1. SELAMAT DATANG MOPD!

HASIL REVISI DAN RE-MAKE ULANG

MAAF BILA MASIH ADA KESALAHAN PENULISAN

Enjoy reading :)

1. SELAMAT DATANG MOPD!

Tetesan embun di pagi hari menandakan pagi yang cerah untuk setiap insan memanfaatkannya dengan sebaik mungkin. Seperti kehadiran Fiona ke rumah Jane. Sudah beberapa menit berlalu terbuang sia-sia menunggu Jane yang masih sibuk dengan kegiatan paginya yang membuatnya duduk termangu merasakan semillir angin pagi yang masuk melalu jendela ruang tamu.

"Tante, apa Jane masih tidur? Bentar lagi kita telat berangkat sekolah." Fiona mulai merasa cemas seiring detakan jarum jam menghiasi pergelangan tangannya berjalan dengan cepat.

"Sudah Tante ketuk pintunya dari tadi Fio, dandannya lama banget sih! Dasar abege labil!" jawab Julia berusaha menenangkan Fiona untuk tetap menunggu anaknya.

Di sisi lain, Jane masih merasa excited saat ia bercermin dengan meloncat kegirangan seiring kabar baik yang disampaikan Jimi untuknya, semua makanan-yang aneh-aneh itu-sudah Jane dapatkan.

"Jane!!! Cepetan dong! Fiona udah nunggu dari tadi!"

Suara ketukan pintu yang keras membuatnya segera mengambil lipice yang belum sempat ia gunakan tergeletak di meja rias, "Pake...atau enggak?" Jane mulai memperlambat waktu dengan berfikir keras dengan ke-labilannya. "Ya udah deh, aku pake."

Jane keluar dari kamar dengan penampilan sangat aneh, dengan balutan perlengkapan MOPD yang sudah tidak asing lagi saat semua orang melihatnya. Senyuman terukir di bibirnya saat ia hendak berpamitan dengan sang ibu, Julia. "Mih aku berangkat ya, doakan semoga anakmu ini gak kena marah senior! Assalamualaikum!"

"Waalaikumussalam... Hati-hati di jalan!" jawab Julia setelah Jane mencium punggung tangan ibunya lembut, diraihnya lengan Fiona dengan paksaan, "Yuk, Fi! Kita berangkat!"

Hilir mudik angkutan umum memadati jalanan membuat kemacetan semakin menjadi permasalahan terpenting di Ibu kota. Jane merasakan aura tidak enak saat melihat gerbang sekolah sudah berdiri beberapa anggota Osis yang setia menegur siswa yang datang terlambat. "Jane, apa kita kesiangan? Kok udah banya mahluk di sini?" Fiona mulai terlihat cemas seiring Jane melirik jam Swiss di pergelangan tangannya.

"Kayaknya sih, iya." sahutnya datar.

Mereka berdua memasuki lapangan dengan mendapat tatapan membunuh dari beberapa Osis di bidang kedisiplinan. Kini mereka sibuk memperhatikan semua perlengkapan MOPD seluruh siswa yang berkumpul di lapangan karena terlambat. Ada sebagian siswa yang melanggar peraturan menggunakan atribut MOPD, mereka langsung mendapatkan teguran tegas yang membuat sebagian dari mereka terlihat mati kutu karena takut untuk melawan. Hanya satu siswa laki-laki berpenampilan urakan yang berani melawan, tidak terdapat bet nama di seragamnya, hanya bet lokasi asal sekolah yang terpasang.

"Lo berani-beraninya datang ke sini gak bawa sabuk, gelang, sama kalung gugus, cuma tas sama papan nama doang? Lo niat ikut MOS atau cuma main-main sama peraturan sekolah, heh?" tanya salah seorang Osis dengan melipat kedua tangannya, diliriknya papan nama siswa tersebut 'Reynand B. F'. "Atau lo mau cari gara-gara doang?"

Siswa itu menatapnya tajam, "Gue datang ke sini, daftar sekolah ke sini untuk belajar serius. Orientasi atau pengenalan siswa terhadap lingkungan sekolah dengan cara juga penampilan yang masuk akal. Bukannya kayak orgil dadakan, bawa makanan buat jatah-jatah kalian nge-MOS, pengenalan itu harus dengan cara yang baik, gue masih gak ngerti maksud ini semua-"

"Lo itu keras kepala banget jadi adek kelas! Kita itu kakak kelas lo. Nggak usah sok menggurui! Kita lebih berpengalaman dari lo!" potong salah seorang Osis merasa keberatan dengan jawaban siswa tersebut, "Songong banget jadi adek kelas!"

