Pretender

Lacuna—a blank space; a missing part.

Pairing: Akashi Seijuurou X Kuroko Tetsuya

Disclaimer:

Apresiasi sebesar-besarnya kepada Tadatoshi Fujimaki sensei yang telah menciptakan Kurobas.

Author Note:

Sangat disarankan untuk mendengarkan lagu K.Will - love is punishment selama membaca chapter ini. Karena Mato ngerasa artinya cocok buat Akashi ke Tetsuya hehe Happy reading mina-san~!

- Lacuna -

I shouldn't see you, I should have lived in another world.

if i had just lived without knowing you, I wouldn't have know this kind of pain.

Even if I erase you every day,

Even if I abandon you every day,

My heart has already hidden you in it and it won't let go.

With my mind that had forgotten you,

With my lips that had forgotten you,

I get drunk sometimes, but i'm afraid that I will utter my love for you.

(K.Will – Love Is Punishment)

Cling. Cling.

Bunyi bel sekali lagi berbunyi. Sapaan hangat dari pelayan untuk menyambut kedatangan pelanggan samar-samar terdengar, masih terkalahkan oleh suara lagu yang tengah diputar melalui speaker. Mengalun memanjakan seisi ruangan. Beberapa mendengarkan, beberapa tidak peduli. Asik dengan pasangan atau teman-temannya.

"Apa kabar, Sei-kun?" pembicaraan pertama setelah diam membunuh mereka berdua selama nyaris sepuluh menit. Secangkir caramel latte dan vanilla milkshake yang telah di pesan sepuluh menit yang lalu masih utuh. Terabaikan oleh sang empunya masing-masing.

Akashi memilih mengangguk untuk menjawab pertanyaan klasik nan ambigu tersebut. Kabar apa yang sebenarnya ingin sosok tersebut tanyakan? Kabar dirinya saat ini, ataukah kabar dirinya setelah apa yang dilakukan sosok tersebut padanya dua tahun yang lalu?

"Syukurlah, aku senang melihat kau baik-baik saja. Aku—"

"Tetsuya," Tetsuya terdiam tatkala suara baritone tersebut terdengar. Aquamarine-nya sedikit membesar, ini kali pertama lagi Akashi memanggil namanya sejak pertemuan mereka beberapa minggu yang lalu. Walaupun dengan nada yang jauh berbeda seperti dahulu kala saat mereka masih bersama.

Sedangkan Akashi hanya menatap kosong cangkir caramel latte miliknya. Dirinya ingin sekali menyelesaikan pertemuan hari ini dengan Tetsuya. Ia tidak ingin kenangan-kenangan yang sudah berhasil ia buang dari pikirannya kembali memenuhi kepalanya. Masih banyak hal yang harus ia selesaikan hari ini.

"Aku kesini bukan untuk bertukar kabar." Lanjutnya dengan nada yang begitu dingin.

"Ah, benar. Maaf." Tetsuya hanya menunduk kemudian membasahi bibirnya yang entah mengapa terasa kering. Tetsuya melupakan fakta bahwa hubungan mereka tidak lagi sehangat dahulu. Lupa bahwa Akashi tidak akan lagi memperlakukannya sama seperti beberapa tahun yang lalu sebelum ia berhasil melukai laki-laki bersurai merah di hadapannya begitu dalam.

Hubungan mereka saat ini lebih dingin dan lebih kikuk dibandingkan saat pertama kali bertemu. Sejujurnya Tetsuya membenci kenyataan ini. Tapi mau bagaimana lagi, andil Tetsuya pula lah yang membuat hubungan mereka menjadi seperti sekarang.

"Jadi aku akan langsung ke intinya saja. Aku kesini hanya karena keegoisan Kouki. Hah. Aku bahkan tak menyangka akan menuruti permintaan tidak logisnya tersebut. Konyol." Gumam Akashi di akhir kalimat yang masih bisa didengar oleh Tetsuya.

