PROLOG

Riuh tepuk tangan mengiringi penampilan yang tidak pernah jauh dari kata 'wah' tersebut. Seorang gadis membungkukkan badannya sembari tersenyum lebar. Tangannya memegang gitar yang dilingkarkan di bahu.

Lelaki berkemeja biru dongker dengan motif kotak-kotak tengah menunggunya di belakang panggung. Memang begitu yang biasa ia lakukan. Meskipun ia sudah beberapa kali menyaksikan penampilan Sasha---gadis yang masih ada di atas panggung---, laki-laki itu masih saja tak bisa menolak untuk berdecak kagum.

"You did a great job, Sha!" puji Reyhan sambil bertepuk tangan.

Reyhan menerima gitar pemberian Sasha kemudian menyandarkannya ke dinding. Tidak lupa, ia juga menyodorkan segelas air mineral.

"Thank you, Rey. Ada jadwal di mana lagi setelah ini?" tanya Sasha sambil mengatur ritme napasnya. Peluh keringat yang mengalir di dahinya jelas menunjukkan bahwa gadis itu kelelahan.

Namun, kata 'lelah' sudah tercoret dari kamus hidup Sasha. Ia tahu betul bagaimana resiko yang akan dihadapinya ketika menjadi seorang entertainer. Gadis itu punya prinsip. Siapa yang berani memulai, dia juga yang harus menyelesaikan niat awal itu.

Menanggapi pertanyaan Sasha, Reyhan justru terkekeh. Laki-laki yang berumur dua tahun lebih tua dibandingkan Sasha itu berjalan mendekatinya, merangkul gadis itu. Hal itu sudah biasa dilakukan Reyhan, makanya Sasha tidak pernah berpikir lain karenanya.

"Sudah selesai untuk hari ini, Nona," kata Reyhan sambil sengaja meledeknya. "Pikiranmu hanya kerja, kerja, dan kerja, ya?"

"Rey, pekerjaan ini adalah hobiku. Aku selalu mau melakukannya lagi dan lagi meski capek."

"Memang ya kamu nggak pernah berubah dari dulu. Kalau udah ada niat, pasti serius banget menjalankannya."

"It's a must, Rey! Orang itu kalau mau sukses, dimulainya ya dari diri sendiri."

Sasha menggerakkan jari telunjuknya seolah sedang memberi petuah untuk Reyhan.

"Siap, Nona Sasha!" Reyhan meletakkan tangannya di depan dahi dan berdiri tegap.

Sambil berdecak, Sasha menurunkan tangan sahabatnya. "Berhenti memanggilku nona. Itu justru membuatku tidak nyaman."

Reyhan tertawa kemudian merangkul Sasha kembali dan membawanya ke luar ruangan. Ia memang sahabat Sasha sejak kecil, tapi kedudukannya sekarang adalah bekerja untuk Sasha. Makanya, ia seringkali menyebut Sasha dengan kata 'nona'. Hanya untuk meledeknya.

Reyhan dipilih secara khusus oleh Sasha sebagai manager pribadinya. Alasannya sederhana. Lelaki itu sudah bertahun-tahun mengenalnya dan hanya dia orang yang paling dipercaya oleh Sasha. Mengapa tidak orang tuanya? Tidak semudah itu berbicara dengan kedua orang tuanya tentang pekerjaan yang saat ini Sasha pilih.

"Biar nggak bete, aku ajak nonton film deh." Reyhan melirik jam tangannya. "Masih ada waktu tiga jam lagi sebelum jam tayang biasanya."

Sasha menghela napas. "Hah, aku capek. Kita pulang aja. Lagi pula, udah sore juga."

"Yakin? Padahal tadinya aku mau beli arum manis buat kamu, tapi kalau kamu nggak mau pergi ... oke, aku batalkan juga."

Reyhan berjalan lebih dulu. Setelah dipastikan kalau Sasha sudah tidak bisa melihat wajahnya, lelaki itu tertawa sambil sesekali melirik Sasha yang masih bergeming di tempatnya.

"Rey, tunggu!" pekik Sasha sambil berlari menghampiri Reyhan dan menggandeng lengannya. "Tetap jadi belikan aku arum manis, ya."

Reyhan menahan tawa lantaran melihat ekspresi gadis di depannya yang menunjukkan wajah memelas. Ia tahu kalau arum manis adalah satu-satunya senjata terampuh untuk meluluhkan hati Sasha.

"Asal kamu mau menemaniku nonton film. Aku bosan, Sha. Reyhan ini butuh hiburan." Sekarang berganti, laki-laki ikut memasang wajah memelas supaya Sasha mau menemaninya.

"Ih ... iya, iya. Aku temani, tapi tetap traktir aku tiket nonton dan arum manisnya, ya?" Gadis itu memastikannya lagi.

"Iya, Sasha cantik. Mulutmu itu nggak cuma pintar nyanyi aja, tapi cerewet juga," keluh Reyhan sambil membuang napasnya.

"Yes!"

Sasha menyengir lebar, menampilkan sederetan giginya yang rapi. "Yuk, berangkat seka---"

Dering ponsel di tasnya menghentikan langkah mereka. Sasha mengamati nama yang tertera di layar. Mama?

"Sha, segera pulang ke rumah. Ada yang mau Mama bicarakan. Penting. Ini menyangkut karir kamu. Oke, sayang? Mama nggak mau dengar penolakan."

"Tumben Mama mau berurusan sama pekerjaanku. Biasanya? Mana pernah. Ada apa?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top