Chapter 6

Yuhuuu update lagi!😁😍😍

Siapkan dua hal ini: bantal dan kripik🤣🤣

Yoook vote dulu baru komen sebanyak-banyaknya😘😘😘😘🤗❤️

#Playlist: Andmesh - Nyaman

Waktu sudah berlalu setengah jam. Mobil Angan diparkir sedikit menjauh dari depan gerbang rumah Sani. Sebab, Sani masih tidur. Seperti kata Sweety, pasti Sani mudah tidur saat duduk di jok penumpang. Memang benar. Baru setelah lima menit mobil berjalan, kepala Sani sudah bersandar di kaca dan matanya terpejam.

Angan tidak tega membangunkan. Setelah melihat Sani menangis, keinginannya untuk menjadikan Sani miliknya bertambah besar. Dia ingin melindungi Sani dan membuatnya merasa spesial supaya tidak insecure.

Walau Sani tidur dengan mulut menganga, tapi Angan tetap suka melihatnya. Beberapa menit kemudian sesi memerhatikan Sani tidur berakhir. Perempuan itu membuka kelopak matanya.

"Kita udah sampai, Om?" Sani menyeka air liur yang menetes di sekitar bibirnya dengan telapak tangan dan menjadikan bajunya sebagai lap untuk telapaknya itu.

"Udah, baru aja."

"Ya udah kalo gitu saya turun, Om." Sani menepuk-nepuk kedua pipinya dengan telapak tangan supaya dirinya segera sadar.

Angan tak berhenti memerhatikan Sani. Efek memerhatikan perempuan itu, ada senyum yang tak pernah redup dari wajahnya.

"Makasih udah dijemput, Om. Makasih jaketnya." Sani baru sadar Angan meminjamkan jaketnya untuk menutupi tubuhnya supaya tidak kedinginan.

"Dipakai aja dulu jaketnya. Nggak usah kamu lepas."

"Woke." Sani menyunggingkan senyum, kemudian mulai membuka pintu mobil. "Hati-hati di jalan, Omce. Bubaay!"

"Tunggu bentar, San." Angan berhasil menghentikan Sani. Perempuan itu menatapnya dengan wajah polos nan imut. Aduh, Angan jadi dag-dig-dug serrrr!

"Saya punya hadiah buat kamu," jelasnya.

Angan mengambil kotak berukuran sedang dari dalam dashboard dan meletakkan di atas telapak tangan Sani. "Semoga kamu suka."

"Ini apa, Om?"

"Buka aja."

Sani membuka penutup kotaknya, mendapati dua gelang ada di dalam sana. Kedua gelang tersebut bertali hitam dan masing-masing di tengahnya ada tulisan yang terukir. Tulisan-tulisan itu membuat Sani sulit berkata-kata.

1) You're amazing just the way you are, Sani.

2) Angan's favorite girl.

Baru sekali ini Sani membaca tulisan yang menyentuh hati. Biasanya orang-orang hanya merendahkan, meremehkan, dan menghina dirinya. Namun, Angan dengan bangganya menyatakan sebaliknya.

"Jangan liat harganya ya, Sani. Semoga kamu mau pakai dua gelangnya sekaligus. Anggap aja jimat keberuntungan," ucap Angan penuh harap.

Sani menaikkan pandangan hingga matanya beradu tatap dengan mata Angan. Pelan-pelan dia menarik senyum tipis.

"Saya pakai, Om. Mau minta dipakaikan," pinta Sani seraya menyodorkan kotaknya dan mengulurkan tangannya.

"Beneran dipakai nih?" Angan masih tidak percaya. Dia pikir bakal ditolak mentah-mentah.

"Bener, Om."

Takut Sani berubah pikiran, Angan bergegas memakaikan kedua gelang pemberiannya di pergelangan tangan Sani. Kedua gelang itu tampak cantik dipakai Sani.

"Makasih, Om." Sani tersenyum semakin lebar. "Saya turun ya, Om. Bubye!"

Angan menyentuh dadanya setelah Sani turun. "Wah... gila. Damage senyumnya Sani luar biasa."

"Om, nggak mau balik?" tegur Sani dari luar.

Angan baru sadar kalau Sani masih menunggu mobilnya pergi. "Eh, i-i-iya. Ini mau pergi. Dadah, Sani. Sampai besok ya."

Sani melambaikan tangan seiring kepergian mobil Angan. Dia masuk ke dalam rumah, masih memakai jaket milik Angan. Baru beberapa langkah setelah melewati pintu masuk utama, Sani melihat orangtuanya duduk di sofa ruang tamu. Ayahnya sedang mengetik entah apa itu di laptopnya, sedangkan ibunya sedang mengusap iguana peliharaannya.

