L.I.F.E (7)
Selesai meeting para kru pesawat yang bertugas bersama Ali malam ini berkumpul sejenak melepas lelah. Mereka berkumpul di salah satu kafetaria yang berada di bandara. Ali dan Prilly terlihat mengobrol dan bercanda gurau. Dari ambang pintu kafe seorang wanita dengan wajah yang mengeras menatap Ali tajam. Langkahnya lebar, dia menghampiri Ali yang sedang tertawa menggoda Prilly.
"Prince!" seru wanita itu sebal saat sudah berdiri dekat Ali.
"Sweety," ucap Ali shock lalu berdiri dan gelagapan.
"Oh, jadi begini, ya? Aku nungguin kamu lama di luar sedangkan kamu asyik duduk ngobrol di sini?" caci maki wanita itu berkacak pinggang, membuat semua orang yang berada di situ menoleh kepada Ali.
Prilly yang melihat itu hanya duduk, diam di tempat, tidak berani menatap wanita itu. Sedangkan Ali menggaruk belakang kepalanya, menunduk karena malu.
"Pulang! Sekarang!" pekik wanita itu lalu menarik koper Ali dan tangan Ali untuk keluar dari kafe tersebut.
Semua menatap heran kepada pilot tampan itu, sedangkan Prilly masih diam tak percaya bahwa lelaki yang dia begitu kagumi takluk dengan seorang wanita cantik tadi.
"Itu siapa sih, Pril? Gila, galak bener kayak macan keluar dari kandang. Kasihan pilot tampan gue," ujar Icha yang langsung menghampiri Prilly.
"Mana aku tahu!" jawab Prilly ketus dan sebal.
"Apa itu istri Kapten Ali, ya?" sahut Dinda yang juga mendekati Prilly sambil masih melihat kepergian Ali.
"Kenapa lo bisa nyimpulin begitu, Din?" tanya Prilly menatap Dinda penuh tanya.
"Soalnya kemarin pas mobil jemputan sampai di rumah Kapten Ali, wanita itu juga mengantarnya sampai di depan gerbang," jawab Dinda membuat hati Prilly bergemuruh panas.
"Tapi dia cantik, cocoklah kalau sama Kap Ali," celetuk Icha langsung ditatap Prilly tajam.
"Apaan sih!" sangkal Prilly menonyor pipi Icha.
"Iiiih, Kak Prilly, kenapa kayak enggak suka gitu lihat Kap Ali sama cewek tadi?" tanya Icha yang belum mengetahui soal kedekatan Ali dan Prilly selama ini.
"Udah, ah, gue mau pulang, kangen sama Mama," pamit Prilly berlalu dari kafe itu meninggalkan teman-temannya.
Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya Prilly bertanya tentang wanita itu pada dirinya sendiri hingga dia merasa pusing. Tak berapa lama taksi yang dia naiki berhenti di depan rumah orang tuanya. Prilly turun dan membayar, lalu tanpa salam dia masuk ke rumah dan menaiki tangga, berniat langsung ke kamarnya.
"Ily!" panggil Widya baru saja keluar dari dapur.
"Mama, ngagetin Ily aja," gerutu Prillly dengan wajah cemberut.
"Kamu juga masuk rumah enggak salam, main nyelonong aja."
"Maaf, Ma, Ily cape, langsung mau mandi terus tidur," ujar Prilly hanya beralasan untuk menghindari banyak pertanyaan dari Widya.
"Ya sudah sana, nanti Mama antar teh hangat buat kamu."
Prilly segera berjalan mengangkat kopernya ke kamar. Kamar bernuansa biru laut dan putih itu jarang sekali Prilly tempati karena dia sering tinggal di apartemen yang lebih dekat dengan bandara. Prilly menghempaskan tubuhnya di queen size-nya dan memejamkan mata mengingat momen indah saat bersama Ali. Saat dia mengingat kejadian yang baru saja terjadi, dengan cepat dia membuka mata dan memukul-mukul ranjang.
"Kenapa aku bodoh sekali mudah terlena dengan ketampanan dan kebaikan Ali!" pekik Prilly geram tanpa dia sadari Widya mendengarnya.
"Ali? Siapa Ali?" tanya Widya yang baru saja masuk membawakan secangkir teh untuk Prilly.
Prilly bangkit dari rebahannya lalu duduk di tepi ranjang. Prilly gugup harus menjawab apa pada mamanya, karena setahu Widya lelaki yang dekat dengannya hanya Wisnu.
"Mmmmm, itu ... Ma, pilot baru di perusahaan Ily," jawab Prilly gelagapan.
