L.I.F.E (10)
Pagi cerah dengan udara yang masih segar Selvi terlihat menuruni tangga. Selvi tersenyum saat melihat pelayan seksi yang dia pekerjakan di rumah Ali sedang mengepel lantai sambil bergeyal-geyol pinggulnya. Selvi menahan tawa, yang diperhatikan tak kunjung menyadari.
"Eham!" Selvi mengagetkan pelayan seksi itu.
"Monyong, monyong lo monyong! Eh!" Pelayan itu latah, lalu membalikan badan menghadap Selvi yang sudah berdiri sedari tadi di belakangnya.
"Mbak Bie, ngapain geyal-geyol pantat begitu? Berasa pantat Mbak Bie paling seksi saja," cerca Selvi yang sudah biasa meledek pelayan seksi itu.
"Ya memang saya seksi, Non," sahut Ebie bangga memamerkan tubuh langsing dan pinggul montoknya kepada Selvi, seperti iklan obat diet di televisi.
Selvi terkekeh melihat percaya diri Ebie yang sangat tinggi. Hanya Ebie yang menemani Selvi di rumah luas nan besar itu jika dia ditinggal bekerja.
"Setelah mengepel tolong buatkan saya susu ya, Mbak," perintah Selvi sopan, walaupun Ebie pelayan Selvi, tetapi dia lebih tua dan Selvi tetap menghormatinya.
"Siap, Non!" jawab Ebie dengan tegas dan menirukan hormat seperti prajurit.
Selvi tersenyum, hanya Ebie hiburannya saat merasa kesepian di rumah Ali. Selvi duduk di ruang tengah menunggu susunya sambil menyaksikan siaran televisi.
Di lokasi lain, mobil antar jemput perusahaan berhenti di depan rumah Prilly. Ali membuka kaca jendelanya, memasang senyum terbaik. Prilly yang baru saja keluar dari mobil menghampiri Ali yang hanya mengeluarkan kepala dari jendela. Entah apa yang mereka bicarakan, dari dalam rumah sepasang mata memerhatikan keakraban yang terjalin di antara Ali dan Prilly. Ali mencium kening Prilly dan mengelus pipinya lembut. Setelah itu mobil melaju, Ali dan Prilly saling melambaikan tangan. Sepasang mata yang memerhatikan Prilly dari balik jendela kaca rumah menghela napas berat. Dia menutup kembali tirai yang dia sibak. Dengan senyum yang tidak pernah lepas dari bibir, Prilly masuk ke rumah.
"Assalamualaikum," ucap Prilly saat sampai di ambang pintu.
"Waalaikumsalam," jawab Widya berada di ruang tengah.
Prilly menghampiri Widya lalu duduk memeluknya, melepas rindu. Widya mengelus rambut Prilly dan mencium pucuk kepalanya.
"Papa di mana, Ma?" tanya Prilly yang masih melendot di dada Widya.
"Ada tuh di kamar," tunjuk Widya dengan dagunya.
"Kangen, Ma," ucap manja Prilly lalu mencium kedua pipi Widya dan keningnya.
"Mama juga kangen sama kamu. Sudah sana mandi dulu, nanti Mama buatin teh hangat," ujar Widya menegakan tubuh Prilly.
"Aaaaaa, masih kangen, Ma," rengekan Prilly membuat Widya gemas lalu mencubit pipinya.
"Ih! Udah mau jadi calon istri Wisnu masih saja manja begini."
Deg!
Jantung Prilly seakan berhenti berdetak, ucapan Widya bagaikan tamparan keras di pipi Prilly yang langsung menyadarkannya dari mimpi indah. Prilly terdiam lalu memberikan senyum palsu kepada Widya.
"Ya sudah, Ily ke kamar dulu, ya, Ma?" sahut Prilly lalu membawa kopernya naik ke tangga menuju kamarnya.
Sesampainya di kamar, Prilly menghempaskan tubuhnya di queen size , kaki menjuntai di lantai. Prilly menatap langit-langit kamarnya memikirkan kata-kata Widya.
"Apa aku dan kamu tidak bisa bersatu? Sepertinya aku sudah jatuh cinta padamu, Ali. Tapi aku tidak bisa meninggalkan Wisnu yang sudah lama menjadi kekasihku. Apalagi keluargaku dan Wisnu sekarang semakin dekat setelah acara lamaran itu," gumam Prilly sambil membayangkan semua kenangan indah yang sudah dia lewatkan bersama Ali.
Widya masuk ke kamar membawakan secangkir teh untuk Prilly. Widya menaruh cangkir itu di nakas lalu duduk di tepi ranjang. Prilly bangkit dan ikut duduk di samping Widya.