"Oh! Unjuk senioritas! Gitu? Mana sih Ketos kalian?" kini siswa tersebut telak menohok semua Osis yang tengah menegurnya habis-habisan.

"Elo-" geram Osis tersebut, "Masuk barisan, SEKARANG!"

Siswa tersebut akhirnya memasuki barisan di tengah lapang. Dengan gaya berjalannya yang amat santai, beberapa pasang mata mulai tertuju padanya. Mereka berusaha mencari tahu siapa laki-laki tampan itu yang berjalan menuju kerumunan barisan gugus dua. Anak itu berdiri di posisi paling belakang. Sesekali ia melengos panjang mengutak-atik ponselnya yang membuat siswa lain menatapnya kagum. Kagum akan keberaniannya melawan amukan Osis.

"Ingat! Kalian itu harusnya datang tepat waktu! Utamakan kedisiplinan! Harusnya kalian mentaati peraturan di sekolah ini, mengerti!" peringat salah seorang Osis dengan nada frustrasi.

"MENGERTI KAK!!!"

"Ya sudah, sekarang kalian masuk ke dalam kelas gugus masing-masing."

Beginilah suasana hari pertama MOPD. Semua siswa berhamburan diarak seperti itik untuk masuk ke kandangnya masing-masing, sangat memalukan! Umpat Jane dalam hati.

Semua siswa gugus dua sudah memadati setiap kursi di dalam kelas. Jane memilih meja tepat di ujung belakang paling pojok sebelah timur bersama Fiona.

"Kenapa di sini?" tanya Fiona menyimpan tas kardusnya.

"Biar bisa tidur kalau bosen. Biasalah Bokep (Bobo Cakep)." Jawab Jane menyimpan tas kardusnya.

Diliriknya siswa-siswa lain masih berebut tempat duduk hingga terdengar perdebatan seorang siswa dengan dua orang siswi memperebutkan meja belakang paling pojok sebelah barat.

"Pokoknya kita duluan yang duduk di sini, lo di depan sono!" suruh seorang siswi dengan nametag Hira Risca Pratiwi. "Awas! Gue sama Jeje mau duduk!" sungutnya menarik lengan teman-nya yang ber-nametag Zenita Putri. Mereka yang berdebat dari satu SMP yang sama.

"Gak bisa, dong! Awas! Ini kawasan anak cowok! Cewek biasanya duduk di depan! Kita itu harus menge-depankan cewek." Jawab lelaki itu tidak mau kalah, kali ini ia melepas papan namanya, duduk di kursi yang diperebutkannya dengan Hira. "Udah, cewek di depan! Nanti lo bisa liat anak-anak Osis kece secara leluasa. Buruan! Tuh udah datang! Cepet duduk di depan cantik!" lelaki itu gemas sendiri, ia menarik lengan Hira juga Zenita lalu mendudukannya di kursi paling depan, tepat saat para anggota Osis memasuki kelas.

"Reynand! Fuck!" Hira mengacungkan kepalan tangan pada lelaki itu. Rasa marah juga kesal bercampur menjadi satu ketika ia melihat lelaki itu meleletkan lidah padanya, "Rey setan!"

Saat semua pembimbing Osis sudah memasuki kelas, dengan sigap semua siswa MOPD memberi salam juga membaca doa. Ketiga pembimbing Osis tersebut menyapu pandangan mereka ke seluruh ruangan lalu tersenyum menyambut semua adik kelas mereka.

"Nah adik-adik, kami pembimbing gugus kalian. Gugus dua. Perkenalkan nama Kakak Yunia, dari kelas dua belas IPA satu." Yunia memperkenalkan diri dengan suara tegasnya, "Yang ini Kak Nisa, dari kelas dua belas IPA satu."

Nisa mengucapkan kata "Hai.." dengan suara lembutnya, terlihat dari penampilan juga gelagatnya yang ternilai anggun.

"Dan yang ini Kak Rama, dari kelas sebelas IPA empat." Rama tersenyum manis, tubuhnya yang tinggi membuat semua siswi di sana kelabakan melihatnya.

Fiona menyikut lengan Jane, "Eh, menurut lo, Kak Rama kece gak?"

