L.I.F.E (16)

Wanita seksi memakai seragam pilot pas bodi, menampakan lekuk tubuhnya yang seperti gitar Spanyol berjalan menyusuri koridor bandara. Wajah wibawa sebagai copilot selalu mengangguk membalas sapaan dari bawahannya. Ira kali ini akan mendampingi penerbangan ke bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh. Senyum mengembang saat Ira bertemu dengan rekan pilotnya.

"Bagaimana, Kap Wisnu? Apa sudah siap saya dampingi untuk menerbangkan pesawat?" tanya Ira berdiri di depan Wisnu.

"Jangankan menerbangkan pesawat, jika Anda bersedia, saya akan menerbangkan hati Anda," jawab Wisnu mencoba merayu Ira.

Mereka pun terkekeh bersama. Ini sudah sekian kalinya mereka dipertemukan di satu penerbangan. Ira berjalan lebih dulu masuk ke kokpit, diikuti Wisnu. Berbagai persiapan sudah diselesaikan, kini saatnya Wisnu dan Ira mulai menerbangkan burung besi berlogo kepala singa itu.

Saat di ketinggian 6,000 kaki di atas permukaan laut, Ira bernapas lega karena pesawat dalam keadaan stabil.

"Bagaimana hubunganmu dengan pramugari itu?" tanya Ira basa-basi memecah keheningan di antara mereka.

"Biasa," jawab Wisnu santai.

Ira tersenyum miring melihat sikap Wisnu yang dingin dan penuh rahasia. Ira menghela napas panjang lalu kembali fokus pada panel yang ada di depannya.

***

Di kamar yang luas, Widya lemah dan wajahnya pucat. Dia berbaring di ranjang, berbalut bed cover hingga sebatas leher. Prilly yang baru saja pulang dari flight, begitu mendengar kabar mamanya sakit, dia langsung bergegas pulang ke rumah.

Prilly perlahan membuka pintu kamar orang tuanya. Dia mendekati Widya lalu mengecup keningnya. Bibirnya terasa panas karena menyentuh kulit kening Wid
ya.

"Ma, Ily pulang," bisik Prilly di sebelah telinga Widya.

Mata Widya perlahan terbuka, tersenyum kepada Prilly dengan bibir pucatnya.

"Kamu sudah makan?" tanya Widya lemah.

"Sudah. Mama makan, ya?" Prilly mengambil bubur yang ada di nakas. Dia tahu mamanya itu pasti belum makan karena bubur yang berada di mangkuk masih utuh.

"Lidah Mama terasa pahit."

"Tapi Mama harus makan."

"Mama enggak nafsu makan, Ily."

"Ayolah, Ma. Mama harus sembuh. Katanya mau ikut Ily flight ke Kamboja," rayu Prilly agar Widya mau makan.

Prilly membantu Widya bangun dan bersandar di kepala ranjang. Dia sangat telaten dan sabar menyuapi Widya. Hingga Widya menghabiskan seperempat mangkuk bubur.

"Sudah, Mama sudah kenyang. Tolong ambilkan obat Mama di laci nakas."

Melihat kondisi mamanya yang lemas, Prilly tidak tega meninggalkannya, padahal dia sudah memiliki janji dengan Ali untuk makan malam di luar.

"Ma, Ily keluar sebentar, ya?" ucap Prilly dijawab Widya anggukan.

Prilly keluar dari kamar, lalu mengambil ponselnya yang dikantongi. Dia mencari nomor Ali, menggeser tombol hijau bergambar telepon untuk memanggil. Beberapa detik dia menunggu, akhirnya mendapat jawaban.

"Halo, ada apa bidadari burung besinya Kapten Ali?"

"Kamu lagi ngapain?" tanya Prilly basa-basi karena sebenarnya dia merasa tidak enak hati jika membatalkan janjinya nanti malam.

"Sedang sibuk memikirkan kamu," jawab Ali sengaja menggoda, Prilly menahan senyumnya.

"Aku tanya serius," ujar Prilly terdengar manja membuat Ali yang mendengar dari seberang terkekeh.

"Aku juga serius cintanya Ali."

Oh, my God, apa yang dikatakan Ali tadi? Cintanya Ali? Kata Ali itu membuat hati Prilly seakan terbang dan bunga-bunga di taman hatinya bermekaran. Perutnya terasa seperti digelitiki, senyumnya mengembang tak dapat disembunyikan lagi.

Oh, pangeran burung besiku, kamu memang selalu bisa membuatku melayang dan terbang dengan kata cintamu. Prilly membatin sambil menggigit kukunya.