"Bagaimana, Ma, persiapan pertunanganku?" tanya Prilly menatap Widya.
"Lancar, semua sudah siap, tinggal mencari gaun yang pas untuk kamu. Kalian bisa mencari gaun untukmu besok jika Wisnu libur," jawab Widya tersenyum manis.
Prilly menunduk, ada sesuatu yang membebani hati dan pikiranya saat ini.
"Tentukan pilihan, jangan jalani keduanya bersamaan, itu akan melukai hatimu dan hati mereka," kata Widya membuat Prilly mendongak tak percaya jika Widya mengetahui sesuatu yang selama ini dia tutup rapat-rapat. "Mama memang tidak tahu apa yang sudah kalian perbuat di luar sana. Tapi Mama tidak mau jika putri Mama menjadi wanita yang mudah terbuai dengan ucapan manis lelaki. Mama tidak ingin anak Mama menyakiti hati orang lain," ucap Widya tegas menatap Prilly lembut.
Mata Prilly berkaca-kaca karena ucapan Widya itu bagaikan samurai tajam yang menusuk di dadanya. Sakit dan perih. Susah payah Prilly menelan salivanya.
"Maaf, Ma, aku telah jatuh cinta padanya," ucap Prilly menutup mata hingga air mata yang sedari tadi sudah berkumpul di peluknya jatuh tak tertahankan. Prilly mencengkeram bajunya, sambil terisak membuat hati Widya tidak tega melihat putrinya yang dilanda dilema itu.
"Pilih salah satu!" ucap tegas Widya yang sebenarnya berniat baik supaya putrinya menentukan pilihan agar hatinya tidak terombang-ambing, tak tentu arah seperti saat ini.
"Tapi, Ma ...," sangkal Prilly cepat, diurungkan karena mendapat tatapan tajam Widya.
Prilly menangis sesenggukan, menahan sesak di dalam dadanya. Kepalanya menunduk, takut menatap Widya.
"Putuskan dia sebelum Papa dan Wisnu tahu."
Widya berdiri lalu meninggalkan Prilly yang menangis sendiri di dalam kamar. Widya terpaksa melakukan ini karena dia tidak ingin menanggung malu jika keluarga Wisnu tahu. Prilly menghempaskan tubuhnya dan menangis sepuasnya sambil memegangi dada yang terasa sesak. Prilly berharap dengan menangis beban di hatinya akan berkurang.
"Apa yang harus aku lakukan, Ali?" ucap lirih Prilly lalu memejamkan mata karena lelah menangis.
***
Ali baru saja keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang dililitkan pada pinggang sambil mengusap rambut dengan handuk kecil terkejut melihat pelayan seksinya sudah berada di kamar.
"Mbak Bie ngapain ada di kamar saya?" tanya Ali langsung menutup bagian tubuh depanya dengan handuk kecil.
Ebie yang sejatinya wanita genit dan centil justru terperangah melihat otot kekar dan dada terbentuk kotak-kotak milik Ali. Ebie mengedip-ngedipkan matanya lucu dengan mulut terbuka.
"Mbak Bie lihatain apa!" Bentak Ali mengagetkan Ebie.
Ebie tersadar dari kekaguman tubuh majikannya itu. Pipinya merona dan tersenyum tidak jelas.
"Mbak Bie, ngapain di kamar saya?" Ali mengulang pertanyaan yang belum Ebie jawab.
"Mau ngatur cucu buat Mas Prince, disuruh Non Selvi. Itu cucu cap nona loh, Mas Prince," ujar Ebie mengerling genit kepada Ali.
"Mbak Bie jangan menggoda iman saya, apalagi tuh buah melon Mbak Bie sampe nongol begitu. Mau saya perkosa di sini?" ujar Ali menunjuk dada Ebie dengan dagunya.
"Mau dong, Mas Prince," goda Ebie, bukanya takut justru semakin menjadi.
"Nanti kalau saya khilaf," sahut Ali santai berjalan menuju lemari. "Udah sana keluar! Nunggu apalagi?" usir Ali menoleh kepada Ebie yang masih berdiri di tempat.
"Nunggu Mas Price khilaf!" jawab Ebie yang pura-pura bloon apa memang dia bloon. Yang pasti membuat Ali harus selalu mengelus dadanya saat menghadapi pelayan seksi itu.
"Mbak Bie, kalaupun saya khilaf, saya akan milih-milih buat masukin senjata saya di dalam orang yang saya cinta," ujar Ali sambil mengenakan kaus oblongnya.
"Ya ... siapa tahu Mas Prince khilafnya bayangin saya jadi Prilly Latuconsina."
Ali tertawa terbahak mendengar ucapan Ebie.
