L.I.F.E (18)
Tangan Wibowo mengepal hingga buku-buku tangannya memutih, rahangnya mengeras, dan matanya menyalang amarah. Pandangan Prilly mengabur dan dadanya terasa sesak. Hati Widya bergemuruh panas, ingin rasanya memuntahkan lahar yang sudah penuh di dalam hatinya. Ali yang berdiri di samping Wibowo hanya diam dan ikut melihat kemesraan sepasang anak manusia yang sedang dimabuk cinta itu.
"Nelly ...." Prilly tak kuasa menahan air mata dan sakit hati ketika sahabatnya sendiri menusuk dari belakang.
Prilly berjalan perlahan menghampiri mereka, sedangkan Wibowo, Widya, dan Ali masih mematung di tempat. Sesampainya Prilly di samping meja itu, mata Nelly dan Wisnu terbuka sempurna.
"Prilly," desis mereka bersama.
Air mata Prilly jatuh tak tertahankan. Sakit hatinya bukan karena Wisnu menduakannya. Namun, mengapa Wisnu melakukan itu dengan sahabatnya? Sedangkan Nelly sendiri juga tahu bagaimana hubungannya dengan Wisnu. Nelly dan Wisnu berdiri tampak terkejut dan sudah tertangkap basah tak bisa lagi menyangkalnya.
"Apa ini yang kalian lakukan di belakang gue?" tanya Prilly menatap tajam ke arah Wisnu dan Nelly bergantian.
Wisnu menunduk sedangkan Nelly ingin menggapai tangan Prilly, dengan cepat Prilly menepisnya.
"Apa ini yang sudah kalian lakukan di belakang gue? Lo, Nel ...," Prilly menunjuk tepat di depan wajah Nelly dengan tatapan membunuh, "lo tahu bagaimana gue selama ini menunggu Wisnu dan lo juga tahu bagaimana gue selalu menjaga hati untuk dia. Lo sok-sokan baik nasihati gue, enggak tahunya lo khianati gue!" Prilly menekan setiap kata dan mendorong bahu Nelly dengan telunjuknya.
Wisnu yang melihat kekasihnya diperlakukan seperti itu merasa tidak terima lalu menggapai lengan Nelly lembut dan merengkuhnya.
"Jangan sakiti dia." Wisnu berkata datar tanpa ada rasa bersalah dan berdosa.
"Oh, jadi begini cara kalian memperlakukan gue? Okay fine! Ambil saja, gue enggak butuh laki-laki pecundang dan enggak berani berkata jujur, seperti dia!" Prilly menunjuk wajah Wisnu dengan tatapan amarah yang sudah membara.
"Prilly, gue bisa jelasin sama lo. Gue ... gue ... gue ...."
"Kita saling mencintai," sambung Wisnu cepat melengkapi ucapan Nelly.
Nelly menoleh, menatap Wisnu tak percaya bahwa dia akan mengungkap kejujuran itu. Nelly merasa tidak enak hati karena sudah mengkhianati sahabat yang selama ini sudah terlalu baik kepadanya. Air mata penyesalan Nelly tidak lagi mampu meluluhkan dan menghapus rasa kecewa Prilly saat ini. Kejujuran Wisnu tersebut membuat Widya dan Wibowo yang mendengar pertengkaran itu shock.
Prilly tersenyum miring, dia menghapus air matanya kasar dan bertepuk tangan. Seakan dia menertawakan dirinya sendiri yang bodoh karena mempercayai lelaki pecundang macam Wisnu dan sahabat pengkhianat seperti Nelly.
"Gue bersyukur Tuhan menunjukan siapa kalian sebenarnya di saat yang tepat. Di mana gue merasa bimbang dan ragu. Tuhan menunjukan jalannya," ujar Prilly lalu tertawa getir menahan sakit di dadanya.
Wibowo yang melihat anak perempuan satu-satunya dipermainkan seperti itu tidak tinggal diam. Dia mengambil ponselnya di saku hem, detik itu juga dia membatalkan semua bisnis yang sedang dijalaninya bersama keluarga Wisnu lalu memutuskan pertunangan Wisnu dan Prilly.
Ali yang mendengar keputusan Wibowo tersenyum penuh kemenangan dalam hati. Widya yang sudah merasa sangat kecewa lalu menghampiri meja Wisnu dengan langkah lebar, mengambil segelas air putih dan menyiramkan tepat di wajah Wisnu dan Nelly.
"Tante tidak habis pikir kalian tega berbuat seperti ini di belakang Ily, Nelly, Wisnu?" Widya menatap tajam kedua orang di depannya.
Wibowo menahan malu karena kekacauan tersebut, membuat mereka menjadi pusat perhatian orang-orang di restoran itu. Wibowo dan Ali menghampiri meja Wisnu.