Jane melengos panjang, "Iya," jawabnya datar, tanpa ekspresi, terkesan acuh pada perkenalan Osis di depan.

"Apa lo bisa dapetin nope-nya? Gue yakin lo bisa, soalnya lo kan pakar ahli dalam soal dapetin nomor hape orang, apalagi kakak kelas kece." pinta Fiona dengan memasang puppy eyes miliknya.

"Iya, gue usahain nanti," Jane mencubit pipi Fiona gemas.

"Udahlah! Jangan banyak bacot napa! Durasi coy!"

Hening.

Seorang siswa dengan posisi duduknya yang asal menceletuk dengan keras hingga semua mata tertuju padanya.

Jane yang melihatnya langsung memasang wajah tak suka, sesekali ia bergidik ngeri juga geli melihat siswa tersebut. "Jangan asal bunyi dong! Nanti Osis di depan makin bawel!" Jane meringis menatap siswa tersebut.

"Eh, kamu! Bisakah kamu maju ke depan memperkenalkan diri terlebih dulu, bisa tidak kamu sopan sedikit terhadap kami?" Rama bertanya dengan nada penuh kekesalan. Lima detik kemudian, siswa itu berjalan maju ke depan kelas dengan gaya berjalan angkuh. Merasa urat malu-nya sudah putus, ia tersenyum dengan penuh rasa percaya diri. Sorakan dari siswa laki-laki yang melihatnya membuat dirinya semakin memamerkan senyuman khasnya yang bisa menghipnotis semua siswi yang menatapnya.

Jane meneliti setiap inci ekspresi wajah lelaki itu dari pandangan jarak jauh. Cogan, kece, lumayan, tapi berandalan. umpatnya dalam hati.

"Assalamualaikum, kenalin nama gue Rey, Reynand Bima Febriand. Asal sekolah dari SMP Harapan Bangsa, status Alhamdulillah... single, nomor hape nanti saya tulis di papan tulis selepas pulang sekolah. Terima kasih."

Riuh sorakan, siulan, bahkan bisikan dari teman sekelas menghiasi jawaban Rey yang mungkin amat sangat tidak terlalu penting untuk diumumkan. "Masa gak punya pacar, cogan gitu kok.." celetuk salah seorang siswa di hadapannya berdiri.

"Asli, seratus persen nggak ada yang punya." jawabnya enteng. Siulan kembali mewarnai jawaban Rey tersebut.

"Sudah-sudah! Apa alasan kamu daftar ke SMA ini? Troublemaker?" Yunia bertanya kembali dengan nada penuh ketegasan.

"Entah, liat aja nanti." Rey menjawab enteng. Yunia dan Nisa mendengus sebal mendengarnya.

Seiring jalannya waktu, Rama berjalan menghampiri Rey berdiri, "Sekarang kamu duduk, lain kali, kalian semua jaga tata krama kalian ke Osis lain, atau pada yang lebih tua dari kalian. Kalian juga tahu itu tidak sopan. Mengerti?"

"Iya Kak..." jawab semua siswa dengan nada sedikit dipertegas namun terkesan malas.

"Terserah!" Rey bergumam keras hingga terdengar kembali seisi kelas. Jane gemas sendiri melihatnya. Ia menginginkan agar Rey tidak usah banyak bicara, bosan mendengar perdebatan mereka para Osis dengan siswa berandalan seperti Rey. Tidak akan selesai.

Saat itu juga Jane memanfaatkan kesempatan membosankan itu untuk tidur dengan menelungkupkan wajahnya menghiraukan perkenalan Rey didepan kelas.

"Mungkin kami masih bisa memaklumi sikap kalian, tapi kami mohon jaga sikap kalian di depan Osis lain, okey?" peringat Nisa dengan nada lembut.

"Iya Kak.." kini jawaban mereka terkesan terpaksa. Dilihatnya Rey berjalan kembali ke tempat duduknya, enam detik kemudian ia tidur dengan tangan mengetuk-ngetuk meja karena bosan.

Setelah acara perkenalan yang amat sangat memakan waktu, akhirnya memasuki pelajaran MOPD. Rey kembali berkoar seperti cacing kepanasan, mulutnya tidak henti-hentinya menggoda Yunia juga Nisa saat mereka mulai pengajaran. Rama yang sifat aslinya mulai keluar, dari asalnya tegas jadi suka bicara. Ia selalu beradu mulut dengan Rey jika para pembimbing melakukan suatu kesalahan kecil.