"Oh, Mama kira teman lelaki kamu. Jangan macam-macan karena keluarga Wisnu sudah bersepakat sama Papa akan segera melamar kamu," ujar Widya mewanti-wanti, membuat mata Prilly terbelalak.
"Apa, Ma?" pekik Prilly kaget, matanya melebar menatap Widya.
"Kamu kenapa sih, Ly, sok kaget begitu. Wajar saja karena hubungan kalian sudah lama. Kamu juga sudah cukup bersenang-senangnya, bisa bekerja sambil jalan-jalan," tegur Widya membuat hati Prilly justru tidak yakin dengan rencana orang tuanya itu.
"Kapan keluarga Wisnu akan datang ke rumah, Ma?" tanya Prilly lesu sambil melepas blazer-nya.
"Rencananya minggu depan untuk pertunangannya, nanti kita tentukan harinya bersama keluarga Wisnu," jawab Widya duduk di samping Prilly.
Prilly mengambil cangkir dan meniup-niup teh yang masih mengepul itu. Widya mengelus rambut Prilly penuh kasih sayang. Rasa rindunya terobati ketika putrinya berada di hadapannya sekarang.
"Apa Prilly sudah yakin dengan Wisnu?" tanya Widya yang masih penasaran dengan nama lelaki lain yang tidak sengaja dia dengar terucap dari Prilly.
Tubuh Prilly menegang dan perasaannya semakin meragu untuk menjawab pertanyaan mamanya itu. Prilly tidak menjawab, dia justru sibuk meniup dan meminum tehnya.
"Ya sudah, kamu cepat mandi dan tidur. Apa mau makan dulu?" tawar Widya berdiri.
"Ily tadi sudah makan, Ma. Makasih," ucap Prilly mengangkat cangkirnya dan diberikan kepada Widya.
Widya tersenyum lalu mencium kening Prilly dan keluar dari kamar itu.
***
Di ruang keluarga, Ali sedang bersantai bersama wanita yang menidurkan kepalanya di paha Ali. Dia selalu menatap ponselnya, memerlihatkan wallpaper wajah Prilly yang sedang tersenyum manis. Senyum tersungging dari bibir merah Ali. Tangan kiri Ali mengelus rambut wanita itu lembut yang sedang menonton acara di televisi. Ali mengirip BBM kepada Prilly.
Sudah sampai di rumah?
Tak berapa lama jawaban pun Ali terima.
Sudah
Lagi ngapain?
Tiduran
Besok ada acara?
Tidak
Jalan-jalan yuk?
Ke mana?
Ada deh.
Ke mana dulu?
Kehatiku
Isssshhhhh
Serius
Oke
Aku jemput kamu
Jangan
Terus?
Kita ketemu di Cafe Cerry House
Oke. Jam 8, ya?
Oke
Ali tersenyum melihat jawaban terakhir Prilly. Hingga tidak sadari wanita yang tidur di pangkuannya memerhatikannya sejak tadi.
"Prince," panggilnya.
"Hmmmm," gumam Ali menjawab tanpa melihat wanita itu.
"Aku cuma ingin kamu meluangkan waktu hanya denganku saat kamu libur. Kita sudah jarang bertemu sekarang kamu sibuk dengan ponselmu," protes wanita itu manja.
"Maaf, Sweety, baiklah, sekarang kamu minta aku temani apa?" sahut Ali lalu menunduk menatap wanita itu dengan senyum terbaiknya.
"Aku ingin besok kita main di pantai," ujar wanita itu membuat Ali bingung mencari alasan, sedangkan dia sudah lebih dulu berjanjian dengan Prilly.
"Mmmmm kalau besok lusa bagaimana?" sahut Ali menatap mohon kepada wanita itu.
"Kenapa?"
"Aku besok ingin seharian di rumah. Aku lelah," dusta Ali agar bisa pergi bersama Prilly.
"Baikla, besok lusa kita pergi, kalau begitu besok aku akan ngantor saja," ucap wanita itu membuat Ali merasa lega.
Ali tersenyum manis ke arah wanita itu dan mengelus rambutnya penuh rasa sayang.
***
Seperti yang sudah dijanjikan Prilly semalam, pagi ini Ali menunggu Prilly di Cafe Cerry House. Ali duduk di salah satu kursi out door yang tersusun rapi di depan kafe itu, ditemani secangkir white coffee full cream dan sepotong cake. Hati Ali gelisah menunggu kedatangan Prilly. Tak berapa lama Prilly pun datang turun dari taksi. Senyum manis tersungging dari bibir Ali saat melihat bidadari burung besinya.
"Hai, maaf membuatmu menunggu," ucap Prilly sambil menarik kursi di depan Ali.