"Kamu baru pulang? Habis dari mana aja? Jangan main terus," tegur Derry Jayantaka, ayahnya Sani.

"Pasti habis main deh. Kamu tuh kebiasaan ya, Sani. Belajar dong yang bener jangan main mulu," sambung Elisia Jayantaka, ibunya Sani.

"Dengar ya, Sani. Seharusnya kamu malu karena harus ngulang satu semester. Mana ada istilah Jayantaka ulang satu semester? Malu dong kamu sama semua sepupu. Yang lain pinter-pinter, kamu doang nggak. Kamu bisanya bikin kecewa aja. Malu Papa sama keluarga," omel Derry.

Sani diam mendengarkan. Tidak mau sedikitpun dia melawan. Kalau dia melawan atau membalas ucapan orangtuanya, dia takut dosa. Dia memilih menelan kekecewaan dan kesedihan dalam hati saja. Dia enggan meluapkannya.

"Jangan pacaran terus. Emangnya dengan pacaran dia bisa bikin kamu nggak ngulang satu semester? Belajar yang bener. Kamu main mulu sih. Jualan brownies terus. Pikirin tuh caranya biar nilai kamu bagus. Kamu udah mengecewakan banget," tambah Elisia.

"Iya, maaf. Sani mau ke kamar sekarang. Mau belajar," pamit Sani dengan suara pelan.

"Belajar bener-bener. Awas kamu di kamar malah teleponan sama Sweety dan Mila. Seharusnya kamu malu karena mereka lulus duluan kamu belakangan," ucap Elisia dengan nada sinis.

"Iya, Ma. Sani permisi."

"Mulai besok jam tujuh malam kamu udah harus di rumah. Biar kamu bisa belajar. Kalau telat uang jajan Papa potong lagi. Kecuali kamu ada kelas malam." Derry mengingatkan.

"Iya, Pa. Apa Sani udah boleh naik ke kamar?"

Derry menyahuti, "Ya, sana. Jangan lupa belajar."

Sani bergegas naik ke kamarnya. Setibanya di dalam kamar, dia mengunci pintu kamarnya. Air mata yang ditahan sejak diomeli tadi akhirnya tumpah ruah. Dada Sani sesak. Setiap hari dia selalu mendengar kalimat yang sama. Orangtuanya menyebutnya 'mengecewakan' dan hal-hal lain seperti yang diucapkan barusan. Tidak pernah sekalipun Sani mendengar orangtuanya menanyakan bagaimana harinya di kampus. Tidak pernah. Berbeda ketika orangtuanya menanyakan soal kedua saudara kembarnya, suara mereka lebih bersahabat dan menanyakan hal-hal seputar kehidupan di sana.

Jika sudah seperti ini Sani hanya bisa menangis, memendam, dan menelan semuanya sendirian. Kata orang anak kembar ikatan batinnya lebih kuat. Kenyataannya dia merasa sendirian. Hanya Sana dan Sanu yang akrab satu sama lain. Kedua saudara kembarnya tidak pernah menanyakan bagaimana kehidupannya. Yang mereka lakukan pamer ini dan itu. Ujung-ujungnya Sani hanya mendengarkan kedua kakaknya.

Di depan Sweety dan Mila, dia hampir tidak pernah menangis. Dia tidak pernah menceritakan masalah seperti ini kepada keduanya. Hanya sekali-sekalinya dia curhat dengan Sweety dan menangis di depan sahabatnya itu. Sisanya dia berusaha menghibur dan menjadi orang yang bisa disukai orang lain.

Air mata Sani membasahi gelang pemberian Angan. Pandangannya turun melihat gelang tersebut. Kemudian, dia menyeka air matanya dan menarik senyum pahit.

Sambil mengusap tulisan di gelangnya, Sani berucap, "Makasih untuk kalimat indah ini, Om Angan."

🎵🎵🎵

Angan berlari melewati koridor rumah sakit. Napasnya terengah-engah setelah turun dari mobil, dia buru-buru berlari dengan cepat. Dia segera mendatangi kamar inap yang diberitahu Anatomi. Jantungnya hampir berhenti mendengar Sani masuk rumah sakit.

Beruntung saja Angan datang tepat saat jam besuk. Sani dirawat di kamar yang bergabung dengan beberapa orang. Padahal yang dia tahu keluarga Jayantaka sangat royal untuk apa pun. Kenapa pula Sani dirawat di kamar yang digabung begitu? Sudah khawatir karena kabar yang diberitahu, sekarang muncul rasa kesal yang bikin dia ingin marah-marah.