Wajah Akashi terlihat begitu lelah dan terluka, ada juga sekelebat ekspresi marah yang tidak diketahui untuk siapa. Mungkin terdengar tidak masuk akal, tetapi melihat Akashi saat ini membuat Tetsuya ingin menghampiri dan memeluknya erat. Padahal Tetsuya tau betul bahwa dirinya lah yang menggoreskan luka yang paling dalam di hati Akashi.

"Dengan kata lain, aku akan mengabulkan permintaan Kouki untuk mendapatkan keturunan darimu, tetapi aku tidak akan pernah menikahimu. Setidaknya untuk saat ini aku masih cukup waras untuk tidak sepenuhnya mengabulkan keegoisan Kouki. Aku tidak ingin orang lain berpikir bahwa aku adalah laki-laki brengsek lantaran menceraikan istri ku dan menikahi adik tirinya."

"Tetsuya, aku yakin baik kau dan aku saat ini berdiri di tempat yang sama. Aku juga yakin bahwa kau tidak menginginkan permainan gila Kouki ini, bukan?" Tetsuya hanya diam. Tak membuka suara maupun memberikan gerakan sebagai bentuk pembenaran.

Akashi meletakkan amplop coklat di hadapan Tetsuya. Sejenak, Tetsuya sedikit bingung namun pada akhirnya memutuskan untuk melihat isi dari amplop tersebut. Terdapat beberapa lembar kertas terkait pengajuan rencana Akashi.

Sebuah rencana untuk berpura-pura menikah setidaknya sampai Kouki memutuskan untuk melakukan pengobatan di luar negeri. Manik kebiruan itu mulai menelaah kata perkata, kemudian mencernanya. Entah mengapa, semakin membaca semakin teriris hatinya. Apa yang terjadi saat ini, tidak pernah terbayangkan oleh dirinya di masa lalu. Tidak pernah terpikirkan oleh Tetsuya bahwa ia akan merasa terasingkan dengan sosok Akashi saat ini. Tidak sekalipun bahkan sedetikpun terpikirkan oleh Tetsuya bahwa Akashi mengajukan rencana berpura-pura menikah.

"Apa..." nada Tetsuya sedikit tercekat. Berusaha menahan sakit hatinya. "Apa nii-san tidak akan curiga?"

"Perihal itu aku akan mengurusnya. Aku akan memaksa Kouki untuk mempercepat pengobatannya, kemudian kita akan mengarang perihal pernikahan kita sampai membuat Kouki yakin bahwa kita benar-benar sudah mewujudkan keinginan egoisnya."

Tetsuya meneguk salivanya. Cengkeraman pada ujung bajunya semakin mengencang. Pernikahan kita. Entah kenapa kalimat tersebut terdengar menggelitik namun merobek hati. Ini bukan sebuah pernikahan yang Tetsuya impikan bersama Akashi. Ini hanya sebuah akting.

"J-jaa... bagaimana dengan permintaan nii-san perihal keturunan?"

"Kita tetap melakukannya. Sangat kecil kemungkinan mengadopsi anak yang sangat mirip denganku atau denganmu. Ah, aku hanya akan memberikanmu waktu dua bulan. Jika dalam waktu dua bulan tidak membuahkan hasil, maka kita tidak perlu melanjutkan semua ini."

"Bagaimana jika ternyata berhasil?"

"Untuk hal itu akan aku pikirkan lagi."

Tetsuya kembali diam. Sedangkan Akashi mulai mempersiapkan diri untuk menyudahi pertemuan ini. "Ah ya, ada satu hal lagi," kali ini manik beda warna tersebut bertubruk tatap dengan warna biru jernih milik Tetsuya.

"Baik keluargaku dan keluargamu sudah mengetahui perihal perceraianku dengan Kouki. Tapi mereka tidak akan tau perihal rencana gila Kouki dan rencana kita. Jadi, untuk menghindari hal tersebut diketahui mereka, aku ingin kau tinggal di tempat yang sudah aku sediakan."

Akashi bangkit dari posisinya. "Aku akan menghubungimu lagi nanti." Finalnya sebelum berlalu meninggalkan Tetsuya yang masih menatap hampa kertas di tangannya.

