dapati malam ini.
- Lacuna -
Tetsuya memejamkan kelopak matanya, menyembunyikan dua bola aquamarine indah miliknya. Merasakan sensasi bagaimana angin pantai yang sedikit dingin menerpa kulit wajahnya. Telinganya tengah menikmati suara deburan ombak yang memecah karang. Wangi laut memenuhi rongga hidungnya ketika ia menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan.
Selama perjalanan bersama Akashi, diantara keduanya tidak ada yang berusaha untuk membuka suara. Mereka saling menikmati keheningan yang tercipta. Tetsuya membuka kelopak matanya ketika merasakan sesuatu tersampir di bahunya yang ia yakini adalah jaket milik Akashi. Mengingat ia dapat mencium aroma tubuh Akashi dari jaket yang tengah tersampir di bahunya.
"Tetsuya pasti kedinginan."
"Lalu, Sei-kun bagaimana?"
Akashi menggeleng. Bibirnya tersenyum tipis, menambah aura gentle pada dirinya. "Aku tidak kedinginan sama sekali, Tetsuya." Selalu seperti itu, Akashi selalu menomor dua kan dirinya setelah Tetsuya.
Tetsuya menatap wajah Akashi lamat-lamat. Wajah yang selalu terlihat dingin namun selalu berhasil membuat jantung Tetsuya berdegub kencang tersebut terlihat sangat sendu. Seperti ada beban besar yang ia pikul. Dan Tetsuya mengerti beban apa yang tengah Akashi pikul saat ini.
"Na, Sei-kun." panggilan Tetsuya mengalihkan pandangan Akashi dari lautan yang menggelap. Tetsuya meneguk salivanya, pegangan tangannya pada jaket Akashi yang tersampir di bahunya mengerat. "Janji yang Sei-kun ikrarkan sore tadi, apakah benar?"
"Huh?"
"Janji untuk menikahiku, apakah benar?" ulang Tetsuya dengan nada yang lebih mantap. Heterokom Akashi membulat tak percaya. Bagaimana bisa Tetsuya meragukan janji itu? Disaat ia sungguh-sungguh mengucapkan janji tersebut.
"Tentu saja Tetsuya. Aku sungguh-sungguh." Akashi tidak mengerti dengan apa yang ia rasakan. Tapi hatinya sakit ketika orang yang tersayang meragukan dirinya. Segala yang ia ucapkan sore tadi, Akashi berani bersumpah bahwa semua yang Tetsuya dengar dari mulutnya adalah kebenaran dan tulus dari hatinya.
Akashi mencengkeram bahu Tetsuya, membuat laki-laki bersurau baby blue tersebut berdiri menghadapnya. Membawa aquamarine indahnya menatap heterokom ruby-gold miliknya. Memintanya untuk menyelami dalam-dalam. Tetsuya harus tau bahwa Akashi tidak pernah main-main dengan dirinya. Tetsuya harus tau bahwa dirinya adalah segalanya bagi Akashi. "Kau meragukanku?" lirih Akashi membuat Tetsuya terkesiap.
"Tidak, bukan seperti itu Sei-kun. Hanya saja..." Tetsuya menggantungkan kalimatnya. Bibirnya tiba-tiba tercekat.
Hanya saja, bukankah sangat mustahil untuk kita menikah? Bukan kah Kouki sudah pasti akan menjadi pendamping hidupmu?
"Jangan pernah berpikir bahwa sangat mustahil bagi kita untuk menikah, Tetsuya."
"H-huh?"
Akashi menghela nafasnya. Kemudian menggenggam kedua tangan Tetsuya dan mengecupnya bergantian. Dibawanya tubuh Tetsuya ke dalam dekapannya. Memanjakan indra penciumannya dengan wangi vanilla yang berasal dari tubuh Tetsuya. "Aku tidak akan menikahi Kouki. Tidak akan."
Tetsuya mendorong tubuh Akashi. Membuat pelukan mereka terlepas. "Apa maksudmu, Sei-kun? Bagaimana dengan janji—"
"Aku tidak peduli, Tetsuya! Janji tersebut hanya dibuat atas kesepakatan keluargaku dan keluarga Furihata. Sejak awal aku tidak pernah dilibatkan dalam persetujuan kesepakatan tersebut."
"Tapi Kouki nii-san mencintaimu, Sei-kun. Dan nii-san sangat menginginkan perni—"
"Tapi aku tidak, Tetsuya!" Aquamarine Tetsuya membulat. Mulutnya tidak lagi mampu membuka suara. Tangan kanan Akashi menangkup pipi Tetsuya. Menyalurkan kehangatan dari tubuhnya ke tubuh Tetsuya.
"Aku tidak mengharapkan pernikahan ini. Tidak, jika bukan dengan kau." Suara Akashi melembut. Heterokom-nya menatap Tetsuya penuh makna.
"Tidak kah kau mengerti? Bahwa selama ini, hanya Tetsuya yang aku cinta."
Tetsuya tidak mengerti apa yang membuat setetes air mata terjun bebas di pipinya. Ia tidak mengerti mengapa ia begitu senang ketika Akashi mengatakan hal tersebut. Mengatakan bahwa Akashi mencintainya, bukan mencintai sang kakak. Mungkin terdengar salah, tapi Tetsuya sangat bahagia saat mendengarnya.