"Prilly, Sayang, apa kamu masih mendengarkanku?" timpal Ali lembut dan sukses membuat tulang lutut Prilly terasa gemetar, ingin rasanya berteriak saat itu juga.

Prilly menyandarkan tubuhnya di tembok kamar orang tuanya sambil memegangi dada karena jantungnya berdetak kencang, seperti hampir lepas. Prilly menahan napasnya sesaat, lalu mengembuskan perlahan.

"Sayang, kamu masih di situ, kan?" tanya Ali bernada lembut.

"I-iya! Aku masih mendengarmu," jawab Prilly hampir kehabisan oksigen, bengek akibat ucapan manis Ali.

"Aku pikir kamu pingsan," gurau Ali, dia lalu terkekeh.

"Enggaklah! Oh, iya, aku nanti malam enggak bisa dinner sama kamu. Mama sakit dan aku harus menjaganya, karena Papa masih di luar kota," jelas Prilly terlihat sedih karena Widya sakit dan kecewa lantaran batal makan malam bersama pujaan hati.

"Sudah dibawa ke dokter belum camerku?" tanya Ali membuat perasaan Prilly menghangat dan seketika rasa sedihnya terlupakan.

"Apaan sih kamu! Emang mamaku camer kamu?"

"Harus jadi dong. Kan, gawang pertahanannya udah aku bobol. Dia harus mengakui kekalahannya." Ali berkata santai membuat Prilly menahan tawa sekaligus malu.

"Iya, terserah kamulah! Maaf, ya, aku membatalkan janji kita. Next time kita dinner," tukas Prilly berniat meredakan kecewa Ali.

"Iya, aku bisa memahaminya. Masih ada waktu lain, Sayang, untuk kita dinner. Yang terpenting sekarang adalah kesehatan camerku."

"Iya sudah, aku mau menemani Mama dulu."

"Salam buat camer, ya? Bilang, calon mantunya berdoa agar dia cepat sembuh."

Prilly terkekeh. "Iya, salam buat pelayan seksimu, aku merindukan kesemokannya," balas Prilly, terdengar Ali tertawa lepas.

"Oke, Sayang, aku rindu sama buah pepayaku. Seharusnya aku sebelum tidur harus nyusu dulu biar sehat."

"Minta saja susu sama pelayan seksimu."

"Susunya enggak enak. Enak punya kamu." Ali tertawa puas, Prilly tersipu malu. Walau Ali tidak ada di depannya, tetap saja dia tersipu.

Sekarang Ali lebih berani membahas hal intip dengan Prilly. Seperti tanpa batas dan tak ada rasa sungkan. Toh mereka juga sudah saling melihat dan merasakan, kenapa harus malu membahasnya?

"Sudah ah! Jangan bahas itu lagi. Udah, ya? Aku temani Mama dulu."

"Baiklah, bidadari burung besinya Kapten Ali. I love you."

"Love you too."

Panggilan terputus. Prilly masih bersandar di tembok sambil memeluk ponsel. Senyum mengembang di bibirnya.

Oh, my God, lama-lama aku bisa punya penyakit jantung mendadak kalau begini terus. Dasar pilot don juan! teriakan hati Prilly.

Sebelum kembali masuk ke kamar orang tuanya, Prilly menarik napasnya panjang agar jantungnya berdetak normal. Dia embuskan perlahan, berulang-ulang kali. Setelah jantungnya berdetak normal, lalu dia membuka pintu, melihat Widya sudah tidur.

***

Ali menuruni tangga dengan senyum yang selalu mengembang di bibirnya. Setelah sampai di tangga terakhir, dia menoleh ke dapur. Ali semakin tersenyum dan menahan tawa saat memerhatikan Ebie yang sedang bernyanyi dangdut dan pantat semoknya bergeyal-geyol. Ali menahan tawa saat Ebie mengarahkan alat untuk mengulek bumbu pada bibirnya, seakan dia sedang menyanyi dengan mikropon. Dia menirukan ke centilan dan keseksian artis dangdut.

"Makan duren di siang hari,
paling enak dengan kekasih,
dibelah, Bang, dibelah ... enak, Bang, silakan dibelah." Ebie berlagu menirukan penyanyi dangdut Julia Perez.

Suara Ebie menggelegar di dapur, mungkin saja dia membayangkan jika dapur itu adalah dapur rekaman, tempat biasa orang merekam suaranya.

Ali memerhatikan Ebie semakin lama tidak bisa menahan tawanya, hingga dia melepaskan tawan. Ebie yang mendengar Ali tertawa lalu menoleh.

"Mas Prince, kenapa tertawa?" tanya Ebie polos.