"Hei kamu! Kamu yang duduk di belakang paling pojok, kedepan!"

Merasa ada yang menyikut lengannya, ternyata Fiona membangunkan Jane dengan mendapat ekspresi terkejut. Semua mata menyudutkan Jane yang berusaha mengusap wajah polosnya.

"Saya?"

"Iya, kamu ke depan! Enak-enaknya kamu tidur, cepet!" dengan langkah malas Jane berjalan ke depan kelas. "Kamu dapat hukuman dari kami." Rama menaikan dagunya angkuh.

"Hukumannya apa, Bang?" tanya Jane polos, Jujur gue baru bangun tidur! ringisnya dalam hati.

"Waduh! Hukuman kamu saya tambah, kamu barusan panggil saya "Bang?" emangnya saya tukang bakso apa! Panggil Kakak aja, biar terkesan kece.." sahut Rama tidak terima.

"Enggak enak Bang, dipanggil Kakak terlalu keren. Abang aja deh! Biar keliatan sok akrab," tawar Jane dengan sedikit terkekeh.

"Setuju!" sebuah celetukan keras dari Rey mendapatkan tatapan tajam dari semua teman sekelas.

"Hukuman kamu saya tambahin lagi mau?" tanya Rama tegas.

Jane meringis, "Iya deh KAKAK. Apa hukumannya?" ia sengaja menekankan kata KAKAK.

"Kamu harus gombalin anak cowok yang ada di sini, gue pengecualian. Gue kocok dulu siapa nama yang paling beruntung!" Rama meraih kocokan di dalam gelas bekas air mineral.

Harap-harap cemas, Jane menyapu pandangannya ke seluruh ruangan melihat sebagian anak laki-laki yang berharap mendapatkan kesempatan tersebut. Gadis itu bergidik ngeri saat tatapannya terhenti pada Rey yang sibuk menggoda siswa perempuan yang ada di depan bangkunya.

"Hahaha...!!! Siap-siap nih anak cowok yang mau digombalin sama Jane..." Rama tertawa renyah saat didapatinya kertas undian yang sudah ia baca.

"Siapa Kak Rama?" tanya Nisa dan Yunia bersamaan.

"Hehehe... Reynand!"

ANJRIT! Semua mata tertuju pada Rey yang sontak terkejut mendengar namanya disebut. Jane meringis tidak terima, diliriknya sebagian anak laki-laki yang lain dan lebih pantas dibanding Rey.

"Gue? Bener gue, Bang? Aseekkk...!!!" Rey bersorak ria berjalan ke depan kelas dengan gaya-nya yang khas-terlalu percaya diri­-membuat Jane menatapnya datar tanpa ekspresi.

"Ayo Jane, buat hati Rey klepek-klepek ngefly gimana gitu sama lo." Rama berceletuk menjauh, memberi jarak untuk Rey bisa berhadapan dengan Jane.

Kecanggungan menyelimuti di antara mereka berdua. Rasa dan asa menyatu saat tatapan mereka bertemu, mata dengan mata, saling beradu kecepatan detakan jantung mereka seiring senyuman muncul dengan sendirinya diantara mereka berdua. Sepersekian detik kemudian Jane tersadar, dengan langkah cepat ia menampilkan ekspresi merendahkan-nya pada Rey dengan bergumam dalam hati keep calm and Jaim!

"Em.. Reynand, wajahmu bagaikan cahaya bulan yang senantiasa memancarkan sinarnya yang membuatku terpesona akan keindahan mahakarya ciptaan Tuhan dihadapanku saat ini..." Jane mulai mengucapkan kata-kata termunafik baginya, "Andaikan saja kau adalah separuh hatiku yang Tuhan sembunyikan selama ini, aku akan meledak saat ini untuk segera menyatakan..." Jane mengeluarkan ekspresi ingin muntahnya saat kata-kata itu meluncur mulus dari bibirnya. "Aku Mencintaimu. Hoek!"

"CIEE....!!! Wikwiww...!!!"

"Good-good... kalian memang benar-benar super sekali!!!"

Sorakan, siulan seperti kor kemenangan tim sepak bola menghiasi seluruh ruangan kelas. Riuh tepuk tangan juga godaan mulai menyerbu dari arah penonton kelas. Suasana kelas semakin panas. Rey tertegun selama beberapa detik, berusaha menghilangkan rasa panas di wajah dan kupingnya yang mulai memerah. Sebaliknya dengan Jane, ia mulai memasang senyum penuh kemenangan saat melihat Rey yang kelabakan.

