L.I.F.E (21)

Suasana makan malam di rumah Prilly terasa hangat karena ditemani Wibowo kali ini. Duduk bertiga di satu meja makan, memperlihatkan keluarga yang utuh dan harmonis.

"Bagaimana hubungan kamu sama Kapten Ali, Ly? Sejauh mana kalian merajut kasih?" Wibowo sengaja bertanya di depan Widya.

"Ya ... begitulah, Pa. Masih ada yang mengganggu langkah kami ." Prilly melirik Widya yang duduk di sebelahnya.

Wibowo mengulum senyum saat mengetahui maksud Prilly. Widya yang merasa tersinggung dengan kata Prilly tadi langsung menoleh kepada Prilly.

"Maksud kamu Mama?" tunjuk Widya pada dirinya sendiri.

"Ily enggak bilang kalau itu Mama. Tapi kalau Mama ngerasa, syukur deh, Ily enggak perlu menjelaskan," kata Prilly santai sambil menyuapkan nasi ke mulutnya.

Prilly dan Wibowo terkekeh melihat Widya mengerucutkan bibir sebal.

"Kapan dia akan melamarmu, Ly?" tanya Wibowo lagi yang terdengar lebih serius kali ini.

"Nunggu lampu hijau dari lion betina, Pa," jawab Prilly lagi-lagi membuat Widya tersinggung.

"Mama belum sreg sama Ali," sahut Widya cepat.

"Kalau begitu Ily buatin cucu buat Mama dulu gimana? Biar cepet sreg sama Ali." Prilly menaik-turunkan kedua alisnya menggoda Widya.

"Big no! Kamu tidak boleh melakukan hal itu sebelum menikah. Itu menagihkan dan kamu sekali mencoba akan memintanya lagi, lagi, dan lagi," sahut Widya cepat sambil membelalakan mata.

Prilly berdiri dari tempat duduknya sambil menahan tawa. Melihat ekspresi Widya sangat tidak bersahabat, dia bersiap kabur. Tidak tahu saja Widya, jika anaknya memang sudah ketagihan rasa surga dunia yang satu itu.

"Kalau Mama tidak merestui juga, nanti Ily buatin cucu." Prilly berkata sambil berlari kecil menaiki tangga. Wibowo langsung terbahak.

Widya yang mendengar itu langsung kelimpungan. Mau tidak mau dia harus segera menikahkan anaknya. Daripada benar yang dikatakan Prilly tadi, lebih baik mengalah.

"Papa, kita harus segera menikahkan Prilly dengan pria pilihan Papa itu." Widya menggoyang-goyangkan tangan Wibowo yang diam manis di meja makan.

Wibowo mengulum bibirnya, menahan tawa. Baru diancam begitu saja sudah kalah. Pikir Wibowo melihat istrinya kebakaran jenggot.

"Iya. Nanti Papa bicarakan dengan Kapten Ali." Wibowo berdiri dari tempat duduknya, lalu cuci tangan dan masuk ke kamar diikuti Widya.

***

Dini hari Prilly sudah terlihat merapikan bawaannya untuk flight. Ini salah satu risiko pejuang aviasi, kapan pun dan di mana pun saat panggilan flight datang, dia harus siap. Setelah semua bawaannya beres, Prilly turun, ternyata Widya dan Wibowo sudah menunggu di ruang tengah.

"Papa jadi berangkat ke Dubai bareng pesawat Ily, kan?" tanya Prilly melihat Wibowo sudah rapi dengan koper di sampingnya.

"Iya, Papa lebih percaya naik pesawat yang dimanuver calon mantu," ucap Wibowo melirik Widya yang duduk menikmati secangkir teh.

Prilly yang melihat Widya pura-pura tidak mendengar hanya tersenyum dan menggeleng.

"Mama juga jadi ikut, Papa?" Prilly menghampiri Widya yang duduk santai di sofa.

"Iya," jawab Widya singkat.

"Enak mana, Ma, naik pesawat yang dimanuver Kapten Ali atau Wisnu?" Prilly sengaja bertanya kepada Widya, setengah menggodanya.

Widya tampak berpikir, benar saja, selama ini Widya yang takut naik pesawat, merasa nyaman dan menikmati perjalanan saat Ali yang memanuver. Berbeda saat dengan Wisnu dan pilot lain yang memanuver. Widya selalu tegang, was-was, setiap turun dari pesawat badannya sakit. Dia tidak menjawab, Widya masih saja menikmati teh manis untuk menghangatkan tubuhnya sebelum berangkat ke bandara.

