L.I.F.E (6)

Di ruang dengan penerangan redup, di king size itu, sepasang anak manusia masih tertidur lelap. Perlahan mata Prilly mengejap, saat mata indah itu sudah terbuka dengan pandangan yang jelas, dia menangkap seorang pria tertidur lelap dengan posisi tengkurap mengenakan kaus polos putih dan boxer. Saat menyadari sesuatu, Prilly melihat tubuhnya yang berada di bawah bed cover. Dia bernapas lega setelah melihat pakaiannya masih lengkap, tetapi dia berpikir siapa yang mengganti bajunya?

Prilly menoleh kepada Ali yang masih tertidur di sampingnya, dia memeluk tubuhnya sendiri. Ingin membangunkan, tetapi dia takut. Akhirnya perlahan dia menyibak bed cover, saat berniat untuk menurunkan kaki, tiba-tiba pergelangan tangannya dicegah  Ali.

"Mau ke mana?"

Prilly menoleh melihat Ali yang masih terpejam.

"Aku mau kembali ke kamarku," jawab Prilly dengan perasaan segan.

Ali membuka matanya lalu duduk bersila. Dengan muka bantal dan rambut acak-acakan Ali tersenyum lalu menyentuh kening Prilly.

"Sudah turun panasnya. Tunggu di sini, aku pesankan sarapan untuk kita," ujar Ali lalu beranjak dari tempat tidur. Prilly hanya bergeming melihat sikap Ali yang penuh perhatian, sangat jauh berbeda dengan kekasihnya, Wisnu.

Bagaimana keadaan Wisnu sekarang? Pria itu sangat aneh! Kadang Prilly merasa seperti tidak punya kekasih. Wisnu terlalu cuek padanya. Namun, jika Prilly melakukan sesuatu yang kelewat batas, Wisnu marah. Bagaimana jika dia sampai tahu Prilly tidur sekamar dengan seorang pria? Apa yang akan Wisnu perbuat kepadanya dan Ali? Pikiran Prilly tiba-tiba kacau. Mengingat Wisnu, kepalanya kembali pusing. Kalau tidak dihubungi dulu, Wisnu tidak menghubunginya. Prilly merasa Wisnu seperti tak membutuhkannya.

Ali menghubungi pengurus hotel dari telepon yang tersedia di kamar itu. Selesai memesan sarapan, dia kembali ke ranjang, mendekati Prilly yang melamun memikirkan Wisnu. Pandangannya seolah memerhatikan pergerakan Ali. Pacarnya itu memang aneh. Beda dengan pria kebanyakan, yang harusnya khawatir kepada kekasihnya jika sedang berjauhan. 

"Kenapa melihatku seperti itu? Memang aku tampan, tapi tidak perlu kamu menatapku sampai seperti itu," ucap Ali bangga dengan senyum menawan.

"Isssss, PD!" sahut Prilly membuang muka ke arah lain. Ali terkekeh lalu mengacak rambut Prilly pelan.

"Kamu mandi dulu lalu bersiap, tujuh jam ke depan kita sudah harus siap di bandara," perintah Ali lembut sambil tangan kanannya mengambil ponsel di nakas.

Ali berjalan ke sofa lalu menghempaskan pantatnya di sana. Kedua kakinya naik ke atas meja lalu dia menghubungi seseorang.

"Halo, Sweety, sedang apa kamu?" tanya Ali penuh perhatian dan terdengar mesra.

Mata Prilly memicing menyimak percakapan Ali dengan seseorang. Prilly memasang telinganya baik-baik untuk mendengarkan pembicaraan Ali.

"Sudah makan kamu?" tanya Ali lagi dengan senyum manis.

"...."

"Nanti malam aku sudah kembali ke Jakarta. Jemput aku di bandara, ya?"

"...."

"Baiklah, Sweety, aku akan belikan apa pun yang kamu minta."

"...."

"Miss you too."

Ali memutus sambungannya lalu menoleh Prilly yang pura-pura sibuk memainkan ponsel, tadi diambil dari tasnya.

"Kamu belum mandi?" tanya Ali menghampiri Prilly.