"Wait for me to come home.." Rey menjawab dengan asal, santai, terkesan main-main namun sorot matanya kontradiktif. Terselubung dengan alibinya untuk sekedar main-main menatap Jane yang mulai tersentuh hanya dengan jawaban se-simple itu.

"Udah ya Bang, duduk lagi, boleh?" Jane mulai merasa risih seiring sorakan kembali berkoar saat Rey menjawab gombalan Jane tersebut.

"Oh! Boleh-boleh, kamu juga Rey! Balilk ke kursi kamu." mereka berdua mengangguk samar kembali ke kursi masing-masing.

"Eh! Lo tadi liat gak sih, Rey blushing gara-gara lo? Keren banget gombalan lo!" Fiona berbisik kagum saat Jane duduk, "Lo searching di Google atau gimana? Gue pengen dong buat update status di facebook..."

"Biasa aja keless... itu mah, ck! Kecil! Improvisasi lah.. dikit. Udah! Jangan dibahas lagi. Gak guna banget bahas orang gak penting." Jane berusaha menghentikan pembicaraanya terutama menyangkut Rey. Ia menelungkupkan wajahnya kembali tidur.

"Jane! Jangan tidur lagi. Lo mau dihukum lagi? Woy! Tahu ah! Terang!" Jane berusaha menghiraukan Fiona, ia kembali menjelajah alam mimpi dibanding melihat betapa serunya saat permainan, kuis, hukuman, juga pelajaran saat MOPD berlangsung.

Bel istirahat berbunyi. Semua siswa berbondong-bondong keluar kelas hendak pergi ke kantin. Ada juga yang membawa bekal dari rumah dan makan di kelas bersama, juga yang pergi ke kamar mandi sekedar memenuhi panggilan alam.

Samar-samar Jane mendengar deringan tersebut dengan acuh. Ia memilih tidur daripada pergi ke kantin untuk sekedar mengganjal perut. Fiona berusaha membangunkan Jane, namun Jane berusaha pura-pura tidak mendengar rengekan Fiona yang akhirnya menyerah dalam usahanya membangunkan sahabatnya.

"Jane! Bangun dong! Ah! Lo mah gak asik! Katanya mau minta nope Kak Rama. Yaudah! Gue ke kantin dulu ya! Laper banget gue!" Fiona mendengus kesal meninggalkan Jane yang masih setia menelungkupkan wajahnya. Hanya tinggal beberapa Osis yang ada di dalam kelas; Jane, Fiona juga anak berandalan seperti Rey yang masih ada di dalam kelas. Semuanya raib entah kemana, mungkin merasa bosan berada di kelas.

"Eh, Jane, kenapa kamu gak ke kantin?" suara lembut mulai menghampiri Jane yang tengah berusaha tertidur pulas,

"Enggak Kak, ngantuk berat.." jawabnya lemas.

"Ya udah, Kakak tinggal dulu ya, nggak apa-apa ada Kak Rama kok! Kalau ada yang mau ditanyain jangan sungkan." Nisa menepuk pundak Jane pelan.

"Kak Yunia mana?" tanya Jane sekedar basa-basi.

"Kak Yunia lagi dispen. Katanya mau persiapan demo eskul Paskibra. Ya udah ya Kakak tinggal dulu.." Jane tersenyum malas saat Nisa mulai menjauh meninggalkannya hanya berdua dengan Rama di dalam kelas.

Saat Jane mulai menelungkupkan wajahnya kembali, Rama bertanya dengan duduk di kursi tepat di depan Jane, "Jane? Kamu gak ke kantin?"

Jane mendengus kesal saat ditatapnya Rama dengan malas, "Gue lagi gak mood, ngantuk!"

Rama mencibir, "Oh... lo gak laper apa?"

Jane menggeram berusaha menahan kekesalannya kali ini, "Gue. Gak. Laper. Udah ah! Lo jangan nanya lagi ya Bang, gue ngantuk nih!" jawabnya penuh penekanan.

"Sorry lah, gue kan gak tau kalau lo ngantuk berat. Ya udah, have a bad dream yah!" Rama menepuk kepala Jane pelan, menjauh keluar kelas seiring Jane mengucapkan sumpah serapah dalam hatinya.

"Bodo amat! Yang penting gue bisa tidur sekarang."


vote coment?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top