Ali menghampiri Ebie sambil tertawa, membuat perutnya keram.

"Mbak Bie, ngapain nyanyi belah duren segala? Memang Mbak Bie pernah rasain belah duren?" tanya Ali menahan kali ini menahan tawanya.

"Yaelah, biar pun Ebie begini, tapi Ebie masih perawan ting ting, Mas Prince. Masih tersegel rapat," jawab Ebie asal, Ali semakin tertawa puas. "Terus aja Mas Prince tertawanya, sampai pegel tuh rahang," cibir Ebie lalu Ali mencoba menghentikan tawanya.

"Mbak Bie, tolong buatkan saya susu. Saya tunggu di ruang tengah, ya?" pinta Ali yang merasa pegal rahangnya karena tertawa terus.

"Siap, Mas Prince!" jawab Ebie cepat. "Oh, iya, Mas Prince, Ebie mau tanya."

"Tanya apa, Mbak Bie?"

"Mas Prince kan, sudah terbiasa minum susu, kalau enggak ada Ebie, Mas Prince sedang flight, terus siapa yang menyediakan susu buat Mas Prince?" tanya Ebie polos membuat Ali mengulum bibir, menahan tawa.

"Mbak Bie enggak usah khawatir, sekarang saya sudah punya susu khusus kalau sedang flight. Susunya lebih enak daripada susu Mbak Bie. Langsung minum dari tempatnya. Sambil tidur pun saya bisa menyusu," jawab Ali lalu tertawa meninggalkan Ebie yang terlihat berpikir keras mendengar jawaban majikannya itu.

"Susu yang bisa langsung diminum dari tempatnya? Susu apa, ya?" Ebie masih saja berpikir sambil mengetikkan jari di dagunya.

Setelah berpikir keras, Ebie tidak juga mendapat jawaban. Akhirnya dia melaksanakan perintah Ali, membuatkan susu sambil meneruskan bernyanyi dangdut.

"Jangan lupa mengunci pintu, nanti ada orang yang tahu. Pelan-pelan dibelah, enak Bang, silakan dibelah.
Semua orang pasti suka belah duren,
apalagi malam pengantin. Sampai pagi pun yo wis ben ...." Ebie bernyanyi sambil menirukan goyangan seksi Julia Perez.

Ali berjalan ke ruang tengah sambil tertawa, Selvi yang sedang menonton televisi menoleh dan mengerutkan keningnya.

"Kenapa kamu tertawa sampai begitu, Prince?" tanya Selvi heran.

Ali duduk di sebelah Selvi, mencoba menghentikan tawanya. Selvi yang melihat semakin bingung.

"Itu ... ngerjain Mbak Bie, juga ngetawain Mbak Bie. Habis dia aneh-aneh aja. Di dapur sambil nyanyi keras dan goyang, iya kalau pantatnya seksi, pantat selebar lapangan begitu bergeyal-geyol," cerita Ali, akhirnya Selvi pun ikut terkekeh.

Ali mengarahkan pelan kepala Selvi agar tidur di atas pahanya. Dia mengelus rambut Selvi lembut.

"Bagaimana dengan kandunganmu?" tanya Ali penuh perhatian.

"Bayinya sehat dan perkembangannya normal. Jadi enggak sabar lihat dia hadir di dunia ini," jawab Selvi tersenyum manis sambil mengelus perutnya yang sudah membuncit.

"Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Nona Pepayanya Ebie itu?" tanya Selvi terkekeh mengingat panggilan sayang Ebie kepada Prilly.

"Jalani saja dulu. Hingga waktunya tiba," jawab Ali memerhatikan acara di televisi.

"I'm coming, Mas Prince! Ebie membawakan susu cap nona ala pelayan seksi dan bohay," seru Ebie membawa segelas susu untuk Ali dan segelas susu khusu ibu hamil untuk Selvi.

Ali dan Selvi lagi-lagi dibuat tertawa dengan tingkah Ebie. Ali membantu Selvi duduk dan mengambilkan susunya yang dibawakan Ebie. Inilah salah satu hiburan Ali jika saat dia berada di rumah, kehadiran Ebie, dia bisa melepas lelah karena dalam sepekan ini Ali full bekerja.

***

Setelah mendapat perawatan selama dua hari, keadaan Widya membaik. Prilly sedang bersiap untuk flight. Kali ini Widya ikut, sekadar jalan-jalan ke Kamboja. Selesai bersiap, Prilly turun dari kamarnya, sudah rapi mengenakan seragam pramugari yang membuat dia terlihat anggun. Widya sudah menunggu di ruang tengah.

