L.I.F.E (19)

Flachback

Ali dan Ira terlihat serius memikirkan sesuatu, duduk di mini bar apartemen Ira. Ali memainkan gelas yang berisi vodka, lalu meminumnya sedikit demi sedikit. Ira yang duduk di sebelah Ali sedang santai menghisap rokoknya.

"Gue enggak menyangka mereka setega itu sama Prilly." Ali menahan emosinya setelah Ira menceritakan bagaimana kelakuan Wisnu dan Nelly di belakang Prilly selama ini.

"Bagaimana membongkar kebusukan dia di depan mata Prilly, lebih bagus lagi jika di depan orang tua Prilly sekalian. Lo bisa dapat poin plus." Ira menuang vodka ke sloki yang berada di depannya.

"Lo bantu gue, atur jadwal Wisnu biar punya tujuan terbang bareng gue sama Prilly. Gue nanti yang atur jadwal Nelly ikut di pesawat lain dengan tujuan yang sama." Ali menenggak habis vodka di sloki itu.

"Terus soal orang tua Prilly bagaimana?"

"Biar gue yang urus. Yang penting lo urus dulu jadwal Wisnu."

Ali tersenyum miring mengingat bagaimana waktu itu Prilly meninggalkannya dan lebih memilih Wisnu.

"Oke, kita bergerak cepat sebelum benih lo jadi kecambah," sahut Ira melirik, Ali seketika terbahak mengingat bagaimana bodohnya yang tidak dapat mengendalikan nafsu hingga merenggut kesucian Prilly.

"Lo tenang aja, sperma gue tahu, dia enggak akan berkembang sebelum urusan ini selesai," ujar Ali asal, mereka melepas tawa hingga terbahak-bahak.

"Anjirrrrrtttttt, gila! Enggak nyangka lo seperti itu." Ira menepuk bahu Ali lalu mengambil jadwal penerbangannya.

"Besok selasa, Wisnu flight ke Kamboja. Dia satu jadwal dengan Dimas," jelas Ira melihat jadwal flight dari maskapainya.

"Selasa pagi gue berangkat ke Kamboja. Nanti biar Nelly ikut di penerbangan belakang, setelah pesawat gue." Ali seperti memiliki jalan untuk memuluskan rencananya itu.

***

Ali POV

Pagi ini benar-banar kesabaranku diuji. Bagaimana tidak? Calon mertuaku judes sekali saat bertemu denganku di lobi bandara. Awas saja nanti setelah sampai di Kamboja. Maafkan aku, Sayang, bidadari burung besiku, aku akan menunjukan siapa sebenarnya orang yang kamu pilih dan siapa sebenarnya sahabatmu itu.

Sesampainya di Kamboja, selesai puas menemani bidadariku tidur semalam, aku langsung pergi ke lobi hotel. Aku melihat papa Prilly sedang menunggu di lobi. Ini kesempatanku untuk PDKT sama camer. Saat aku ingin melangkah menghampiri Om Wibowo, ponselku berdering. Aku melihat si Ira menelepon. Aku menggeser tombol hijau.

"Apa, Kampret?"

"Sialan, ditelepon bukannya menanyakan kabar malah ngatain."

Aku terkikik mendengar omelan Ira dari seberang.

"Gimana posisi, aman?" Aku bertanya tanpa mata terlepas memandang Om Wibowo.

"Wisnu menginap di seberang hotel tempat lo nginep."

Aku menyapu pandanganku ke arah seberang.

"Oke, terus apa yang harus gue lakukan sekarang?"

"Dimas sedang mengawasi Wisnu. Posisi mereka sekarang ada di restoran tidak jauh dari tempat kalian. Lo harus bergerak cepat, sebelum Wisnu dan Nelly pergi."

"Oke, makasih, sepasang kekasih yang selalu bisa diandalkan kalian."

Saat aku tidak mendengar lagi sahutan Ira, segera aku putuskan telepon kami, lalu menghampiri Om Wibowo.

"Selamat pagi, Om," sapaku sopan setelah berdiri di sampingnya.

Om Wibowo melihatku dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dia pikir aku setan? Sampai dilihat seperti itu. Ck! Dasar camer papa.

"Apa kamu Kapten Ali?"

Yah, ini orang malah tanya. Ya iyalah aku Kapten Ali. Memang siapa?

"Iya, saya Ali, Om," jawab ku tegas.

"Kapten Ghailan Ali Khadafi?" tanya Om Wibowo seperti melihat artis saja.

"Iya, Om, itu nama saya."