"Padahal aku sudah memilihmu dan Tante sekarang menyesal!" Widya menangis tak tertahankan dengan perasaan sakit yang mendalam.
Pasalnya selama ini Widya sudah merasa cocok dengan Wisnu dan kedekatannya dengan mama Wisnu juga sudah terjalin sangat akrab.
"Maaf, Tante, Wisnu sudah lama mencintai Nelly, jauh sebelum Wisnu dipindahkan tugas di luar negeri." Tanpa merasa berdosa Wisnu mengungkap kejujuran di depan orang tua Prilly.
"Jadi, selama ini kalian menjalin hubungan di belakang gue? Ini alasan lo selalu menolak jika satu schedule sama gue, Nel!" Prilly berteriak tepat di wajah Nelly sehingga Nelly merasa ketakutan. Wisnu yang melihat Nelly ketakutan semakin memeluk tubuhnya erat.
"Jawab! Gue butuh penjelasan dari kalian!" Prilly sudah tidak dapat lagi menahan emosinya. Matanya menyalang api yang membara.
Wisnu yang melihat amarah Prilly hanya bisa diam, merasa bersalah sudah memberi harapan palsu. Nelly menangis sesenggukan di pelukan Wisnu. Tangan Prilly mencengkeram kuat kain putih penutup meja yang ada di depannya, sebagai penahan emosi.
"Ma-maaf ... maaf ... gu-gue mencintai Wisnu sudah lama, jauh sebelum kalian menjalin kasih."
Final! Kejujuran Nelly membuat lutut Prilly seketika lemas dan kepalanya pusing. Jadi, selama ini seseorang yang selalu Nelly ceritakan kepada Prilly sebagai kekasihnya adalah kekasih Prilly juga. Oh, Nelly, kamu benar-benar sahabat yang tidak tahu malu. Air mata kekecewaan Prilly kepada sahabatnya kembali meleleh. Dia meremas baju di dadanya. Merasakan sesak yang luar biasa. Pandangannya semakin mengabur, Ali yang berdiri tepat di belakang Prilly menyadari itu lalu menopang bahunya.
Prilly menekan-nekan dadanya yang sudah terasa sesak dan sulit bernapas. Kepalanya semakin pusing, semakin lama pandangannya berkunang-kunang, hingga dia tak sadarkan diri. Ali dengan sigap meraih tubuh Prilly, mengangkatnya keluar dari restoran. Saat Nelly berniat untuk mengejar, Widya menahan, "Stop!"
Nelly seketika mematung menatap nanar punggung Ali yang semakin jauh membawa Prilly keluar dari restoran itu. Wisnu yang melihat keadaan Prilly hingga seperti itu, ada rasa bersalah dan menyesal di dalam hati kecilnya. Namun, bagaimana lagi jika cintanya kepada Prilly sudah luntur dan tahta Prilly di hatinya tergeser karena kehadiran Nelly. Saat ini cuma Nelly yang menguasai isi hati Wisnu. Wisnu sadar jika cinta tidak bisa dipaksakan.
Tanpa mengucap satu kata pun Widya dan Wibowo pergi mengejar Ali yang sudah lebih dulu membawa Prilly. Nelly dan Wisnu hanya dapat mematung, melihat kepergian Widya dan Wibowo.
Sesampainya di hotel, Ali menidurkan Prilly di ranjang. Ali melepas alas kaki Prilly, mengelus lembut rambutnya, penuh kasih sayang.
"Maaf, aku lakukan ini untuk mengungkap kebenaran. Aku enggak mau melihatmu dipermainan sahabat sekaligus tunanganmu," ucap Ali lalu mencium kening Prilly.
Ali mencari minyak angin di tas khusu P3K yang selalu Prilly bawa. Setelah mendapatkannya, Ali menciumkan aroma minyak itu di depan hidung Prilly. Widya dan Wibowo baru saja datang, langsung masuk ke kamar Prilly.
"Bagaimana, Kap? Apa dia baik-baik saja?" tanya Wibowo mencemaskan keadaan Prilly.
"Dia hanya pingsan, Om," jawab Ali menoleh kepada Wibowo dan Widya yang berdiri di belakangnya dengan wajah khawatir.
"Bangun, Sayang, aku ada di sini," bisik Ali sangat pelan tepat di telinga Prilly.
Widya yang melihat perlakukan Ali kepada Prilly merasa curiga. Apalagi melihat sikap Ali tadi saat Prilly pingsan. Ali yang sudah biasa menangani hal seperti itu berusaha terlihat tenang walau di dalam hatinya sangat mencemaskan Prilly.