"Belum," jawab Prilly singkat karena di dalam benaknya dia memiliki banyak pertanyaan untuk Ali.

"Ya sudah, kita tunggu sarapan dulu," tukas Ali duduk di tepi ranjang.

"Makasih, ya, Li, kamu sudah rawat aku semalam?" ucap Prilly tulus meletakan ponsel di nakas.

"Iya, sekarang yang penting kamu sudah sembuh dan bisa melanjutkan flight lagi," jawab Ali tersenyum manis.

Suasana menjadi hening, Ali dan Prilly sibuk dengan pikirannya masing-masing. Ponsel Prilly berdering lalu dia melihat, ternyata ada pesan singkat dari Wisnu.

Bagaimana keadaanmu? Di mana kamu flight?

Menjalin hubungan dengan Wisnu selama lima tahun semenjak mereka masih sama-sama pendidikan hingga kini disibukkan dengan pekerjaan. Prilly sudah terbiasa dengan sikap Wisnu yang tak acuh, dingin, dan kurang perhatian kepadanya.Namun, Prilly selalu berusaha bertahan dan memaksakan agar bisa bersama Wisnu, mengingat usia pacaran mereka yang sudah cukup lama. Kini hatinya goyah sejak dekat dengan Ali. Entah mengapa Prily jauh lebih nyaman bersama Ali. Dia merasa seperti mendapat patner hidup yang sebenarnya selama ini diidam-idamkan; perhatian, peduli, dan sepertinya Ali pria yang bertanggung jawab, terlepas dari image pilot don juannya.

Kedekatannya dengan Ali berjalan begitu saja. Belum ada komitmen di anatara mereka. Hanya saja Ali sudah sering mengatakan cinta kepada Prilly. Tak ingin menjadi orang munafik, Prilly menyambutnya dengan baik. Dia membalas kata cinta Ali. Apakah dia dan Ali dapat dikatakan selingkuh? Ah, Prilly dan Ali tak kepikiran sejauh itu. Mereka menjalani hubungan itu mengalir seperti air.

Aku baik-baik saja, sekarang sedang RON di negara sakura. Mungkin besok malam aku sudah di Indonesia. Kamu flight di mana?

Balas Prilly yang tidak disadari Ali memerhatikan sejak tadi. Prilly mendongak melihat Ali yang menatapnya curiga.

"Pacar kamu?" tanya Ali membuat Prilly salah tingkah dan bingung menjawabnya.

"Teman," dusta Prilly entah mengapa bibirnya sulit untuk mengungkap kejujuran kepada Ali. 

Namun, di dalam perasaannya, dia takut jika Ali sampai tahu kalau dia sudah memiliki kekasih.

"Oh, cuma teman, aku pikir pacar kamu," jawab Ali ditanggapi Prilly anggukan.

Maafkan aku, Wisnu, entah kenapa aku tidak bisa jujur soal kita kepada Ali. Aku takut dia akan menjauhiku. Apa aku sudah tergoda oleh pesona Ali? Ya Allah, cepat sadarkan aku sebelum semua telanjur menjadi rumit, doa Prilly dalam hati memerhatikan Ali yang masuk ke kamar mandi.

***

Prilly POV

Entah apa yang aku rasakan saat ini, di sisi lain aku ingin mempertahankan hubungan yang sudah lama aku jalin dengan Wisnu. Tapi di sisi lain, aku juga takut jika Ali tahu hubunganku bersama Wisnu, aku takut dia akan menjauhiku. Apalagi jika Wisnu sampai tahu bagaimana kedekatanku dengan Ali selama ini, bisa-bisa dia marah dan aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan hubungan kami nanti. Oh, Tuhan, aku benci situasi seperti ini, aku dilanda dilema.

Aku dan Ali selesai sarapan dan kini kami sudah berada di bandara menunggu giliran pesawat untuk take off. Namun, hal yang sangat aku benci menimpa kali ini. Delay!
Kalian tahu apa itu delay? Situasi di mana pesawat mengalami keterlambatan dalam penerbangan atau keberangkatan, biasanya para penumpang harus menunggu, apalagi menunggu sampai berjam-jam dan bisa jadi harus menginap di bandara.

