L.I.F.E (2)
Selesai menyapa para penumpang turun dari pesawat, semua kru sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Para pramugari membersihkan kabin sebelum turun, pilot dan copilot membuat laporan. Setelah semua tugas di pesawat tersebut beres, kru turun dan beristirahat sejenak menunggu penerbangan selanjutnya.
"Kap, mau makan enggak?" tawar Dahegar yang berjalan di samping Ali.
"Boleh juga, sudah laper nih, enggak sempat makan tadi di pesawat," jawab Ali mengelus perut sixpack-nya.
Mereka keluar dari gedung bandara untuk mencari restoran terdekat. Cukup berjalan kaki akhirnya mereka sampai di restoran yang dituju.
Dengan seragam pilot yang masih lengkap, Ali dan Dahegar masuk ke restoran itu, mereka menyapu pandangannya mencari tempat duduk yang masih kosong.
Mata Ali menangkap segerombolan wanita-wanita cantik yang sedang bercengkrama sambil menyantap makanannya. Senyum tipis tersungging di bibir Ali saat melihat bidadari burung besi yang baru saja dia lihat hari ini di angkasa.
Memang dia cantik! puji Ali dalam hati tanpa mata lepas dari Prilly.
"Duduk di sana saja, Kap," ujar Dahegar menunjuk salah satu meja. Ali melihat meja yang dipilih Dahegar lalu mengangguk.
Mereka menghampiri meja itu dan duduk. Dari meja itu Ali dapat dengan jelas memerhatikan Prilly yang sedang tertawa lepas bersama teman-temannya. Sesekali dia ikut tersenyum melihat tingkah Prilly yang menurutnya lucu dan menggemaskan.
"Lo mau pesan apa, Kap?" tanya Dahegar sambil fokus mencari menu yang pas untuk disantap sore itu.
"Terserah lo, samain aja," sahut Ali tanpa melihat Dahegar.
Dahegar yang sedari tadi heran dengan sikap Ali mengikuti arah pandangnya. Dia tersenyum menyapa Prilly yang kebetulan melihat ke arah mereka. Prilly melambaikan tangan kepada Dahegar, dibalas Dahegar memamerkan buku menu yang bermaksud dia baru ingin makan. Prilly dari kejahuan mengangguk paham dan tersenyum sangat manis, membuat hati Ali bergetar melihat senyum itu.
"Lo kenal sama dia, Kap?" tanya Ali kepada Dahegar.
"Semua pilot dan copilot juga kenal kali, Kap, sama tuh pramugari paling ramah dan stok senyumnya tidak pernah habis. Dia bunga di maskapai kita," jelas Dahegar masih fokus menatap buku menu.
Ali dengan cepat menutup buku menunya dan menatap Dahegar penuh selidik.
"Jadi dia banyak yang mengincar dong?"
"Iya! Kenapa? Lo juga mau antre?"
Ali terdiam memikirkan sesuatu. Setelah itu mereka memesan makan. Selesai makan Ali dan Dahegar kembali ke bandar menuju kantor perusahaan mereka. Suasana di dalam ruang itu sudah ramai dengan para pramugari, pramugara, copilot dan pilot lain. Ali dan Dahegar duduk di kursi dekat dengan pintu.
"Pemberangkatan flight selanjutnya ke mana, Kap?" tanya seorang pramugari mencoba basa-basi dengan Ali.
"Balik ke Jakarta," jawab Ali jelas, singkat, dan padat. Pramugari itu langsung terdiam.
Ali memang terkenal pilot don juan, tetapi dia juga termasuk susah didekati kalau bukan kemauannya sendiri. Biarpun don juan, tetap dia pilih-pilih wanita. Pembawaannya yang kalem dan tegas, kadang selengekan, membuat nilai plus pada dirinya di mata para pramugari-pramugari. Namun, Ali tidak mudah tergoda oleh mereka yang hanya mengincah uangnya saja, pernah dia tergoda dengan keluguan seorang pramugari, kenyataannya semakin lama keluguan itu hanya sebagai kedok untuk menutupi keburukannya. Gadis itu matre, tanpa pikir panjang Ali langsung meninggalkannya.