- Lacuna -

"Tetsu! Sebelah sini." Tetsuya tersenyum kemudian menghampiri meja dimana Aomine melambaikan tangannya. Suasana cafe tempat pertemuannya dengan Aomine memang sedikit ramai.

"Maaf sedikit terlambat, Aomine-kun." Tetsuya memposisikan dirinya di hadapan Aomine dan seseorang yang Tetsuya yakini adalah Kise Ryouta. Mengingat tempo lalu Aomine berjanji padanya untuk mengenalkan Tetsuya dengan Kise. Sepertinya hubungan mereka berjalan dengan baik.

"Oh? Apa kau yang bernama Furihata Tetsuya?"

Tetsuya tersenyum "Hai. Salam kenal Kise Ryouta-san."

"Eii tidak usah formal begitu Furihata-cchi. Aomine-cchi sudah sering bercerita denganmu."

"Em... kau bisa memanggilku dengan Tetsuya." Tetsuya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kalau boleh jujur, sampai saat ini Tetsuya masih belum terbiasa dipanggil dengan nama keluarganya. Tetsuya merasa bahwa ia tidak pernah pantas menjadi bagian dari keluarga 'Furihata' yang cukup tersohor di mata orang lain.

"Jaa, kalau begitu kau bisa memanggilku dengan lebih santai, Tetsuya-cchi."

"Kise-kun kalau begitu."

Kise mengangguk setuju. Senyum lima jarinya tidak pernah lepas dari wajahnya yang tampan. Heran juga sih, bagaimana bisa Aomine dikenalkan dengan laki-laki setampan Kise. Ditambah sepertinya Kise Ryouta tipikal orang yang sangat berisik, hampir mirip dengan Aomine.

"Apa?"

Tetsuya menggeleng ketika matanya bertabrak tatap dengan sapphire blue Aomine. Sedangkan Aomine sedikit kesal ditatap dengan sorot mata tak percaya dari sahabat masa kecilnya tersebut. Seolah-olah meremehkannya karena berhasil menggaet laki-laki seperti Kise Ryouta.

"Ah! Karena Tetsuya-cchi sudah sampai bagaimana jika kita memesan sesuatu? Tetsuya-cchi mau pesan apa? biar aku yang akan memesankannya."

"Ah, vanilla milkshake is fine."

"Baik. Aku akan memesankannya. Aomine-cchi seperti biasa kan?" Aomine mengangguk mengiyakan. Rona merah sedikit menghiasi kulit tanned-nya membuat Tetsuya ingin tertawa saja. Ternyata seorang Aomine bisa mem-blushing juga rupanya. Setelah mendapat jawaban dari Aomine, Kise langsung melesat untuk memesan. Meninggalkan dua sahabat tersebut.

"Berhenti menatapku seperti itu, Tetsu teme."

"Apa? Bukankah sangat wajar jika aku menatapmu seperti ini? It's like wow Aomine Daiki bisa mendapatkan seseorang seperti Kise Ryouta?! Sebuah achievement yang sangat besar."

"Hei! Kau ingin ku pukul, huh?" Tetsuya terkekeh puas. Kemudian menghembuskan nafasnya lega. "Tapi syukurlah kau mendapatkan seseorang seperti Kise Ryouta. Setidaknya ia adalah laki-laki yang baik."

"I know right." Aomine mengangguk pelan. Melirik sekilas dimana Kise Ryouta berada, masih berada dalam antrian. Sepertinya waktu yang cukup untuk berbicara empat mata dengan Tetsuya. "Lalu bagaimana denganmu, Tetsu?"

"Huh? Apanya yang bagaimana denganku?"

"Berhenti berpura-pura bodoh. Aku menanyakan bagaimana dengan pertemuanmu dengan Akashi. Bukankah kalian bertemu tempo hari?"

Raut wajah Tetsuya berubah ketika nama Akashi meluncur dari mulut Aomine. Membuat sang pelaku seketika menyesal telah menanyakan hal tersebut. Melihat raut wajah Tetsuya saat ini Aomine sudah yakin bahwa pertemuan mereka tidak berjalan dengan baik.

"Tidak ada yang spesial. Kami hanya mengobrol singkat."