"Apa! Prilly Latuconsina sahabat hidupnya Aliando Syarif itu? Mimpi aja, Mbak Bie! Nyadar diri dong, Mbak Bie, Prilly itu kan cantik, mungil, imut, lah Mbak Bie, udah lemak di mana-mana, melon menonjol, pantat selebar lapangan, hawdeh ... jauh dengan Prilly Latuconsina," ledek Ali lalu tertawa puas.
"Halah, bilang saja Mas Prince sebenarnya tergoda kemontokan saya, tapi tertutup gengsi," sahut Ebie percaya diri membuat Ali semakin tertawa lepas.
"Hidihhhhh, PD! Seksian bidadari burung besi saya, Mbak Bie. Ukuran breast-nya pas di genggaman saya, pantatnya nungging, ingin rasanya saya menusuknya dari belakang, bibirnya yang merah dan tipis seperti narkoba yang membuat saya kecanduan. Behhh, Mbak Bie harus lihat orangnya," ujar Ali membayangkan kemolekan tubuh Prilly.
"Cieeeee, Mas Price punya pacar. Aku bilangan Mbak Selvi, ah!" Ebie berniat ingin keluar, tetapi dengan cepat dicegah Ali.
"Berani bilang sama Selvi, aku kembalikan kamu ke kampung," ancam Ali menatap Ebie tajam.
"Oke, saya tidak akan bilang jika ada uang tutup mulut. Saya minggu ini belum creambath," Ebie memegang rambut panjangnya, "facial," Ebie meraba wajahnya, "menikyur pedikyur," sambung Ebie centil memamerkan kukunya ke depan Ali.
"Ish! Dasar pelayan rampok. Kalau bukan karena nurutin Selvi, sudah aku tendang jauh-jauh kamu dari rumahku ini," gerutu Ali mengambil donpetnya. "Nih! Satu juta cukup untuk perawatan tidak jelasmu itu, kan?" Ali menjulurkan uang ratusan ribu 10 lembar ke arah Ebie.
"Ini lebih dari cukup, Mas Prince, rahasia Mas Prince aman di tangan saya," ujar Ebie menaik-turunkan kedua alisnya pada Ali.
"Kalau sisa jangan lupa beli pakaian yang longgar, biar saya tidak malu, kalau kamu pakai pakaian kurang bahan begitu, nanti dipikir orang saya tidak mampu menggaji kamu," kata Ali santai.
"Ini tuh namanya modis, Mas ...," sangkal Ebie.
"Mau modis kek, modas kek, apa kek, yang penting kalau saya di rumah, kamu harus pakai baju yang tertutup! Kalau perlu pakai jubah."
"Iya-ya, Mas Prince yang ganteng."
"Ya sudah, keluar sana, saya mau ganti baju," usir Ali mengibaskan tangannya.
"Enggak mau saya gantiin bajunya, Mas Prince?" goda Ebie yang tidak bosan-bosanya menggoda Ali.
"Mbak Ebie!" bentak Ali yang mulai geram.
Ebie keluar dari kamar Ali sambil tertawa puas karena berhasil mengoda majikan tampanya itu.
***
Ali POV
Gila! Pelayan satu itu membuatku naik darah. Untung cuma ada satu di rumah ini, pelayan kurang ajar, beraninya menodong majikan. Untung saja dia pelayan kesayangan adikku, Selvi. Coba kalau bukan, sudah aku tendang jauh-jauh pelayan seperti dia. Bukanya aku takut pada Selvi, hanya aku menghargai dia. Cuma dia keluarga yang aku miliki di dunia ini.
Orang tuaku meninggal karena kecelakaan pesawat. Inilah salah satu alasanku menjadi pilot. Aku tidak ingin orang-orang menjadi korban seperti orang tuaku. Aku selalu berusaha semampu dan sekuat tenagaku untuk membawa burung besi itu terbang hingga selamat sampai tujuan. Banyak nyawa yang aku pikul di bahuku. Apalagi kejadian yang baru saja menimpa Selvi satu bulan yang lalu, suaminya meninggal karena kecelakaan pesawat. Urusan bisnis mengharuskan dia pergi ke Jepang. Namun, sebelum sampai di Jepang, pesawat yang dia naiki terjatuh, itu membuat Selvi sangat terpukul apalagi sekarang dia sedang mengandung, membuatku semakin merasa iba padanya.
Selvi itu wanita yang ingin segala-galanya serba sempurna. Dia tipe wanita yang selektif, apalagi menyangkut wanita yang sedang dekat denganku. Dia sangat peduli dan harus turun tangan sendiri menyeleksi wanita yang akan menjadi pacarku apalagi nanti saat aku berniat mencari istri, aku yakin dia pasti akan lebih protektif dan selektif. Aku tahu dia ingin memilihkan yang terbaik untukku. Tapi soal Prilly, aku sampai saat ini masih menyembunyikannya dari dia. Aku tidak ingin dia ikut terlibat dalam proses PDKT-ku pada Prilly.