Ali sibuk membaca schedule hingga tidak memerhatikan sedari tadi ada seorang pramugari cantik mengamati setiap lekuk wajah pahatan Tuhan yang sempurna itu. Prilly yang duduk di sofa dengan jarak kurang lebih dua meter di depan Ali, entah mengapa mata tak bisa berpaling agar tidak menatapnya.
Tuhan, dia benar-benar ciptaan-Mu yang paling sempurna. Oh, Kapten Ali, lo tuh bikin hati gue kretek-kretek. Teriakan hati Prilly seakan seperti berlompat-lompat girang di dalam dada.
Ali yang merasa seperti diperhatikan lalu mendongak melihat Prilly yang baru saja mengalihkan pandangannya cepat kala menyadari Ali mengangkat kepalanya. Ali tersenyum melihat Prilly yang jaim dan stay cool.
Dasar gadis aneh! batin Ali tersenyum dan menggeleng.
Aduh, nih mata kenapa sih enggak mau diajak kompromi. Kan malu kalau ketahuan sedang lihatin tuh pangeran burung besi. Bisa hancur image gue sebagai pramugari yang cantik dan anggun, gerutu Prilly dalam hati.
"Pril, lo flight ke mana habis ini?" tanya Dahegar yang duduk di sebelah Ali.
"Gue balik ke Jakarta," jawab Prilly ramah pada Dahegar.
"Wah, satu pesawat sama Kapten Ali lagi dong?" sahut Dahegar cepat membuat Ali dan Prilly saling menatap. Iris mereka bertemu dan pandangan mereka terkunci. Mereka saling mengagumi di dalam hati masing-masing.
Ya, Tuhan, ini gadis bisa-bisanya menggodaku walau hanya dengan tatapannya saja sudah membuat hatiku bergetar, seru Ali dalam hati dengan wajah stay cool.
Kapten Ali, lo kayaknya udah curi hati gue deh! ucap Prilly dalam hati.
"Jodoh mungkin mereka, Kap!" sahut salah satu pilot muda itu kepada Dahegar membuat semua tertawa, langsung menyadarkan lamunan Ali dan Prilly.
"Enak aja lo kalau bicara, Kap? Masa iya gue berjodoh sama pilot sombong, angkuh, dan cuek kayak bebek begitu?" elak Prilly sambil mencibikan bibir tipisnya.
"Jangan begitu, Pril. Awas, ya, kalau lo beneran kepincut Kapten Ali, lo harus traktir kami semua makan nasi padang," sahut pramugara seangkatan Prilly, disetujui semua yang ada di ruang itu kecuali Ali.
Bibir Prilly mengerucut, melipat kedua tangan di dada sambil membuang muka menghindari pandangan Ali, membuat semua semakin tertawa puas.
"Enggak akan pernah!" jawab Prilly cepat dan penuh penekanan. Ali yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum lalu menyibukkan diri.
Malam itu flight tujuan Jakarta berangkat pukul 21.00 dari bandara Adi Sucipto, Jogjakarta. Kali ini Ali disandingkan dengan copilot lain, terpisah dari Dahegar. Ali tetap profesional dengan siapa pun ditugaskan, tidak menjadi penghambat untuknya bekerja.
Setelah pesawat landing dengan selamat di bandara Sokarno Hatta, Ali sebagai pilot yang berjaga mengendalikan pesawat kali ini untuk on block di apron yang sudah disediakan. Ali bernapas lega dan bersyukur penerbangannya selalu sukses tanpa hambatan.
Ali keluar dari kokpit selepas para penumpang turun. Dia menuju galley, dapur di pesawat, juga tempat para awak pesawat beristirahat dan bercengkrama. Sebelum turun, seperti biasa, mereka sedang membersihkan galley, kabin, dan merapikan tempat duduk.