***

Dini hari Ebie terlihat sangat sibuk menyiapkan barang bawaannya dan juga milik Selvi, setelah tadi menyiapkan milik Ali. Sengaja Ali mengajak Selvi dan Ebie dalam penerbangannya kali ini. Ali sering mengajak mereka sekalian jalan-jalan ke negara lain. Perut Selvi yang sudah membesar tak menghalanginya melakukan aktivitas. Justru dia sangat aktif dan lebih agresif semenjak kehamilannya memasuki bulan ke tujuh.

"Sweety, ayo, buruan, nanti aku bisa telat. Aku masih briefing juga." Ali berteriak di ruang tengah.

Selvi keluar dari kamarnya lalu menghampiri Ali yang sudah siap dengan PDH pilotnya.

"Mbak Bie mana, Prince?" tanya Selvi saat sudah mendekat pada Ali.

"Enggak tahu. Kamu panggil dia, suruh cepet."

Selvi mengetuk kamar Ebie yang berada di samping tangga.

"Iya Non, Ebie sudah siap." Ebie keluar dari kamar.

"Ayo, kita langsung berangkat!" ajak Ali lalu mereka keluar dari rumah.

Sengaja kali ini Ali membawa mobil sendiri, tidak menunggu mobil jemputan. Karena Selvi dan Ebie ikut dengannya.

***

Di ruang managemen sudah terlihat ramai dengan kru yang akan bertugas. Mereka semua sibuk mempersiapkan barang bawaan sebelum estimaed time departure. Prilly duduk sambil mengobrol dengan Icha. Ali yang baru saja masuk lalu menghampirinya dan mencium singkat kening Prilly.

"Cieeeee Kapten Ali, bikin iri kita aja. Senangnya Purser Prilly, dini hari udah dapat kecup-kecup cinta dari pilot tampan," goda Icha.

Ali tersenyum sangat manis, sedangkan pipi Prilly justru bersemu merah menahan malu.

"Kapten, kita briefing sekarang." Dahegar mengintruksi agar Ali memulai tugasnya sebelum flight.

"Aku ke ruang meteorologi dulu, ya, Sayang?" ucap Ali kepada Prilly sambil mengelus pipinya lembut.

"Iya, aku juga mau ngecek makanan dan barang yang harus kita bawa." Prilly berdiri, membenarkan posisi dasi Ali yang sedikit miring.

Ali yang mendapat perhatian kecil dari Prilly tersenyum lalu mencuri singkat ciuman di bibirnya sebelum dia berlari menyusul Dahegar. Ulah Ali tersebut membuat mata Prilly terbelalak, shock. Prilly malu setengah mati karena mendapat godaan dari orang-orang di ruang itu. Sudah menjadi rahasia umum, kisah asmara pilot don juan dan pramugari primadona tersebut.

Persiapan di darat sudah dilaksanakan dan beres. Kini tugas mereka pre flight check di pesawat. Kali ini Ali bertugas dengan Dahegar. Ali sangat sibuk mengecek alat navigasi di depannya. Panel-panel seperti tuas throttle, tuas flap, overhead panel, dan lainnya dicek. Yang terpenting yoke dan ground alat utama untuk mengendalikan pesawat.

"Kap, Selvi ikut lo kali ini?" tanya Dahegar di sela dia mengecek alat radio dan navigasi lainnya.

"Iya, kenapa? Masih mengharap adik gue lo, Gar?" tanya Ali sudah tahu jika sejak dulu Dahegar mengejar cinta Selvi, jauh sebelum Selvi menikah dengan pilihannya.

"Jujur saja, gue masih menyimpan rasa sama adik lo. Sampai saat ini perasaan gue masih sama dan enggak berkurang sedikit pun." Dahegar berkata tulus dan jujur apa adanya, membuat hati Ali bergerak untuk membantunya.

Sejak Selvi masih duduk di bangku kuliah, Dahegar menyukainya. Namun, karena Ali tahu Selvi sudah memiliki kekasih, dia menyerahkan semua keputusan di tangan Selvi. Hingga Dahegar harus mengubur dalam perasaannya saat Selvi lebih memilih kekasihnya yang kini sudah meninggalkan dan takan pernah akan kembali lagi.