"Tetsu, kau tau maksudku menanyakan hal tersebut."

Aomine menghela nafas panjang ketika Tetsuya memilih untuk menutup mulutnya rapat-rapat. "Tetsu kau–"

"Aomine-kun, kami akan melakukannya."

"Sudah ku duga kau akan melakukannya. Jadi, kapan pernikahan kalian dilaksanakan?"

Alis Aomine saling bertautan ketika melihat Tetsuya menggelengkan kepalanya. "Hal itu tidak akan terjadi."

"Maksudmu, Tetsu?"

"Kami tidak akan menikah. Lebih tepatnya kami hanya akan melakukan pernikahan pura-pura untuk meyakinkan nii-san sampai ia mau melakukan pengobatannya ke luar negeri."

"Jaa... maksudmu dengan kau melakukannya adalah...?"

"Aku akan tidur dengan Akashi-kun. Setidaknya ia memberikanku waktu selama dua bulan. Jika tidak berhasil maka tidak ada alasan untuk melanjutkan semua kegilaan ini."

Hening.

"Lalu..." Aomine memberi jeda pada kalimatnya. "Lalu bagaimana jika ternyata berhasil?"

Tetsuya mengangkat bahunya. Ia juga tidak tau apa yang akan terjadi pada mereka ketika ternyata Tetsuya berhasil mengandung anak Akashi.

Raut wajah Aomine mengeras. Entah mengapa ia begitu mendidih mendengar hal tersebut. Jelas ia marah karena merasa Tetsuya hanya dimanfaatkan saja. "Tetsu, apa kau bodoh?!"

"Hei, kau yang bilang bahwa mungkin ini kesempatanku untuk memperbaiki segalanya."

Aomine menghela nafasnya. Berusaha mengontrol emosinya untuk tidak meledak. "Aku memang mengatakan hal tersebut, tapi bukan dengan situasi seperti ini. Bukankah ini sama saja kau diperalat?"

"Bukan masalah. Aku tidak keberatan jika memang seperti itu kenyataannya karena aku memang ingin benar-benar memperbaiki segalanya."

"Tetsu!" Aomine menggebrak meja, membuat beberapa pasang mata menatap ke arah kedua sahabat tersebut. Disisirnya rambut biru navy-nya kebelakang. Hal ini sama saja menambah luka pada Tetsuya. Sama saja seperti memperluas luka yang bahkan tidak akan pernah kering.

"Jangan lakukan hal yang membuatmu semakin terluka. Bukankah sudah cukup luka yang kau terima selama ini? dan kau malah ingin menambahkannya? jangan gila, Tetsu!" Nada suara Aomine mulai terkontrol.

"Satu hal yang harus kau tau, Aomine-kun. Dalam permainan gila ini, bukan hanya aku yang paling tersakiti. Tapi Sei-kun. Jadi, bukan masalah jika aku hanya diperalat oleh Sei-kun untuk melindunginya dari sakit hati. Sungguh, aku tidak mempermasalahkannya. Aku... hanya ingin dimaafkan olehnya. Setidaknya, kali ini biarkan aku melakukannya sendiri. Biarkan aku melakukan penebusan atas dosaku terdahulu."

Aomine mengusap wajahnya kasar. Tetsuya dengan kekeras kepalaannya adalah hal yang tidak pernah berhasil dikalahkan.

"Tet–"

Ding.

"Tunggu sebentar, Aomine-kun." Tetsuya mengambil ponselnya. Membaca pesan yang masuk ke ponselnya. Seketika dengan gerakan cepat Tetsuya membereskan barangnya dan bersiap pergi. Aomine yang melihat gerak-gerik Tetsuya yang terburu-buru semakin bingung.

"O-oi Tetsu, kau mau kemana?"

"Gomen Aomine-kun, aku harus pergi sekarang. Sampaikan permintaan maafku pada Kise-kun. Aku akan mengganti pertemuan hari ini lain waktu." Aomine menghela nafas memaklumi.