"Menunggumu hingga lumutan pun bakal aku jabanin," sahut Ali membuat Prilly memutar bola matanya malas. Ali terkekeh melihat sikap Prilly seperti itu. "Apa kamu sudah sarapa?" tanya Ali penuh perhatian.
"Sudah tadi di rumah," jawab Prilly melihat-lihat menu.
"Mau pesan apa?" tawar Ali siap untuk memanggil pelayan kafe itu.
"Aku sudah kenyang. Terima kasih. Mau mengajakku ke mana?"
"Ada, suatu tempat."
"Di mana?"
"Sudah, ikut saja, nanti juga tahu," jawab Ali berdiri dan memakai kacamata hitamnya.
Ali pergi ke kasir untuk membayar minuman dan cake yang sudah dia pesan tadi sedangkan Prilly sabar menunggu Ali, masih duduk di tempat tadi.
"Ayo!" ajak Ali setelah selesai membayar.
Prilly berdiri mengikuti Ali yang berjalan untuk menghampiri mobilnya. Ali membukakan pintu untuk Prilly, setelah Prilly masuk, Ali mengitari mobilnya dan duduk di jok kemudi. Ali menancap gas membelah kota yang selalu padat dan tidak pernah sepi itu. Sesekali Ali melirik Prilly yang fokus menatap ke depan.
"Kamu suka wisata alam?" tanya Ali memecah keheningan di antara mereka.
"Suka, dulu waktu masih kuliah sering ikut pendakian," jelas Prilly membuat Ali semakin mengaguminya.
"Waow, gadis cantik tapi menyukai tantangan ekstrim. Aku juga menyukai wisata alam," puji Ali membuat pembicaraan mereka menyambung.
Di sepanjang perjalanan mereka sama-sama membicarakan tentang banyak hal. Dari hobi, pekerjaan, dan lain-lain yang membuat mereka semakin akrab dan sama-sama merasa nyaman. Gelak tawa karena gurauan mereka memenuhi ruang mobil itu. Tak ada lagi menjaga image, yang ada hanya bersenang-senang dan bergembira bersama. Hingga tak terasa mobil Ali berhenti di suatu tempat yang memperlihatkan luasnya pemandangan hijau menyejukkan mata. Ali turun dari mobil lalu membukakan pintu untuk Prilly.
Iklim pegunungan yang sejuk dengan udara bersih, pemandangan hijau yang menyegarkan mata, serta panorama alam yang indah menyambut Prilly saat pertama keluar dari mobil. Ali melepas jaket jeans yang sedari tadi dia pakai dan memakaikannya untuk Prilly.
"Terus kamu pakai apa kalau ini aku pakai?" tanya Prilly menatap Ali yang sedang mengancingkan jaket.
"Jangan pikirkan aku, tapi pikirkan saja keadaanmu, aku masih punya cadangan di mobil," jawab Ali tersenyum kepada Prilly lalu menggandeng tangannya untuk masuk ke tempat wisata itu.
Ali selalu menggandeng Prilly melewati lereng-lereng berundak yang tertutup permadani hijau hingga terlihat panorama yang sangat indah. Hamparan perkebunan teh yang luas, dengan jalur trekking untuk melakukan aktivitas tea walk ataupun bersepeda gunung terlihat jelas di antara kotak-kotak tanaman teh yang tertata rapi dari kejauahan. Di sekitar lokasi terlihat tanaman pohon cemara yang ikut melengkapi keindahan alam di perkebunan tersebut.
"Hmmmm, ini sejuk sekali, Li. Kamu sering datang ke sini?" tanya Prilly saat mereka beristirahat di salah satu gubuk kecil.
"Iya, sering kalau sedang ingin sendiri dan relaks, menghilangkan lelah karena bekerja," jawab Ali menatap luasnya hamparan daun teh yang hijau di depannya.
"Kita ke sana yuk, Li!" tunjuk Prilly ke suatu tempat yang sepertinya menjual jagung bakar.
"Yuk!" sahut Ali lalu menggandeng Prilly lagi untuk melanjutkan perjalanan.
Langit yang semakin gelap karena kabut dan mendung membuat udara di puncak kali ini sangat dingin. Ali dan Prilly duduk di salah satu tikar yang tersedia di warung jagung bakar itu. Panasnya jagung manis yang baru saja diangkat dari panggangan arang tradisional dan ditambah seduhan teh tradisional sedikit menghangatkan tubuh mereka.
"Li, sepertinya mau hujan. Habis ini kita pulang saja, ya?" ujar Prilly melihat awan semakin gelap. Ali memerhatikan sekelilingnya, benar saja kata Prilly.
"Oke, habiskan dulu jagungnya dan teh kamu," jawab Ali sambil memerhatikan Prilly yang menikmati jagung bakar dan sesekali dia menyeruput teh hijau dari cangkir yang terbuat dari tanah liat itu.