"Tunggu sampai keponakan gue lahir. Setelah itu silakan berjuang kembali menaklukan singa bunting itu. Awas, sekarang dia lebih agresif dan sensitif. Sedikit salah, lo bisa diterkam." Ali terkekeh setelah memperingatkan Dahegar seperti tadi.

"Thanks, lo kakak yang baik. Gue janji tidak akan menyerah untuk menaklukan hatinya lagi." Dahegar menepuk bahu Ali.

Ali yang mendengar keyakinan Dahegar sudah bangkit kembali untuk menaklukan hati adik satu-satunya itu mengangguk mantap. Ali sudah sangat tahu bagaimana sahabatnya ini. Makanya dia tidak keberatan jika Dahegar akan mengejar cinta Selvi lagi.

Di kabin para pramugari sibuk menyiapkan semua kebutuhan penumpang. Prilly membantu mempersiapkan permen dan koran di setiap kursi. Setelah semua siap, kini waktunya boarding. Crew cabin bersiap di depan pintu masuk, menyapa para penumpang satu per satu dengan senyum simetrisnya.

"Selamat menikmati perjalanan bersama kami menuju bandara Al Maktoum, Dubai." Seruan yang tidak pernah bosan untuk menyambut para penumpang.

Walau ada saja penumpang yang tidak menjawab ramah tamah mereka, tetapi mereka harus tetap memasang senyuman tulus.

"Selamat pagi, Purser?" Selvi menyapa Prilly sangat ramah.

Prilly sudah tahu jika Ali akan mengajak Selvi dan Ebie liburan ke Dubai. Sangat kebetulan karena orang tuanya juga sedang ada bisnis di Dubai. Ini akan menjadi momen spesial untuk Prilly dan Ali, mereka dapat berlibur bersama keluarganya di Dubai nanti.

"Selamat pagi, Nona Pepaya." Prilly menahan tawa saat Ebie menyapanya dengan ala pelayan seksi yang centil dan genit.

"Selamat pagi, Selvi, Mbak Bie. Semoga perjalanan kalian menyenangkan." Selvi dan Ebie masuk lalu mencari tempat duduk sesuai yang ada di tiket.

"Selamat pagi, Purser, calon Nyonya Ali," sapa Wibowo menggoda Prilly.

"Ih, Papa, jangan begitu. Ily sedang tugas," ujar Prilly manja, justru Wibowo semakin gencar ingin menggodanya.

"Cieeee, pipinya merah." Wibowo menowel pipi Prilly yang sudah bersemu merah.

"Sudah, ayo kita masuk." Widya menarik tangan Wibowo masuk kabin, mencari tempat duduk mereka.

Ali yang berada di kokpit memberi kode melalui pengeras suara.

"Door closed, arm slide and crosscheck."

Awak pesawat memastikan bahwa semua sudah siap dan sudah aman untuk melanjutkan penerbangan.

Wibowo yang mendengar suara Ali yang tegas, hatinya tergerak ingin menggoda Widya.

"Denger tuh, Ma, suaranya saja mantap dan meyakinkan jika dia pilot yang handal menerbangkan pesawat." Wibowo terkekeh melihat Widya yang membuang wajahnya ke arah jendela.

"Door closed, slide armed and crosscheck." Sahut Prilly membalas kode Ali tersebut.

Pintu pesawat tertutup rapat.

"Cabin ready for take off." Terdengar suara Prilly lagi melaporkan jika pesawat siap untuk take off.

"Nah, ini pasangan serasi, Ma. Mereka saling kerja sama menerbangkan pesawat, agar kita semua selamat sampai tujuan," timpal Wibowo sengaja agar hati Widya luluh.

Semua kru duduk pada tempatnya masing-masing, memasang safety belt.

"Cabin crew, take off position, please." Suara Ali mengintruksi lagi.

Terbanglah pesawat menuju Dubai. Setelah pesawat after take off para pramugari meneruskan tugasnya. Prilly membantu menawarkan minuman untuk para penumpang. Saat pesawat berada di ketinggian 34 ribu kaki, yang juga dipenuhi oleh penumpang itu, tiba-tiba terdengar suara Ali melalui pengeras suara.