"Tetsu," panggilan Aomine menghentikan langkah Tetsuya. "Kau tau bahwa aku selalu mendukungmu bukan? Jadi, jangan sungkan untuk meminta bantuanku jika kau memerlukannya. Aku dan Kise akan selalu dibelakangmu."

Tetsuya tersenyum. Meskipun bodoh, Aomine selalu dapat diandalkan. Selama ini Tetsuya sudah cukup banyak bergantung dan diselamatkan oleh laki-laki berkulit tanned tersebut. "Arigato Aomine-kun." Ucap Tetsuya sebelum keluar dari cafe.

Tangannya segera melambai menghentikan sebuah taksi. Melirik sekali lagi pesan yang ia terima.

From: Sei-kun

[Hari ini jam 2 siang, Sekiguchi Catholic Church.]

- Lacuna -

Tetsuya menatap pantulan dirinya dengan balutan tuxedo putih di cermin. Pertemuannya dengan Akashi hari ini adalah perihal pemotretan sebagai bukti untuk meyakinkan Kouki bahwa dirinya dengan Akashi memang melakukan pernikahan yang dimana tidak ada orang lain yang menyaksikan, baik kerabat ataupun teman dekat. Karena sejatinya pernikahan ini memang tidak pernah ada. Ikatan suci tersebut tidak akan pernah keluar dari mulut Akashi mau pun Tetsuya.

Ketukan pada pintu ruangan dimana Tetsuya berada terdengar. Sepersekian detik kemudian pintu bercat putih tersebut terbuka, menampilkan seseorang dengan balutan kemeja rapihnya. Salah satu pegawai yang akan membantu pemotretan hari ini.

"Apa kau sudah siap?" tanyanya dengan senyum teramah yang ia miliki. Tidak peduli bahwa yang diajak bicara sedang berbahagia atau tidak.

Tetsuya tersenyum kemudian mengangguk singkat. Membiarkan dirinya di giring oleh laki-laki tersebut menuju main area. Perjalanan dari ruang tunggu Tetsuya dengan main area hanya memakan waktu kurang dari lima menit. Pegawai tersebut menghentikan langkahnya, menatap Tetsuya dengan antusias sebelum membuka pintu di hadapan mereka.

Yosh, kau bisa melakukannya Tetsuya. Bertahanlah.

"Apa kau gugup?" Tanya sang pegawai. Sedangkan Tetsuya lagi-lagi hanya membalasnya dengan seulas senyum tipis. Tidak tau harus mengatakan apa. Apakah ia gugup? Entahlah. Tetsuya tidak dapat merasakan apapun. Toh, semua hal ini hanyalah kepura-puraan belaka. Tidak perlu dianggap serius.

"Jangan khawatir, kau adalah mempelai laki-laki yang paling cantik yang pernah aku temui. Aku yakin Akashi-san akan terpesona dengan penampilanmu. Jujur saja, kalian berdua adalah pasangan yang serasi. Aku tidak pernah menemui pasangan yang tampan dan cantik seperti kalian."

Tetsuya tau omongan tersebut hanyalah kekosongan belaka, sebagai pemanis karena sudah menggunakan jasanya untuk pemotretan kali ini. Tapi entah mengapa, Tetsuya merasa hatinya teriris. Seandainya keadaan tidak seperti ini, seandainya hubungan Tetsuya dengan Akashi masih sama seperti dua tahun yang lalu, maka Tetsuya akan dengan senang hati mendengar pujian tersebut.

Tepukan di bahu Tetsuya menjadi penanda bahwa mereka berdua akan memasuki main area. Kedua daun pintu di hadapan Tetsuya terbuka, perlahan-lahan menampilkan keadaan pada ruangan besar tersebut. Suara alunan musik terdengar menyambut kedatangan Tetsuya. Rangkaian bunga mawar putih menghiasi beberapa tempat. Benar-benar di dekor seperti layaknya pernikahan sungguhan. Hanya saja, tidak ada tepuk tangan meriah atau air mata bahagia dari keluarga, kerabat, atau teman dekat. Tidak ada.