Akashi menghapus lembut air mata yang jatuh di pipi Tetsuya. "Aku hanya mencintai Tetsuya seorang, sejak awal dan sampai nanti. Dan aku, hanya ingin menikahi Tetsuya. Jadi, biarkan aku memperjuangkanmu. Memperjuangkan cinta kita, ya?"
Tetsuya mengangguk kemudian berhambur ke dalam pelukan Akashi. Memeluk tubuh yang lebih bidang dari dirinya dengan erat. Tuhan, hanya satu permintaan Tetsuya. Ia hanya ingin bersama dengan Akashi. Tetsuya tidak akan pernah meminta hal yang lebih egois dari keinginannya untuk tetap bersama Akashi. Ia hanya ingin menghabiskan sisa waktunya berdua dengan Akashi. Ia hanya ingin menua bersama Akashi. Ia hanya ingin bahagia bersama Akashi. Karena hanya dengan Akashi ia menemukan arti bahagia yang sesungguhnya. Apakah permintaannya terlalu sulit untuk dikabulkan? Apakah permintaannya terlalu egois?
"Na, Sei-kun." Akashi hanya berdeham, membenarkan posisinya untuk dapat memeluk tubuh Tetsuya dengan lebih nyaman. "Let's runaway."
Akashi terkesiap dengan perkataan Tetsuya yang baru saja ditangkap oleh indera pendengarannya. Perlahan, tangan kekarnya menjauhkan tubuh Tetsuya. Heterokom-nya menyelam mencari kebenaran dari manik aquamarine Tetsuya.
"Tidak bisakah kita pergi? Ke suatu tempat dimana hanya ada kita berdua."
"Tetsuya, kau..."
"Tidak bisakah?"
- Lacuna -
Tetsuya memasukan segala yang diperlukan ke dalam tas besarnya. Pakaian yang ia perlukan, alat mandi, segala yang ia bisa masukan ke dalam tas akan ia masukan. Tak mengindahkan suara gaduh yang ia ciptakan dapat membuat penghuni rumah yang lain terusik dari tidur nyenyaknya. Sebenarnya penghuni rumah malam ini hanya ada sang kakak dan juga satu orang asisten rumah tangga, mengingat kedua orang tuanya suka berpergian perihal pekerjaan.
Ia butuh gerak cepat. Kekasih hatinya tengah menunggu di depan rumah, siap kapan saja membawanya kabur kemana pun itu. Meskipun ujung dunia sekali pun, Tetsuya tidak peduli. Baginya, selama hanya ada dirinya dan Akashi sudah lebih dari cukup.
Ditariknya laci meja belajarnya. Mengambil buku tipis berukuran sedang kemudian membukanya sekilas. Memastikan saldo tabungan terakhir lebih dari cukup untuk membiayai kehidupan dirinya dan Akashi selama kabur dari rumah. Lagi pula perihal uang adalah hal yang mudah bagi Tetsuya dan Akashi mencarinya. Entah dengan dirinya menjual pakaian hasil kerajinan tangannya sendiri atau Akashi yang membangun bisnisnya sendiri dari awal. Mereka akan melewati segalanya berdua dan bahagia bersama.
Suara gedebuk yang tercipta antara kaki Tetsuya dengan lantai membuat salah satu penghuni rumah terbangun dan keluar dari kamarnya. Mencari tau sumber suara tersebut ketika mendapati sang adik tengah terburu-buru mengenakan sepatunya dengan tas besar yang tak jauh dari tubuhnya.
"Tetsuya?" tubuh Tetsuya menegang. Perlahan membalikkan tubuhnya sehingga dapat melihat pemilik suara tersebut. Dengan kesadaran yang masih setengah, Kouki menatapnya dengan penuh tanda tanya.
"Kau mau kemana malam-malam begini, Tetsuya?" tanyanya lagi. Tetsuya masih bergeming di tempatnya. Sedangkan Kouki melangkahkan kakinya, mendekati tubuhnya dengan Tetsuya.
"Jawab nii-san, Tetsuya. Kenapa malam-malam begini kau membawa tas sebesar ini? Kau akan kemana?"
"Nii-san." Panggil Tetsuya setelah sempat diam beberapa menit. Sedangkan caramel milik Kouki semakin menatapnya dengan sejuta pertanyaan. Menghakiminya untuk segera menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terlontar darinya.
"Aku..." Tetsuya menghirup udara dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Aquamarine-nya menatap lurus tepat pada manik caramel milik sang kakak. "Aku mencintai Sei-kun."
"Huh?"
"Aku mencintai Sei-kun, nii-san. Aku sangat mencintainya."
Telinga Kouki berdenging. Meskipun Tetsuya mengulang kalimat yang sama selama beberapa kali tetapi dirinya seperti tak sudi untuk mendengarkan. Tubuhnya lemas. Pikirannya kosong.
"Se-sejak kapan...?" lirih Kouki. Air matanya mulai berkumpul di kelopak matanya. Kedua tangannya mengepal kencang.