"Prillya Kirana Larasati, aku mencintaimu sejak pertama kita bertemu. Aku ingin menjadi laki-lakimu selama sisa hidupmu. Hanya kamu wanita satu-satunya yang mampu mengubah hidupku, membalikjungkirkan hidupku, membuatku merasakan cinta sekaligus pernah merasakan sakit hati. Kamu adalah paket terindah yang Tuhan kirimkan untukku," Ali memberi jeda lalu meneruskan lagi, "will you marry me?"

Prilly yang mendengar suara itu dengan tenang tetap melakukan tugasnya menuangkan kopi kepada penumpang, entah karena malu atau hanya ingin menciptakan suasana tenang dan normal. Widya yang mendengar itu shock. Berbeda dengan Wibowo yang sudah mengetahui rencana Ali.

Selvi yang mendengar keberanian kakaknya hanya tersenyum. Sedangkan Ebie memegangi dadanya karena terbawa suasana. Dia ingin diperlakukan hal seromantis itu.

"Oh, Nona Pepaya, beruntungnya kamu mendapatkan lelaki seperti Mas Prince-ku," kata Ebie berlebihan membuat Selvi mengulum bibirnya, menahan tawa..

Ali tidak menunggu waktu lama untuk menyelinap masuk ke kabin yang penuh dengan penumpang itu, dengan ekspresi sedikit terkejut Prilly langsung menyambutnya dengan pelukan. Momen romantis ini seketika disambut dengan riuh gembira para penumpang yang melihat sang pilot muda tampan itu, dengan berani melamar kekasihnya yang bertugas sebagai pramugari cantik dan anggun di tengah banyaknya penumpang.

Ali melepas pelukan Prilly lalu berlutut di depannya dan membuka kotak beludru hitam. Memperlihatkan cincin dengan mata satu, sebuah berlian yang cukup mahal. Prilly membungkam mulutnya  saat melihat aksi Ali yang menakjubkan. Mata Prilly berkaca-kaca, Ali mencabut cincin itu dan siap dipakaikan di jari manis Prilly.

"Will you marry me?" Ali mengulang niat sucinya itu lagi, langsung di depan Prilly.

Suasana yang tadinya riuh, kini berubah menjadi tegang karena menunggu jawaban Prilly. Widya yang melihat aksi Ali tersebut merasa tergerak hatinya. Ternyata Ali tidak main-main. Pikir Widya.

Prilly mengangguk mantap dan yakin. Air mata kebahagian Prilly sudah menetes. Prilly tidak pernah menduga Ali akan seberani itu melakukan hal seromantis yang membuat semua orang iri.

"Yes, I will," jawab Prilly lalu Ali menyelipkan cincin mahal itu di jari manis Prilly.

Ali berdiri lalu menarik tengkuk Prilly dan mencium bibirnya. Prilly yang tadinya shock karena ulah Ali, akhirnya bisa relaks dan mengalungkan tangannya di leher Ali, membalas ciuman bibir yang menjadikannya candu.

Para penumpang yang melihat itu bersorak bergembira. Apalagi Ebie yang sangat antusias, dia bertepuk tangan gembira. Selvi menutup wajah, menahan malu. Wibowo tersenyum puas melihat hal itu, sedangkan mata Widya terbelalak karena berani-beraninya Ali melakukan hal tersebut di depan orang banyak.

Widya memakai kacamata hitamnya lalu menutup wajah, berpura-pura membaca koran. Ali melepas ciumannya dan memeluk Prilly sangat erat. Ali mencium pucuk kepala Prilly.

"Terima kasih, bidadari burung besiku," ucap Ali dalam pelukannya.

"Terima kasih juga, pangeran burung besiku," balas Prilly mengeratkan pelukannya.

Jika hati sudah mantap dengan satu pilihan yang akan mengubah hidup lebih berwarna, hanya satu kata yang mampu terucap, "I found you."


##########

Asssssyyyyeeeekkkkk ....
Senyum-senyum sendirikan kalian?
Aaaaaaaa ... dulu aku tak begitu?
Hahahahahahahahah

Akhirnya Momsky widy4HS mengalah juga. Cieeee dapat mantu pilot. Aissshhh syukuran, ah, Momsky. Mengko bengi aku tak neng omahmu Momsky. Gowo jadah, jenang, wajik, bek rengginang. Gawe ngelamar anakmu. Siapke wedangan, ya? Teni jam 7 wes teko rombonganku. Bahahahaha.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top