Perlahan Prilly membuka mata, melihat Ali yang duduk di tepi ranjang lalu memeluknya erat. Prilly tidak menyadari jika Widya dan Wibowo berada di situ. Dia menangis sesenggukan di pelukan Ali. Ali yang bingung, lalu melirik Wibowo dan Widya. Wibowo menyadari hal itu, lalu mengajak Widya keluar dari kamar. Awalnya Widya menolaknya, tetapi Wibowo memaksa, menarik tangan Widya ke luar kamar. Wibowo menutup pintu kamar, lalu mengajak Widya ke kamar mereka.
"Ih, Papa apa-apaan sih! Memang Mama truk gandeng yang perlu digandeng ke mana-mana?" gerutu Widya sebal karena ulah suaminya itu.
Wibowo diam, dia sedari tadi menahan emosinya. Wibowo duduk di sofa, mengecek semua email yang masuk di ponselnya. Semua bisnis yang melibatkan dirinya dengan keluarga Wisnu diputuskan.
"Papa, enggak takut ninggalin Prilly sama pilot tadi?" tanya Widya ikut duduk di samping Wibowo.
"Kenapa harus takut? Papa tahu dia sudah lama, tapi baru bertemu dan kenal tadi pagi, tidak sengaja bertemu di lobi," jawab Wibowo santai.
"Papa tahu dari mana soal dia?" Widya merasa sangat penasaran kepada Ali.
"Dari prestasi dia dong, Ma. Founder maskapai tempat dia bekerja salah satu rekan bisnis Papa. Kapten Ali salah satu pilot muda andalan mereka. Prestasinya tidak diragukan lagi. Posisinya sebagai pilot terbaik hingga saat ini belum ada yang menggeser. Papa suka dengan anak itu," jawab Wibowo yang sebenarnya sudah lama mengincar Ali, karena setahu dia Prilly sudah memiliki kekasih, maka dari itu Wibowo hanya diam.
"Tapi Mama belum ada feeling sama dia," sahut Widya melipat kedua tangannya.
"Terserah Mama, yang penting Papa sudah punya feeling sama dia." Wibowo berdiri lalu masuk ke kamar mandi.
"Idih, si Papa, tidak semudah itu memetik bunga seindah mawar, Pa. Mama akan mengujinya dulu. Mama enggak mau kecewa untuk kedua kalinya!" teriak Widya terdengar hingga kamar mandi.
"Terserah Mama!" Wibowo membalas dengan teriakan dari dalam kamar mandi.
Prilly masih saja menangis sesenggukan di pelukan Ali. Ali mengusap kepalanya pelan, memberikan kenyamanan dan ketenangan untuknya. Setelah Prilly merasa lebih tenang, Ali merebahkan lagi dan mengambilkan air minum untuknya.
"Minum dulu, ya? Biar kamu bisa lebih tenang." Ali membantu Prilly duduk dan mengarahkan gelas di depan bibir Prilly.
Prilly minum air itu, dengan tatapan yang tidak lepas dari wajah Ali. Senyum yang Ali pasang membuatnya merasa lebih tenang.
"Terima kasih," ucap Prilly lembut lalu kembali merebahkan tubuhnya.
"Kamu tidur, ya? Nanti sore kita persiapan flight." Ali mengelus rambut Prilly.
"Kamu jangan tinggalin aku, ya? Aku enggak mau sendiri," pinta manja Prilly.
"Iya, Sayang, aku akan tetap menemanimu." Ali mencium bibir Prilly singkat, membuat hati Prilly menghangat.
***
Ali dan Prilly sibuk mempersiapkan penerbangan untuk kembali ke Indonesia. Dari briefing soal cuaca hingga mengecek keadaan pesawat, mereka lakukan bersama dengan kru yang lain.
"Purser, tolong cek bagasi dan perlengkapan di kabin," perintah Ali yang selalu berusaha profesional saat mereka bertugas.
"Baik, Kap," jawab Prilly lalu membagi tugas dengan crew cabin yang lainnya.
Setelah semua siap, kini waktunya boarding. Seluruh crew cabin bersiap memasang senyum simetris termasuk Prilly. Walau suasana hatinya sedang tidak baik, dia harus menebar senyum tulus dan ramah tamah kepada penumpang. Ini adalah salah satu tugasnya.
"Selamat datang," sapa Prilly sangat ramah dan senyum yang sangat manis saat menyambut sepasang orang paruh baya itu.
"Terima kasih, Purser, primadona Rajawali Airline," jawab Wibowo menggoda anak perempuannya.
"Ah, Papa bisa aja," ucap Prilly malu.
"Papa mau merasakan terbang bersama burung besi yang dikendalikan calon mantu."
Prilly terkekeh mendengar gurauan papanya. Setidaknya perasaan Prilly tak sekacau tadi. Dia sudah sedikit membaik, berkat dukungan Ali dan orang tuanya.