Sejak kapan? Sejak kapan Tetsuya mencintai Akashi?
"Aku tidak tau pastinya. Tapi aku yakin bahwa perasaanku pada Sei-kun sudah ada sejak lama."
Kouki menggeleng kencang. Air matanya sudah berjatuhan membasahi pipi. "Tidak. Tidak bisa, Tetsuya. Kau tidak bisa mencintai Sei!" Pekik Kouki. Tidak boleh. Bagaimana pun Tetsuya tidak boleh mencintai Akashi. Bagaimana pun Akashi hanya untuknya seorang. Akashi Seijuurou adalah tunangan Furihata Kouki.
"Aku tidak sedang dalam meminta persetujuan nii-san untuk membolehkanku mencintai Sei-kun atau tidak. Aku ke sini hanya ingin mengambil barang-barangku dan pergi bersama Sei-kun."
"Pergi?" desis Kouki. "Kau bilang pergi? Tidak boleh ada yang pergi dari sini, Tetsuya. Tidak boleh ada yang pergi meninggalkanku!" ditariknya lengan Tetsuya dengan kencang. Membuat Tetsuya merintih kesakitan.
"Nii-san, sakit. Tolong lepas."
"Ku bilang tidak boleh ada yang pergi! Kau tidak boleh pergi Tetsuya! Tidak boleh jika dengan tunanganku!"
"Hentikan, Kouki! Kau menyakiti Tetsuya." Sebuah tangan kekar memisahkan cengkeraman tangan Kouki pada lengan Tetsuya. Meninggalkan jejak merah pada kulit putih Tetsuya.
"Sei-kun? Kenapa kau masuk?" tanya Tetsuya bingung. Sedangkan Akashi hanya menghela nafas kemudian mengelus pipi Tetsuya lembut. "Aku menunggu sudah lebih dari yang kau janjikan, Tetsuya. Maka dari itu aku memutuskan untuk masuk, khawatir terjadi sesuatu denganmu."
Kouki menatap tak percaya dua insan di depannya. Hatinya begitu hancur ketika melihat bagaimana Akashi memperlakukan Tetsuya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Hal yang selama mengenal Akashi tidak pernah ia dapatkan.
"S-sei... kau sungguh ingin pergi?" kali ini caramel Kouki menatap heterokom ruby-gold milik Akashi. Memohon untuk tetap tinggal bersamanya. Meminta untuk Akashi berada di sisinya. Bagaimana pun mereka berdua adalah pasangan yang sudah bertunangan. Meskipun belum dilakukan secara resmi, tapi sejak mereka dalam kandungan bahkan saat mereka belum ada mereka sudah ditakdirkan untuk menjadi seorang suami-istri.
"Ba-bagaimana denganku? Ba-bagaimana dengan pertunangan kita Sei?" perlahan-lahan Kouki mendekatkan dirinya dengan Akashi. Air matanya terus berjatuhan dan semakin menderas. "Kita akan menikah bukan, Sei? Kau dan aku, bukankah akan hidup bahagia?"
"..."
"Tolong jawab, Sei!" Kedua tangan Kouki yang mencengkeram jaket Akashi mengencang. Sedikit mengguncang-guncangkan tubuh Akashi. Meminta laki-laki bersuaru merah tersebut menjawab segala pertanyaannya.
Sedangkan Tetsuya yang masih berdiri di belakang tubuh Akashi hanya bisa menunduk. Bagaimana pun melihat kakak tirinya terluka membuatnya sedih. Tapi tidak ada pilihan lain bagi Tetsuya. Ia juga ingin bahagia bersama dengan orang yang mencintainya dan dicintai oleh dirinya.
Akashi hanya menghela nafas pelan, melepaskan cengkeraman tangan Kouki pada jaket miliknya. Heterokom-nya terpancar binar penyesalan tetapi juga binar kemantapan. Penyesalan karena sudah membuat seorang Kouki begitu menyedihkan. Sedangkan binar kemantapan untuk pergi bersama dengan Tetsuya. Hidup berdua dan bahagia.
"Maafkan aku, Kouki." Lirih Akashi sebelum tangan kirinya membawa tas besar milik Tetsuya dan tangan kanannya menggenggam tangan Tetsuya untuk segera pergi dari rumah ini. Meninggalkan Kouki yang tersungkur di lantai.
- Lacuna -
-To Be Continued -
HAI HAI HAIII SELAMAT MALAM SEMUA~~ Lacuna chapter 7 UP! Yuhuu~ Semoga chapter kali ini cukup menghibur malam senin kalian semua yaa guys :3 Dan ga pernah bosen ucapan terimakasih dari aku atas segala jejak baik dalam bentuk komentar atau taburan bintang yang selalu kalian tinggalin setelah baca FF-ku hehehe thank you so much guys :'))
Aku ga akan banyak bacot kali ini, semoga kalian selalu antusias menunggu lanjutan Lacuna yang sepertinya masih akan sangat panjang T.T Sekali lagi terimakasih banyak semuanyaa *tebar cinta bersama AkaKuro* *bow* *poof*
- Matokinite76
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top