Meskipun di desain seperti layaknya pernikahan sungguhan tetapi ruangan tersebut terasa kosong dan dingin. Dengan hati yang terus meyakinkan diri sendiri bahwa Tetsuya mampu melakukan semua ini, kakinya mulai melangkah perlahan-lahan. Menghampiri Akashi yang sudah berdiri di depan altar.

Tidak ada raut bahagia, atau ekspresi terpesona seperti yang diyakinkan sang pegawai. Wajah tersebut begitu dingin dengan mismatched yang begitu menusuk. Tapi tetap saja, balutan tuxedo putih gading yang tengah dikenakan Akashi hari ini tak mampu menutupi ketampanannya. Akashi masih menjadi groom tertampan yang pernah Tetsuya lihat.

Seandainya keadaan tidak seperti ini, apakah Akashi akan terlihat bahagia? Apakah Akashi akan terpesona sejak saat Tetsuya melangkahkan kaki pertama kali menuju altar? Apakah tangan Akashi akan terulur dan menggenggam tangan Tetsuya, bersumpah di hadapan Tuhan untuk hidup semati, untuk selalu menemani dalam suka-duka ataupun susah-senang? Dan apakah Akashi akan terlihat begitu tampan dengan tuxedo yang sudah Tetsuya rancang sejak bertahun-tahun yang lalu? Astaga, memikirkannya saja sudah membuat hati Tetsuya tersayat. Membayangkan hal yang tidak akan pernah terjadi membuat Tetsuya ingin menangis saat ini juga.

"Berakting bahagia lah untuk hari ini. Aku juga akan berusaha untuk terlihat bahagia." bisik Akashi ketika Tetsuya sampai di samping dirinya.

Tetsuya meneguk saliva-nya. Sebisa mungkin menahan air mata untuk tidak meluncur bebas di pipinya.

Berbahagialah Tetsuya. Setidaknya hari ini, kau pernah merasakan menjadi pengantin dari Sei-kun. Setidaknya kau pernah bersanding dengan orang yang begitu kau cintai di depan altar ini. Dan setidaknya, impian untuk menikah dengan Akashi menjadi kenyataan. Meskipun hanya kepura-puraan belaka. Berbahagialah, Tetsuya.

- Lacuna -

- To Be Continue -

OWAHHH SASHIBURI MINA-SAN~~~ Gimana kabar kalian? Semoga kalian selalu sehat yaa^^ Akhirnya! Aku kembali dengan Lacuna yang alur ceritanya makin tidak jelas hiks maaf T.T Apakah ada yang menunggu kelanjutan cerita ini? Atau tidak? wkwkwk tapi aku berharap untuk chapter kali ini tidak terlalu mengecewakan kalian ya~~ Ga tau sih ini kalian sadar atau engga, tapi chap kali ini sengaja agak lebih panjang dari biasanya karena why not? xixixi Ga sih, ini sebagai permintaan maaf aku karena lama upload :"))

Oh ya, just for your information nih guys, ada kemungkinan di chapter berikutnya aku bakalan naikin rate menjadi M tapi bisa aja ga jadi sih XD Nanti kalo aku naikin rate M bakalan aku kasih tau di awal-awal biar kalian yang masih dibawah umur diharapkan untuk bijak hihihi^^

Anyway! Seperti biasa dan tidak boleh tertinggal, terimakasih untuk kalian yang udah ninggalin jejak setelah ngebaca FF-ku. Untuk silent reader-ku juga thank you so much karena udah mampir dan ngeluangin waktu untuk ngebaca Lacuna^^ Aku terbuka untuk kritik dan saran yang ngebangun dari kalian, jadi sangat dipersilahkan kalo kalian mau ngekritik atau mau ngasih saran hihihi BENERAN DEH TERIMAKASIH BANGET BANGET BANGETAN ATAS SUPPORT KALIAN SELAMA INI HIKSROT :")) Maaf banget kalo aku super lama update-nya tapi aku berusaha untuk ga nge-discontinue-in semua FF yang aku publish. THANK YOU SO MUCH GUYS~~ KALIAN LUAR BIASA NO DEBAT POKOKNYA! Send so much love for you guys muah muah~~ *bow* *poof*

- Matokinite76

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top