Itu sangat menyita waktuku untuk beristirahat dan mengacaukan schedule. Ada beberapa penyebab delay. Biasa jadi kesalahan maskapai dalam ketepatan waktu, pengaturan jadwal pesawat, jumlah pesawat, schedule penerbangan, jadwa para awak kabin, dan terpenting adalah cuaca. Ini aku kasih tahu juga jika terkena delay, kalian mempunyai hak untuk komplen kepada operator maskapai penerbangan agar diberikan kompensasi atau ganti rugi karena hal tersebut sudah menjadi kewajiban bagi para maskapai mengkompensasikan atau mengganti rugi.

Kalian jangan takut untuk mengambil hak itu karena pemerintah sudah membuat peraturan tentang masalah ini dengan mengasuransikan para penumpang yang mengalami delay dalam keberangkatannya. Asuransi tersebut terdiri dari penyediaan makan dan apabila penumpang mengalami delay selama berjam-jam, biasanya penumpang diasuransikannya dengan diberi penginapan di bandara.

Aku yang sedang duduk di kursi menunggu jadwal selanjutnya tidak kunjung jelas menggerutu. Bukan apa-apa, karena ini juga salah satu risiko seorang penerbang, hanya aku merasa tubuhku lemas dan belum benar-benar kuat.

"Kenapa sih, Kak, dari tadi mengomel tidak jelas?" tanya Icha yang duduk di depanku.

"Jadinya jam berapa kita flight?" tanyaku sebal karena waktu yang sudah dijadwalkan mundur hingga tiga jam.

"Kamu kenapa sih, Pril? Masih pusing?" tanya pangeran burung besiku dengan suara lembut dan membuat amarahku seketika menguap.

Ya Allah, ampuni aku yang sudah tergoda oleh pangeran burung besi ini. Maafkan aku Wisnu, separuh hatiku tercuri oleh pilot lain. Aku segera tersadar dari pikiranku yang tidak-tidak tadi dan menatap Ali manja.

"Aku masih sedikit pusing dan badanku juga masih lemas."

"Kamu sabar dulu, ya? Tunggu sampai pihak bandara memberi informasi yang jelas," ujarnya membuat aku ingin rasanya teriak kegirangan.

Aku tidak peduli beberapa sepasang mata menatapku iri, yang jelas aku happy jika Ali memperlakukanku spesial. Dia sangat memanjakanku, aku tak bisa merasakan ini jika bersama Wisnu.

"Iya deh," jawabku pasrah, Ali menghampiri lalu berjongkok di depanku.

"Ini minum dulu," pintanya padaku sambil memberi secangkir teh hangat.

Aku terpaku menatapnya, dia berbeda sekali dengan Wisnu. Perhatiannya, caranya memperlakukanku, caranya berbicara padaku, tapi yang membuatku ganjal adalah wanita yang dia hubungi tadi pagi. Sweety? Apa itu panggilan sayang Ali untuk kekasihnya?

"Prilly, ini minum dulu," ucap Ali menyadarkanku dari lamunan.

"Eh, iya-iya, Kap," jawabku segera mengambil cangkir tadi dari tangan Ali.

Tak berapa lama petugas bandara pun datang dan memberi tahu bahwa penerbangan kami ditunda hingga nanti tengah malam baru berangkat. Astaga, apa-apaan ini, lagi-lagi selalu begini. Huh! Saat aku sibuk ingin menghubungi Mama, aku mendengar Ali menelepon seseorang.

"Iya, Sweety, mungkin besok lusa, pagi atau siang aku baru sampai di Indonesia. Kamu jaga kesehatan, jangan lupa makan, ya?"

Samar-samar aku mendengar percakapannya, ish, apa bukan aku saja wanita yang dia perlakukan spesial? Dasar pilot don juan! Pintar sekali mengambil hati para wanita. Aku segera menghubungi Mama, sudah tiga bulan aku tidak pulang, aku sangat merindukan Mama dan Papa. Inilah salah satu risiko pekerjaanku, aku harus menahan rindu kepada keluarga.