Angan melihat Sweety duduk menunggu di bagian luar pintu sebelum masuk ke dalam lebih jauh menuju kamar yang merawat Sani.

"Sweety! Gimana keadaan Sani? Dia sakit apa sampai masuk rumah sakit?" tanya Angan khawatir dengan napas tersengal-sengal.

Sweety tidak sanggup menjawab dan menangis. Anatomi mengusap pundak Sweety supaya lebih tenang.

"Tom, coba jelasin. Sani sakit apa? Kok Sweety malah nangis?"

Selain Sweety dan Anatomi, ada Mila dan Unique. Mereka ikut menunggu.

"Tenang dulu, Kak. Sani baik-baik aja kok," sela Mila.

"Beneran baik-baik aja? Soalnya kemarin dia baik. Makanya saya kaget dia masuk rumah sakit," tanya Angan pada Mila.

Mila mendekati Angan, lalu berucap pelan setelah berdiri di samping laki-laki itu. "Kita bicarakan ini di tempat lain, Kak. Soalnya Sweety ngerasa sedih banget makanya nangis terus."

"Boleh."

Angan mengikuti Mila menjauh dari sana. Setidaknya memilih tempat yang tepat untuk membicarakan hal yang membuatnya penasaran.

"Jadi Sani sakit apa?" tanya Angan tak sabar.

"Sani nggak sakit, Kak," jawab Mila.

"Terus kenapa masuk rumah sakit? Tolong jelasin yang panjang karena saya khawatir sepanjang jalan sampai sekarang," desak Angan semakin tidak sabar.

"Sani dipukulin," jawab Mila.

"Dipukulin siapa? Udah lapor polisi?"

"Udah, Kak. Orangnya lagi dicari polisi."

"Kok bisa dipukulin? Dendam sama Sani?"

"Kak Angan pernah dengar Sani nggak mau sama orang yang lebih tua, kan? Itu karena Sani trauma. Dulu waktu SMA, Sani disukai sama seniornya. Waktu baru masuk sekolah, senior itu udah kelas dua belas. Singkat cerita orang itu kasar banget dan suka mukulin Sani. Setiap Sani mau putus selalu diancam. Hubungan mereka berjalan selama dua tahun tapi selama itu pula Sani tertekan. Dia pernah masuk rumah sakit karena dipukulin parah. Kepalanya pernah dibenturin ke tembok. Akhirnya mantannya itu dipenjara tapi nggak lama. Dari situ Sani nggak pernah pacaran lagi sampai sekarang. Tadi sore mantannya datang dan entah apa yang terjadi sampai Sani dipukulin. Soalnya saya sama Sweety lagi ada kelas. Jadinya cuma denger Sani dipukulin setelah ada yang lapor. Selama ini saya pikir udah tenang, ternyata iblis itu muncul lagi," jelas Mila panjang lebar. Suaranya bergetar.

Kedua tangan Angan mengepal sempurna. Dia marah bukan main mendengar cerita Mila. Kali ini dia tidak akan membiarkan laki-laki kasar itu lolos dari hukuman berat. Tak hanya marah karena mantannya Sani, dia juga marah pada dirinya sendiri. Seharusnya dia menjemput Sani. Karena Sani bilang mengendarai mobil sendiri, dia tidak bisa berbuat banyak. Dan akhirnya malah begini.

"Siapa nama mantannya?" tanya Angan.

"Danny Wiraya, Kak."

"Makasih, Mila. Oh, ya, Apa saya bisa jenguk Sani? Dia belum tidur, kan?"

"Belum, Kak. Tapi ada ayahnya di dalam kamar. Nggak apa-apa sih, masuk aja."

"Oke, deh. Makasih ya."

Angan bergegas masuk ke dalam kamar inap yang merawat Sani setelah diperbolehkan keamanan yang berjaga. Pada saat Angan masuk, dia mencari di mana posisi Sani. Katanya ada di pojok sebelah kanan. Ketika dia akan membuka tirai, dia mendengar suara yang cukup jelas.

"Kamu bisanya cuma bikin masalah terus. Kapan sih kamu nggak nyusahin kayak kedua kembaran kamu? Makanya lain kali kalo Papa bilang belajar ya belajar. Gini jadinya kalo kamu pacaran dan main-main mulu."

"Maaf. Papa nggak perlu bayar rumah sakitnya. Nanti Sani bayar sendiri."

"Uang dari mana? Pokoknya Papa sama Mama nggak datang lagi. Kami mau pergi ke London liat kakak-kakak kamu. Jaga diri baik-baik."

"Iya, Pa. Hati-hati di jalan."

"Ya udah. Papa pulang. Papa titipin kamu sama Sweety dan Mila."