"Akhirnya saya bisa langsung bertemu dengan Anda, Kap. Bertahun-tahun saya hanya bisa mengenal Anda dari rekan bisnis saya dan melihat dari foto. Sekarang pilot muda dan berbakat ini ada di depan mata saya," puji Om Wibowo padaku.

"Oh, begitu, ya, Om. Wah, saya padahal sudah tahu Om lama loh. Tapi Tuhan baru mempertemukan kita saat ini, Om," alasanku sekadar basa-basi.

Tahu Om Wibowo saja baru tadi pagi setelah diberi tahu Prilly. Bohong dikit tidak apa-apa, untuk kebaikan bersama.

"Iya, Kap, hari ini cerah, bagaimana kalau kita jalan-jalan bersama. Agar kita lebih akrab," ajak Om Wibowo sangat welcome menerimaku.

Berbeda jauh dengan lion betina itu. Ck! Awas saja, lama-lama juga bakalan luluh dia.

Oke, kesempatan tidak datang dua kali. Ayo, Ali, kamu harus bisa mengambil momen yang pas untuk memperlihatkan, bahwa dirimu lebih unggul dari Wisnu.

"Oke, Om, kita mau jalan-jalan ke mana nih?"

"Om juga kurang paham wisata yang bisa dikunjungi di negara ini."

"Kalau begitu kita ke Kuil Angkor Wat dulu bagaimana? Di sana salah satu tempat bersejarah di negara ini, Om." Aku berusaha akrab dengan camerku.

"Baiklah, setelah dari Kuil Angkor Wat kita ke mana lagi?"

Aku berpikir sejenak. Aku memang sudah sering mendatangi negara ini saat flight. Jadi, sedikit banyak sudah tahulah, tempat wisata di sini.

"Kita ke Istana Raja dan Silver Pagoda bagaimana, Om?" usulanku, semoga dia mengiyakan.

"Boleh. Tapi Om juga pengin liburan ke pantai. Menikmati hamparan lautan biru dan pasir putih."

"Tenang, Om, di sini ada Bali-nya Kamboja. Ada Sokha Beach, Independent Beach, Long Beach, Serendipity Beach dan Otres Beach. Om mau pilih yang mana. Saya siap antar."

"Oke, kita tunggu bidadari-bidadari Om dulu, ya?"

Sambil menunggu bidadari burung besiku dan Tante Lion turun, aku dan Om Wibowo mengobrol. Kesempatan bagus ini, untuk PDKT sama calon papa mertua. Saat aku sedang asyik bercanda dengan Om Wibowo, tiba-tiba suara merdu menyapaku.

"Selamat pagi, Kap," sapa Prilly yang sudah berdiri di depanku dan Om Wibowo.

"Selamat pagi, Prilly," balasku dengan senyuman yang sangat manis.

"Ali ini pilot kamu kan, Ly?" tanya Om Wibowo sambil menepuk lenganku.

"Iya, Pa, Kapten Ali memang pilot Ily," jawab Prilly sambil tersenyum manis.

Aish, wanitaku ini ternyata pintar juga bersandiwara di depan orang tuanya. Bisa-bisanya kita seperti orang yang baru saja mengenal. Tanpa Om dan Tante tahu, gawang pertahanan kalian sudah aku bobol dulu. Aku melirik Tante Lion yang seperti tidak nyaman dengan obrolan kami. Tante Lion, masih saja pasang wajah judes. Coba saja, lihat nanti kalau tahu calon menantu pilihannya cingkuh di belakang anaknya, bagaimana? Apalagi dia cingkuhnya sama sahabat anaknya. Masihkah Tante Lion bakalan angkuh sama aku?

"Kapten Ali sudah sarapan? Kalau belum kita cari tempat untuk sarapan bersama dan seperti yang sudah kita rencanakan tadi," ajak Om Wibowo merangkulku.

Wah, rejeki anak soleh. Kesempatan memang, ya, kalau anak soleh dan sabar itu, Allah selalu berikan jalan untuk melancarkan hal yang baik. Maafkan saya, Om, Tante, maafin aku, Sayang, ini aku lakukan demi kebaikan kita bersama, agar menjadi satu keluarga yang lengkap dan harmonis. Amin.

"Rencana apa, Pa?" sahut Tante Lion cepat.

Aku hanya diam. Ada getaran dari ponselku. Lalu aku merogohnya di saku celana. Aku melihat, ternyata BBM dari Dimas.