"Mama," rengekku manja setelah panggilan tersambung.

"Ily sayang, bagaimana keadaanmu, Nak?" tanya Mama yang selalu membuatku bersedih.

"Ily baik-baik saja, Ma," jawabku menahan air mata yang sudah menggantung di pelupuk mata.

Ini selalu aku lakukan saat menelepon Mama atau Papa. Aku harus berpura-pura baik-baik saja walau sebenarnya aku lelah dan sakit. Aku tidak ingin membuat mereka khawatir dan mencemaskanku.

"Alhamdulilah, jangan lupa makan, salat dan istirahat, ya, Nak? Mama selalu mendoakan untuk keselamatanmu," pesan Mama kali ini aku tak bisa lagi menahan air mata. Aku biarkan saja air mataku menetes.

"Iya, Ma, Ily selalu mengingat pesan Mama. Salam buat Papa, I miss you, Ma," ucapku tertahan di tenggorokan agar tidak terdengar jika aku ingin sekali melepaskan tangisanku ini.

"Iya, Mama juga sangat merindukanmu, Nak. Ya sudah, istirahatlah. Assalamualaikum," ucap Mama sangat lembut, menenangkan perasaanku.

"Waalaikumsalam," jawabku lalu aku putus panggilannya.

Aku menumpahkan air mataku sambil menunduk, tiba-tiba ada tangan mengulurkan saputangan. Aku mendongak melihat siapa orangnya. Ternyata Ali tersenyum manis berdiri di depanku.

"Bidadari burung besinya Kapten Ali kenapa menangis?" tanya Ali lembut sambil menghapus air mataku pelan dengan saputangannya.

"Enggak apa-apa, aku cuma rindu sama Mama Papa," jawabku jujur memang itu yang sedang aku rasakan.

"Mau meminjam dadaku untuk kamu menangis sepuasnya?" tawarnya membuatku melongo tak percaya apa yang dia ucapkan.

Dadanya, tadi dia bilang? Dadanya yang bidang dengan otot-otot yang kukuh? Oh. ya Tuhan, apa aku bisa menolak pesonanya itu? Ya Allah, kuatkan iman hambamu ini yang sudah tergoda dengan pangeran burung besi.

Tanpa menunggu aku menjawab, Ali menarik kepalaku untuk bersandar di perut sixpack-nya. Bukannya aku menangis justru ini membuatku menahan senyum yang tidak jelas dari mana asalnya. Yang pasti aku merasa bahagia dan rinduku kepada Mama Papa hilang begitu saja. Dia melingkarkan kedua tanganku untuk memeluk pinggangnya dan kepalaku diusap pelan-pelan. Jangan lakukan ini, Ali, aku tidak bisa menolaknya!

"Kamu sabar, ya, aku usahakan nanti malam pasti kita flight ke Indonesia," ujarnya lembut membuat perasaanku tenang.

Ya Allah, kenapa rasanya beda sekali pelukan Ali dengan Wisnu? Aku merasa nyaman di dalam pelukan Ali. Apa aku benar-benar sudah jatuh hati kepada pilot ini? Bagaimana hubunganku nanti dengan Wisnu? Lalu wanita yang sering Ali telepon itu siapa? Bagaimana jika Wisnu tahu hal ini? Apa aku harus meninggalkan kenyamanan ini? Tapi hatiku tak dapat menolaknya. Mama, Ily harus bagaimana? Tolong Ily, Ma!

Aku percaya Tuhan sudah mempersiapkan sekenario yang indah untukku. Aku hanya ingin menjalaninya seperti air yang mengalir. Tuhan tidak pernah tertukar membagi sekenarionya, akan indah pada waktu yang tepat.

###########

Apa ada yang menunggu cerita abal-abalku ini, ya?

Cieeeeee bidadari burung besi dilanda dilema akut. Wkwkwkwkwkwkwk
Nah loh kan, kalau sudah mendapat kenyamanan begitu bagaimana coba? Udah membanding-bandingkan lagi!

Makasih vote dan komennya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top