Selesai menghabiskan jagung bakarnya, Ali segera mengajak Prilly ke tempat mobil Ali terparkir. Ali segera melajukan mobilnya untuk kembali ke arah Jakarta. Belum juga jauh dari tempat wisata itu, hujan lebat mengguyur.
"Yah, Li, hujannya lebat banget, sampai jarak pandang kita terbatas," seru Prilly yang kesulitan melihat jalanan di depannya.
"Iya, nih, Pril," sahut Ali yang sangat serius memerhatikan jalanan.
Saat baru sampai di tengah perjalanan, mereka mengalami kemacetan panjang. Ali turun dari mobil ingin mengetahui penyebab kemacetan itu. Setelah salah satu warga memberi tahu, Ali kembali masuk ke mobil.
"Apa kata bapak-bapak tadi, Li?"
"Di depan ada tanah longsor dan kemungkinan kita tidak bisa kembali ke Jakarta sekarang. Tengah malam nanti baru bisa, jika tanah-tanah yang menghalangi jalan dapat segera diatasi," jelas Ali sambil mengibaskan tangan pada rambutnya yang basah hingga tetesan air mengenai Prilly.
"Ihhhh, Ali, jangan begitu, dingin."
"Maaf, kita cari hotel terdekat di sekitar sini dulu untuk menunggu sampai tengah malam nanti dan mengganti pakaianku yang basah ini," ujar Ali memamerkan bajunya.
"Tapi aku takut Mama akan mencari. Tadi aku bilang mau bermain di sekitar Jakarta saja," jelas Prilly dengan perasaan yang tidak tenang.
"Sekarang kamu coba hubungi orang tuamu, kalau mereka tidak percaya, biar aku yang bicara dengannya."
Prilly terdiam, jika Ali yang bicara dengan orang tuanya, mereka akan berpikir yang tidak-tidak dan bagaimana jika mereka mengadu kepada Wisnu? Prilly semakin merasa tidak tenang saat memikirkan hal itu.
"Biar aku saja sendiri yang menghubungi mereka," jawab Prilly cepat lalu mengambil ponselnya di tas.
Ali memutar arah mobilnya untuk mencari hotel. Di sepanjang perjalanan pikiran Prilly tidak tenang dan hatinya merasa bersalah kepada Wisnu. Baru kali ini Prilly pergi berdua saja dengan pria selain Wisnu. Sesampainya di hotel, Ali hanya menyewa satu kamar.
"Li, kenapa tidak menyewa dua kamar? Kan masih ada kamar lain yang kosong?" tanya Prilly saat mereka masuk ke kamar yang sudah disewa Ali.
"Kenapa? Kamu takut aku berbuat macam-macam? Ini bukan pertama kalinya buat kita kan, Pril?"
"Iya, tapi situasinya berbeda ini, Li?" elak Prilly membuat Ali tersenyum dan mengelus pipi Prilly lembut.
"Kenapa? Kalaupun itu terjadi, kita sudah sama-sama dewasa," bisik Ali pelan di telinga Prilly membuat mata Prilly terpejam. "Kamu cantik bidadari burung besiku, aku menyukaimu," timpal Ali lirih di telinga Prilly.
Prilly membuka matanya dan ternyata wajah Ali sudah tepat berada di depan wajahnya. Prilly mengejapkan mata berulang kali saat Ali meniup permukaan wajahnya pelan. Ali tersenyum, mata Ali tertuju pada bibir merah delima dan tipis Prilly. Perlahan Ali mendekatkan bibirnya di depan bibir Prilly. Terhanyut dengan suasana, Prilly pun memejamkan matanya hingga merasakan daging kenyal menyentuh bibirnya lembut. Tubuh Prilly menegang saat Ali memeluk pinggangnya hingga tubuh bagian depan mereka tidak ada celah. Ali melumat bibir Prilly, awalnya Prilly tidak membalas, entah mendapat keberanian dan dorongan dari mana akhirnya Prilly membalas ciuman Ali hingga mereka bertukar saliva. Decapan dari ciuman mereka memenuhi kamar hotel tersebut.
#############
Terima kasih atas support Momsky @Widy4HS dan Bunda @puspamekar yang sudah membuat pembaca cerita amatirku menjadi banyak. Atas bimbingan kalian aku semakin bersemangat untuk berkarya. Cium dan peluk jauh dari aku. Muuuuaaaaahhhhh.
Wkwkwkwkwkwkwkwk
Apa mereka berselingkuh? Maaf, ya, update-nya yang ini lama. Apa masih ada yang mau menunggu? Hihihihih
Terima kasih untuk vote dan komennya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top