"Iya, Pa."

Belum hilang kekesalan Angan soal mantannya Sani, dia tambah kesal mendengar percekapan itu. Suara Sani terdengar bergetar seolah menahan tangis. Dia baru melihat orangtua sekejam orangtuanya Sani. Benar-benar tidak punya perasaan.

Sebelum ayahnya Sani melihat kehadirannya, dia bersembunyi di balik tirai lain yang ada pasiennya tapi sedang tidur. Dia tidak mau Sani kena omel lagi. Setidaknya untuk saat ini. Setelah memastikan ayahnya Sani pergi, dia baru mendekati tempat Sani.

Dia melihat Sani tidur menghadap kaca jendela. Semakin ke sini semakin banyak hal yang membuat dia ingin melindungi Sani.

"Sani?" panggilnya pelan.

"Pasti Om Angan ya?" tebak Sani tanpa menoleh sedikitpun.

"Iya. Saya kaget kamu masuk rumah sakit."

"Biasa deh, Om. Ini mah sakit lambung aja kumat. Besok juga udah sembuh."

"Tapi kenapa kamu nggak mau nengok ke sini? Masa saya dikasih punggung kamu gitu?"

"Malu, Om. Lagi jelek. Soalnya nggak dandan syantik." Sani beralasan. Dia tidak tahu siapa yang memberitahu Angan karena sebenarnya dia tidak mau Angan melihat kondisinya seperti ini.

Angan berjalan ke sisi lain, berdiri tepat di depan Sani dan menghalangi pandangan Sani memandangi jendela. "Saya tau kamu dipukulin. Kenapa nggak mau liat saya?"

Sani buru-buru menutupi wajah dengan selimut. "Dibilang belum dandan, Om. Bukan karena dipukulin. Yang kasih info ngadi-ngadi tuh."

"Selain jago bikin brownies, kamu jago nyembunyiin sesuatu ya. Lagian mau kamu dandan atau nggak, saya tetap suka kok."

"Maling dong nyembunyiin sesuatu. Bahaya nih saya disamain kayak maling," canda Sani.

"Ya udah, saya pamit deh. Kamu istirahat ya. Besok saya balik jenguk kamu. Harus kasih liat wajah cantik kamu."

"Dadah, Om!"

Angan beranjak dari tempatnya berdiri, berpura-pura menyampirkan tirai saat pergi dan menutup kembali. Kenyataannya dia masih di sana dan berdiri di belakang punggung Sani. Siapa tahu siasatnya berhasil. Dan ternyata Sani tertipu.

Sani berbalik badan setelah menurunkan selimut dari wajahnya. Pupil matanya melebar saat menyadari Angan bersedekap di dada memandanginya.

"Astaga! Ko-ko-kok masih di sini, Om?!" pekiknya kaget.

Angan mengabaikan pertanyaan Sani. Dia lebih fokus memerhatikan wajah lebam Sani. Bagian bibirnya terlihat pecah, bagian tulang pipinya lebam parah dan bagian bawah mata kirinya terlihat bengkak. Bisa-bisanya ada laki-laki yang segila itu memukuli dengan parah. Andai dia bisa memiliki Sani, perempuan itu pasti akan lebih aman bersamanya.

Sani mengubah posisinya menjadi duduk. Menyadari Angan mengamati wajahnya, dia berkata, "Ini saya lagi dijadiin uji coba make up kayak habis dipukulin, Om. Mila tuh yang coba-coba."

"Tadi kamu bilang nggak dandan, terus sekarang mendadak jadi uji coba. Buat apa sih kamu tutupin? Saya tau kamu dipukulin mantan kamu," ujar Angan.

"Yang bener tuh saya jadi uji...." Sani tak melanjutkan kata-katanya. Diam sebentar ketika Angan memeluknya.

"Saya khawatir, Sani. Berhenti pura-pura kuat. Kamu bisa bilang kalo kamu terluka. Saya sedih liat kamu begini," bisik Angan lirih.

"Jangan sedih dong, Om. Saya masih hidup kok. Cup, cup, cup..." Sani menepuk-nepuk punggung Angan setengah bercanda.

Angan menarik diri, menatap Sani yang memainkan kedua alisnya. Di saat seperti ini Sani masih bisa bercanda.

"Menikahlah dengan saya, Sani."

🎵🎵🎵

Jangan lupa vote dan komentar kalian😘😘😘🤗❤️

Tenang, kesedihan ini akan segera berlalu~~~ #mendadaknyanyidangdut

Follow IG, Wattpad & Twitter: anothermissjo

Sani dan senyumnya😁

Angan dan senyumnya🙈

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top