"Hidih, Mama enggak setuju. Calon mantu dari mana?" sangkal Widya menjaga image
"Calon mantu pilihan Papa dong. Memang calon mantu pilihan Mama, yang pengkhianat itu," sahut Wibowo membuat Widya terdiam.
Prilly mengulum senyum saat melihat perdebatan kecil orang tuanya tersebut.
***
Ira yang sedang bercanda gurau bersama Selvi di ruang tengah terkejut saat Ali yang masih memakai PDH pilot tiba-tiba menghempaskan tubuhnya di tengah mereka. Ira dan Selvi diam memerhatikan Ali senyam-senyum tidak jelas.
"Lo masih waras kan, Li?" tanya Ira memegang kening Ali.
"Gue udah gila karena lo, Ira," jawab Ali tersenyum manis kepada Ira.
Ira yang melihat senyum itu justru merasa jijik karena tidak biasanya Ali seperti itu.
"Rencana kita berhasil." Ali berkata sambil tertawa puas.
"Oh, iya? Terus bagaimana ceritanya kemarin?" Ira sangat antusias, ingin mendengarkan cerita dari Ali.
Selvi yang sudah tahu rencana gila Ira dan kakaknya hanya diam dan ikut merasa bahagia. Karena kebenaran yang selama ini Wisnu sembunyikan akhirnya terungkap juga. Dulu saat Selvi tahu cerita dari Ira bagaimana kelakuan Wisnu di belakang Prilly, sempat emosi dan sangat mendukung rencana itu.
"Wah, sayang banget, gue ketinggalan adegan seru dong kemarin. Nyesel enggak ikut mendampingi terbang ke Kamboja," kata Ira menyesal karena tidak langsung melihat adegan itu sendiri.
"Tapi, lo sudah kerja rapi dan gue puas dengan pekerjaan itu," ujar Ali mengacak rambut Ira.
"Gue lakukan itu demi lo, Li. Paling enggak suka lihat cewek dipermainkan, apalagi orang itu jelas sudah baik dan setia ..."
"Yang pasti sebelum kenal kamu, Prince." Selvi melanjutkan ucapan Ira lalu mereka tertawa bersama.
"Berarti kalian harus mengakui, jika pesona gue mampu membuat semua wanita takluk dan memuja," ucap Ali bangga membuat Ira dan Selvi muak dan pura-pura muntah. Ali tertawa melihat sikap mereka itu.
"Mbak Bie di mana?" tanya Ali yang tidak melihat Ebie dari tadi.
"Lagi galau," jawab Ira.
"Galau kenapa?"
"Lihat aja sendiri di belakang," kata Selvi menunjuk dapur dengan dagunya.
Ali berdiri lalu mencari Ebie di dapur, tetapi tidak ada. Dia berjalan ke belakang rumah, ternyata yang dicari sedang duduk sendiri di kursi menghadap kolam renang. Ali ikut duduk di sebelah Ebie.
"Mbak Bie, kenapa?" tanya Ali lembut.
"Mas Prince, Ebie sedang sedih," jawab Ebie manyun.
Ali yang melihat wajah Ebie seperti itu rasanya ingin tertawa, tetapi dia tahan. Karena Ali baru kali ini melihat Ebie sedih, tapi lucu baginya.
"Sedih kenapa?" tanya Ali bingung.
"Kucing Ebie gagar otak, gara-gara main di jalanan dan ketabrak mobil."
"Terus?"
"Sekarang mati."
"Kalau sudah mati, ya, mau bagaimana lagi, Mbak Bie?"
"Beliin yang baru, Mas Prince," pinta Ebie manja sambil menangis dan menarik ujung PDH Ali.
"Ya, nanti kita ke petshop cari kucing baru, ya?"
"Serius, Mas Prince? Enggak bohong, kan?" tanya Ebie terlihat senang. Ali mengangguk, lalu Ebie berdiri dan loncat-loncat kegirangan.
"Makasih, Mas Prince," ucap Ebie memeluk Ali. Ali tersenyum dan membalas pelukan Ebie.
"Sekarang tolong buatin saya susu dan antar ke kamar. Saya tunggu di kamar, ya?" Ali berdiri mengacak rambut Ebie.
Perlakuan manis Ali itu membuat Ebie kehabisan oksigen dan napasnya tersengal. Dadanya seketika sesak.
"Oh, my God, apa tadi Mas Prince mengusap kepalaku? Oh, ini bukan mimpi, kan?" tanya Ebie pada dirinya sendiri.
Ali yang masih dapat mendengar kata-kata Ebie itu hanya tersenyum dan menggeleng.
#########
Kalian melupakan peran Nelly, ya? Sahabat Prilly. Semoga masih ingat. Semoga Ali bisa meluluhkan hati Momsky. Behhh! Momsky kecolongan. Mawarnya udah kepetik duluan. Wleeeekkkk!
Makasih vote dan komennya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top