"Mama yakin sudah kuat?" tanya Prilly memastikan keadaan Widya.

"Iya. Mama sudah sehat dan sudah merasa baik," jawab Widya yakin.

"Papa besok mau langsung nyusul ke sana kan, Ma?"

"Iya, Papa dari Malaysia, besok langsung nyusul ke Kamboja."

"Baiklah, kita tunggu taksi dulu, ya, Ma?" Prilly membantu Widya membawakan tas jinjingnya.

Mereka keluar dari rumah, menunggu taksi di teras. Setelah beberapa menit akhirnya taksi datang. Mereka segera berangkat ke bandara.

Sesampainya di bandara, Ali sudah berdiri menunggu Prilly di lobi. Widya yang melihat Ali seketika memasang wajah judes. Prilly yang melihat itu hanya menghela napas.

"Ma, senyum dong," pinta Prilly saat mereka turun dari taksi.

Widya menghiraukan permintaan Prilly. Lalu mereka berjalan menghampiri Ali.

"Selamat pagi, Tante?" sapa Ali berusaha ramah.

Widya hanya menjawab dengan anggukan dan wajah datar tanpa ekspresi. Ali tetap tersenyum manis kepada Widya. Dia sudah tahu akan sulit mengambil hati orang tua Prilly, apalagi status Prilly yang kini sudah menjadi calon istri Wisnu. Mata Widya tertuju pada dada bidang Ali.

Ghailan Ali Khadafi. Widya membatin membaca name tag Ali. Oh, ini yang namanya Ali? Cakep sih, tapi sepertinya play boy. Lagi-lagi Widya hanya membatin dan memerhatikan Ali dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Prilly jengah melihat sikap mamanya yang teliti melihat pria tampan di hadapannya itu. Ali yang diperhatikan dengan tatapan heran, kagum, tetapi menyimpan ketidaksukaan dari sorot mata Widya, berusaha stay cool.

"Mari Tante, saya bawakan kopernya." Sengaja Ali basa-basi, agar Widya tidak memandangnya seperti itu.

"Tidak, terima kasih." Widya menjawab ketus dan singkat lalu berjalan lebih dulu meninggalkan Ali dan Prilly masuk ke bandara.

Ali dan Prilly memerhatikan punggung Widya yang semakin menjauh. Setelah punggung Widya tidak terlihat, Ali mencuri ciuman pada bibir Prilly singkat, membuat Prilly terkejut.

"Aliii! Banyak orang yang lihat. Aku malu," rengek manja Prilly, Ali hanya terkekeh.

"Aku sudah kangen banget sama kamu, Sayang. Sudah dua hari kita enggak ketemu," ujar Ali manja.

"Maafin sikap Mama, ya, Li" ucap Prilly merasa tidak enak hati kepada Ali.

"Dia itu mirip kamu. Awalnya saja jaga image, lama-lama juga pasti klepek-klepek kayak kamu," ujar Ali percaya diri.

"Itu tugas kamu, bagaimana caranya bisa luluhin hati Mama, biar menerima kamu jadi mantunya," jawab Prilly yang tidak dia sadari sudah memberi lampu hijau untuk Ali.

"Yes! Akhirnya rejeki anak soleh, dapat lampu hijau dari calon bini. Tinggal jinakin lion betina dan lion jantan," ujar Ali senang. "Biar mamamu enggak suka, papamu juga melarang, walau dunia menolak, kutak takut, tetap kukatakan kucinta dirimu ...." Ali menyanyikan lagu milik Judika untuk mengungkapkan isi hatinya saat ini. Prilly hanya tersenyum dan menggeleng.

"Selamat berjuang, pangeran burung besiku untuk menaklukan hati singa yang buas," ucap Prilly sambil tertawa meledek, lalu berlari masuk ke gedung bandara disusul juga Ali berlari kecil di belakangnya.

##############

Ciakakakakakaka
Kalian pikir ini cerita India yang kejar-kejaran terus mumpet di balik pohon, intip-intipan?

Momsky widy4HS, yakin masih pada pendirian tetep pilih Wisnu yang jadi anak mantu? Enggak mau ganti Ghailan Ali Khadafi? Hahahahahaha,
Momsky, kan, udah kalah main bolanya? Gawang pertahanannya udah kebobolan duluan. Mengakui kekalahan dong, Mom.

Untuk teman-teman yang kemarin sudah ngucapin dan mendoakan Melon kesayangan Mami, biiestory, terima kasih. Semoga doa kalian semua diijabahi Gusti Pangeran. Amin.

Terima kasih vote dan komennya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top