Li, bergerak sekarang. Wisnu dan Nelly sedang sarapan di restoran depan hotel lo tempatin.

Aku menghela napas panjang sebelum memulai pembongkaran ini. Dimas itu pacar Ira. Dia copilot di kepala singa. Mereka pasangan yang serasi dan kompak. Dimas pria bertanggung jawab, dewasa, dan bisa menjaga Ira dengan baik.

"Jalan-jalan bersama Kapten Ali. Berkeliling Kamboja," kata Om Wibowo menjawab pertanyaan Tante Lion. Sambil merangkul bahuku, kami berjalan mendahului Tante Lion dan Prilly.

"Kita mau makan di mana, Li?" tanya Om Wibowo ketika kami sudah keluar dari hotel.

"Restoran paling dekat saja, ya, Om?"

"Baiklah, Om percaya sama kamu."

Kami berjalan menuju restoran yang ditunjukan Dimas. Sesampainya di dalam, aku mengedarkan pandangan mencari keberadaan Dimas.

Aku melihat Dimas duduk tak jauh dari meja Wisnu dan Nelly. Aku tersenyum tipis saat Dimas melihatku.

Jaga cewek lo, jangan sampai bikin malu.

Pesan Dimas lewat BBM.

Thank you very much, Brother.

Balasku tersenyum miring ke arah Dimas yang masih melihatku, dia sedang menikmati secangkir minuman panas. Aku merasakan aura negatif di sekelilingku. Aku melirik Om Wibowo, rahangnya sudah mengeras. Buset, keluarga lion siap menerkam mangsanya. Lebih baik aku diam, menjadi penonton saja.

"Apa itu pilihanmu, Ily?" tanya Om Wibowo mengepalkan tangannya saat melihat Wisnu menyuapi Nelly. Mereka tampak mesra.

Yang aku bingung, kenapa Prilly tidak tahu jika Wisnu juga flight ke Kamboja? Apa Wisnu tidak mengabari Prilly? Atau Prilly juga tak memberi tahu Wisnu? Ah, sudahlah! Memikirkan itu kepalaku jadi pusing. Itu urusan mereka, terpenting urusanku sekarang menunjukan kebusukan Wisnu dan Nelly.

Aku melirik ke belakang, melihat wajah Tante Lion yang tadinya judes, kini terlihat garang dan siap menerkam. Aku melirik wanitaku, dadanya kembang kempis, aku yakin dia menahan emosinya.

Asal kalian tahu, sebelum aku dan Ira merencanakan ini semua, aku sudah pantau Wisnu dan Nelly, jauh sebelum aku merenggut kesucian Prilly. Saat Prilly memutuskan untuk memilih Wisnu, jujur hatiku sangat hancur dan kacau. Hanya Ira satu-satunya orang yang aku tuju saat itu. Dari situ aku tahu bagaimana kebusukan Wisnu dan Nelly selama ini.

Gila! Wisnu dan Nelly sungguh manusia yang tidak memiliki hati nurani dan kejam. Beraninya mereka menusuk orang yang sudah tulus kepada mereka. Jadi, jangan salahkan aku jika selama ini masih gencar mengejar cinta Prilly. Aku tidak ingin mereka mengkhianati pengorbanannya selama ini.

Seperti yang sudah aku duga, pertumpahan darah pun terjadi. Aku baru kali ini melihat Prilly semarah itu. Tante Lion juga tidak ingin kalah. Dia sempat menyiram wajah Wisnu dan Nelly dengan air putih. Dih, Tante Lion ganas juga, ya?

Berbeda dengan dua lion betina yang sedang keluar taring dan tanduknya, Om Wibowo bisa lebih tenang menghadapi itu. Walau aku yakin, sebenarnya dia menahan emosinya. Om Wibowo mengambil ponselnya, aku dengar dia membatalkan semua bisnis yang bersangkutan dengan keluarga Wisnu.

Buset, ternyata ini di luar dugaanku. Jika Ira ada di sini, aku yakin pasti dia sudah tertawa puas karena hasil kerja kerasnya sukses besar. Aku melirik Dimas yang duduk santai sambil menikmati makanannya. Gila tuh anak! Bisa-bisanya bersikap tak acuh dan tidak mau tahu. Padahal ini juga ulah dia. Ck! Dasar laki Ira, sama saja dengan Ira. Sikapnya EGP sama orang lain yang tidak mereka kenal dekat.