"Selamat malam, Kap?" sapa semua yang berada di galley termasuk Prilly. Ali hanya mengangguk dan tersenyum singkat.
"Saya minta tolong buatkan teh hangat boleh?" pinta Ali kepada salah satu pramugari.
"Iya, Kap, boleh, dengan senang hati saya buatkan," jawab pamugari itu riang.
"Ihsss, baru digituin saja udah senangnya minta ampun. Gimana kalau dicium, bisa pingsan kali!" gerutu Prilly lirih, mungkin hanya orang dekat dengannya saja yang mendengar.
"Ini, Kap, teh hangatnya, saya buat dengan sepenuh hati dan saya campur gula cinta satu sendok teh agar terasa manis di hati Kapten Ali," ujar pramugari itu memberikan secangkir teh pada Ali.
"Terima kasih," jawab Ali dengan senyuman manis. Ali menyerutup pelan teh itu dan mengangguk. "Pas untuk saya, tidak terlalu manis."
"Jika kurang manis bisa kok, Kap, lihat wajah saya?" sahut seorang pramugari lain. Ali tersenyum lalu melihat Prilly yang mengerucutkan bibir.
"Kapten Ali sudah berkeluarga?" tanya pramugari yang membuatkan teh Ali tadi.
"Akan ... doakan saja ...," jawab Ali santai membuat Prilly cepat menatapnya.
"Yaaaah, tidak ada lagi kesempatan dong untuk mendekati Kapten?" desah kecewa para pramugari itu.
Hati Prilly seakan retak seketika saat mendengar itu. Entah mengapa perasaannya sakit, padahal baru saja bunga itu mulai mekar dan kini layu kembali. Wajah Prilly terlihat lesu. Ali tersenyum lalu pergi meninggalkan tempat itu. Prilly menunduk memainkan bolpoin dan memikirkan sesuatu.
Selesai mengadakan evaluasi, semua awak pesawat yang bertugas dengan Ali tadi bubar. Saat di depan bandara, Prilly melihat Ali dijemput seorang wanita cantik bertubuh langsing, tinggi badan sekitar 165 sentimeter. Wanita itu menyambut hangat kedatangan Ali dan mencium kedua sisi pipinya. Hati Prilly saat melihat itu merasa sangat perih, seakan hatinya tergores pisau yang sangat tajam ditambah luka itu disiram dengan air garam. Padahal dia dan Ali berbincang sekadarnya, mengapa hatinya sesakit itu melihat Ali bersama wanita lain? Apa Prilly sudah mulai mencintai Ali? Entahlah, Prilly sendiri tidak tahu jawabannya.
Prilly masih berdiri mematung di tempat, melihat kepergian Ali bersama wanita itu dengan mobil BMW merah mengkilap. Prilly menekan-nekan dadanya yang terasa sesak. Dia menarik napas dan mengeluarkannya perlahan hingga diulang beberapa kali untuk mengurangi rasa sesak. Setelah merasa lebih baik, Prilly berjalan ke depan untuk mencari taksi.
Sepanjang perjalanan menuju apartemen yang dia tempati, wajah tampan Ali dan senyum manis Ali selalu membayanginya. Prilly ingin menghapus bayang-bayang Ali dari pikirannya, sia-sia, wajah tampan itu menari-nari di ingatannya.
Cinta datang tanpa permisi, tanpa mengenal korbannya, tanpa mengenal tempat, dan cinta itu seperti pencuri yang mengendap-endap masuk ke dalam hati melalui celah sekecil apa pun itu hingga dia dengan mudahnya masuk, apalagi ketika cinta itu sudah tergelincir dan jatuh terlalu dalam di dasar hati, dia akan terjebak di tempat itu dan tumbuh hingga mengakar kukuh.
##########
Baru naik dua tangga nih. Gimana sampai di sini?
Terima kasih vote dan komennya
Love you all
Muuuuuaaahhh
Cium jauh dari aku
Rex_delmora
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top