Dia wanita spesial, berbeda dari wanita-wanita yang selama ini dekat denganku dan sempat menjadi kekasihku. Biasanya jika mereka sudah dekat denganku, tidak ada kata menolak saat aku ajak bercinta. Mereka suka rela memberikan tubuhnya padaku. Tapi selama aku berpacaran, tidak ada satu di antara mereka yang masih segelan, alias perawan. Rata-rata sudah bobol semua.
Gila! Lama-lama aku kehabisan perawan jika tidak pintar-pintar memilih. Perawan semakin langka di dunia ini. Ck! Sangat memprihatinkan. Tapi jika aku melihat dari bentuk tubuh Prilly, dia sepertinya masih segel dan aku yakin dia benar-benar menjaga kesucianya. Beruntung sekali jika nanti aku yang membuka segalanya, tapi setelah aku menikahinya yang pasti. Dengan catatan jika aku tidak khilaf. Saat aku sedang memikirkan bidadari burung besiku itu, notif BBM-ku berdenting. Lalu aku membukanya, panjang umur, ternyata pesan dari dia.
Apa kamu sedang sibuk?
Isi BBM-nya lalu segera aku balas agar dia tidak menunggu lama.
Tidak. Kenapa? Sudah kangen, ya?
Bisa kita bertemu di taman sekarang?
Ada angin apa ini? Biasanya aku yang mengajaknya kencan. Tapi kali ini luar biasa, dia yang mengajakku kencan.
Oke
Jam 7 malam aku tunggu di sana.
Siap bidadari burung besi Kapten Ali. Love you.
Makasih
Inilah yang aku tidak mengerti dari dia. Setiap aku mengatakan cinta padanya, sekarang dia tidak pernah membalas, berbeda saat dulu pertama kami dekat. Aku jadi semakin penasaran dengannya. Sebenarnya dia memiliki perasaan yang sama atau tidak denganku? Jika dia tidak mencintaiku, pasti dia akan menolak saat aku memintanya untuk menemani tidur, walau tanpa melakukan apa pun. Itu sangat menyiksaku, baru kali ini aku harus benar-benar menahan hasratku.
Terkadang kepalaku terasa pening saat melihat belahan dadanya. Apalagi dia memakai baju tidur yang mini, melihatkan paha dan kulitnya yang putih dan mulus, sangat menggoda iman. Namun, dia selalu menolak saat aku mengajaknya bercinta. Aku menghargainya, mungkin karena dia benar-benar ingin menjaga kesucia untuk suaminya kelak. Aku pastikan suatu saat nanti aku yang akan mendapatkanya. Aku harus bisa menahan imanku saat bersamanya. Tapi tidak tahu dengan imunku.
Jam setengah tujuh malam aku sudah keluar rumah menuju taman yang dia janjikan. Sebelumnya aku mampir ke toko bunga membelikanya setangkai mawar putih, biar terkesan cowok yang romantis di matanya. Aku sudah sampai di taman, ternyata dia sudah menungguku, dia duduk di kursi putih, pinggir air mancur.
Suasana gelap, tetapi masih terlihat remang-remang karena lampu taman. Aku menghampirinya lalu merebahkan tubuhnku di bangku itu, kepala aku tidurkan di pahanya. Aku memejamkan mata menikmati embusan angin malam dan kenyamanan yang aku dapat dari bidadari burung besiku. Parfum lavender yang dia pakai, aku hirup dalam-dalam membangunkan sesuatu dari dalam tubuhku. Ini tidak boleh terjadi di sini. Aku segera membuka mata, melihatnya sedang menatap lurus ke depan.
"Ali," desisnya pelan dan lembut memanggilku.
"Iya, apa?" tanyaku mendongak menatapnya yang menunduk menatapku sendu.
"Maaf, kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini."
##########
Momsky @widy4HS galak juga, ya? Eh, bukan galak, tapi tegas. Demi kebaikan putrinya.
Cie yang nunggu berhari-hari? Yang sudah lama mengintili cerita aku pasti pada bertanya-tanya. Tumben update lama? Biasanya setiap hari update-nya?
Jawabanya, karena aku sedang sibuk membantu persiapan pernikahanya Kapten Al dan Felic. Pangeran Burung Besi yang dulu.
Makasih yang sudah sabar menunggu, untuk vote dan komennya. Miss you all dan love you all.
Muuuuuaaaahhhh
Cipok basah
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top