Om Wibowo mendekat dan aku mengikutinya. Aku berdiri tepat di belakang Prilly, melihat tubuhnya semakin lunglai, firasatku sudah tidak enak nih. Benar saja, dia tiba-tiba lemas. Sebelum tubuhnya jatuh di lantai, segera aku menangkapnya dan membopong keluar dari restoran. Aku tidak peduli lagi dengan tatapan semua orang yang ada di situ. Aku melihat Dimas mengejarku.

"Li!" panggil Dimas setelah kami keluar dari restoran.

"Lo cari taksi atau apalah yang bisa antar gue ke hotel, segera." Aku meminta Dimas dengan perasaan cemas masih membopong Prilly yang tidak sadarkan diri.

Dimas mencari kendaraan umum yang sering digunakan masyarakat Kamboja, yaitu tuk-tuk. Kendaraan ini jika di Indonesia semacam bajaj, tapi lebih lebar dan terbuka.

Gila, Dimas pikir aku apaan suruh naik beginian. Buset, sembarangan saja nih orang.

"Li, buruan naik, enggak pegel tuh tangan?"

"Gila! Gue suruh naik beginian. Masyaallah, Dimas, turun harga diri gue. Taksi atau seminim-minimnya angkot," tolakku yang sebenarnya memang sudah merasa pegal membopong Prilly.

"Daripada lo jalan. Sini situ saja, jarak dekat. Di sini bukan Jakarta, Li, sudah ayo masuk!"

Akhirnya dengan rasa yang sangat terpaksa aku naik tuk-tuk. Setelah kendaraan itu berhenti di depan lobi hotel, segera aku turun lalu membawa Prilly naik ke kamarnya. Aku sudah tidak peduli uang berapa yang Dimas keluarkan, yang pasti saat ini aku harus segera menyadarkan Prilly.

Aku menidurkan Prilly di ranjang, saksi pergulatanku dengannya semalam. Dia masih saja belum sadar. Aku melepas alas kaki yang dia pakai.

"Maaf, aku lakukan ini untuk mengungkap kebenaran. Aku tidak ingin melihatmu dipermainan sahabat sekaligus tunanganmu." Aku berbisik di telinganya, lalu mencium kening Prilly.

Aku mencari minyak angin di tas khusu P3K yang selalu Prilly bawa. Setelah mendapatkannya, aku menciumkan aroma minyak itu di depan hidung Prilly. Tante Widya dan Om Wibowo datang, langsung masuk kamar. Untung saja aku sedang tidak khilaf.

"Bagaimana, Kap? Apa dia baik-baik saja?" tanya Om Wibowo mencemaskan keadaan Prilly.

"Dia hanya pingsan, Om," jawabku menoleh Om Wibowo dan Tante Widya yang berdiri di belakangku.

"Bangun, Sayang, aku ada di sini," bisikku sangat pelan tepat di telinga Prilly, untuk segera menyadarkannya.

Aku melihat bola matanya bergerak, perlahan dia membuka mata. Saat dia melihatku, tanpa menunggu waktu lama, langsung memeluk erat. Aku bingung harus bagaimana. Jika aku balas pelukannya, nanti mereka curiga dengan kedekatanku dan Prilly selama ini. Aku melirik Om Wibowo, dia melihatku lalu menarik tangan Tante Widya mengajaknya keluar dari kamar.

Memang calon papa mertuaku itu sangat pengertian. Berbeda sekali sama calon mama mertuaku. Setelah mereka keluar, aku membalas pelukannya dan menciumi pucuk kepala Prilly. Agar dia lebih tenang.

"Menangislah sepuasmu agar hatimu lega. Tapi, setelah ini jangan pernah menangis lagi. Akan aku ubah air mata kesedihanmu dengan air mata bahagia," kataku mengelus punggungnya. Dia semakin terisak dan mengeratkan pelukannya.

Yang membuatku yakin selama ini untuk mengejar cinta Prilly kembali adalah dorongan dari pesan Sujiwo Tedjo dan Irine.

Jangan sengaja pergi agar dicari
Jangan sengaja lari agar dikejar
Berjuang tak sebercanda itu.
-Sujiwo Tedjo-

Jangan baru mencari saat sudah telanjur pergi
Jangan baru mengejar saat sudah jauh berlari
Menunggu tak seasyik itu
-Irine-

#############

Bagaimana rasanya menunggu?
Hihihihihihi
Apa ada yang merindukan diriku?
Yang pasti tidak ada. Kalian hanya merindukan Ebie, Nona buah-buahan dan pilot don juan, kan? Part ini khusus flashback.

Makasih untuk vote dan komennya.
Miss you all.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top