TIGA-KYOYA'S LIFE

Tiga

Kyoya menangis di kamarnya, menangisi keputusan orang tuanya yang membuatnya sangat kecewa, apa mereka tidak memiliki jalan lain selain berpisah? Apa mereka tidak memikirkan perasaan anak-anaknya?

Kyoya tidak tau lagi harus bagaimana melampiaskan rasa sakit dan kecewanya, rasanya menangis saja tidak akan cukup, Kyoya butuh pelampiasan.

Mama sama papa jahat, batin Kyoya.

Dadanya terasa sesak, untuk bernapas pun rasanya sulit seolah ada sesuatu yang menghimpit dadanya. Namun Kyoya mengabaikannya, rasa sedih dan kecewanya sudah membuat gadis itu tidak memikirkan keadaan saat ini.

"Ngurung diri di kamar, nggak mau makan, nangis terus! Lo childish banget tau nggak?" bentak Keinarra yang baru masuk ke kamar Kyoya, cewek itu tidak perlu memikirkan bagaimana caranya Keinarra masuk ke kamarnya walaupun sudah dikunci dari dalam.

"Kalau Kakak nggak suka liat aku kayak gini, mending keluar. Nggak usah urusin aku, lagipula itu semua nggak perlu!" balas Kyoya dengan suara yang sudah parau, banyak menangis membuat suaranya berubah.

Tiba-tiba lampu di kamar Kyoya menyala membuat cewek itu bisa melihat kakaknya dengan jelas.

"Jangan nyiksa diri kayak gini, langsung aja putusin urat nadi lo!"

Tangisan Kyoya semakin keras, apa Keinarra tidak memiliki cara untuk menghiburnya? Kenapa kakaknya itu justru membuatnya semakin tertekan, di saat seperti ini, Kyoya hanya membutuhkan dukungan, bukan cibiran yang membuat kondisinya semakin lemah.

"Heh! Kyoya! Lihat gue, bego!" maki Keinarra.

Kyoya menuruti Keinarra, dia menatap wajah kakaknya, tidak peduli dengan wajahnya yang pasti sudah sembab dan tidak karuan.

"Apa yang lo dapat dengan begini? Lo bahagia bersikap seperti ini? Jawab gue!"

Kyoya menatap Keinarra dengan sendu, kenapa semua hal mudah bagi kakaknya? Bahkan di saat keluarganya kacau, Keinarra tetap santai dan terkesan tidak peduli.

"Kenapa semuanya mudah bagi kakak? Kakak sama sekali nggak mempermasalahkan hal ini. Kenapa, Kak?" tanya Kyoya serak.

"Karena gue mau bahagia, sumber kebahagiaan gue nggak cuma satu. Kalau satu hilang, masih ada yang lain. Gue nggak bergantung pada satu hal, dan gue nggak bergantung pada kebaikan orang lain."

Kyoya tertegun ketika Keinarra tersenyum lembut padanya dan menghapus air mata yang berada di pipinya.

"Gue tau kalau lo sedih, tapi nggak gini caranya, Kyoya. Lo cuma nyiksa diri sendiri, apa yang lo dapat dengan bersikap begini? Di sini lo nangisin mama sama papa, apa lo tau gimana mereka di luar sana? Gue nggak yakin kalau mereka mikirin lo, Kyoya."

Ucapan Keinarra ada benarnya, Kyoya meresapi ucapan Keinarra, ternyata kakaknya ini tidak jahat dan masih punya hati, hanya pikirannya saja yang berbeda dari yang lain.

"Gue nggak berharap lo akan bersikap seperti gue. Karena kita berbeda! Tapi bagaimanapun juga, lo itu adik gue, kita sedarah, nggak mungkin gue membiarkan lo kayak gini terus. Nangis, boleh. Tapi makan dulu biar ada tenaga, nggak lucu kalau lo nangis sampai pingsan. Gue juga yang repot!"

Perasaan Kyoya sedikit membaik setelah Keinarra mengatakan itu, hatinya tidak gundah lagi dan Kyoya langsung menuruti ucapan Keinarra untuk menggantikan pakaian dan juga makan.

🐬🐬🐬

Setelah makan, Kyoya masuk ke kamarnya dan kembali merenung, walaupun ucapan Keinarra sudah membuatnya lebih tenang, tetapi tetap saja Kyoya tidak bisa melupakan kesedihannya. Keluarganya akan terpecah dan semuanya tidak akan sama lagi.

Kyoya mengambil handphonenya dengan gontai, mencoba mencari hal-hal yang bisa membuatnya melupakan masalah yang sedang dihadapinya.

Ada notifikasi dari salah satu aplikasi pesan di handphonenya, Kyoya langsung membukanya.

Dihyan
Selamat malam, cantik:)

Mereka memang sudah bertukar nomor ponsel, tetapi baru kali ini Dihyan menghubunginya.
Jemari Kyoya bergerak untuk membalas chat dari Dihyan, biasanya jika ada yang mengirimkan chat, Kyoya tidak akan langsung membacanya jika itu sama sekali tidak penting. Namun kali ini berbeda, karena Kyoya butuh pengalihan untuk melupakan kesedihannya.

Selamat malam juga, Dih:)

Tanpa sadar Kyoya tersenyum setelah mengirimkan balasan chat tersebut, entah apa alasannya tersenyum tetapi bibirnya tertarik begitu saja.

Dihyan
Gue nggak nyangka kalau chat gue bakal dibalas, kirain diread doang:v

Kyoya mengambil bantal lalu meletakkan bantal tersebut di pangkuannya, sekarang posisinya sudah lebih nyaman daripada sebelumnya untuk membalas chat dari Dihyan.

Suudzon terus:)

Dihyan
Bukan suudzon, gue cuma berprasangka

Sama aja

Kyoya tidak tertarik lagi membalas chat baru dari Dihyan, ternyata efek Dihyan hanya sementara saja, kesedihannya jauh lebih besar daripada hal itu. Sepertinya Kyoya butuh pengalihan yang lebih besar.

Handphone Kyoya berdering membuat pemiliknya langsung melihat layar yang menyala tersebut. Dihyan menelponnya. Jawab atau tidak?

"Hallo?" sapa Kyoya.

Dan Kyoya memilih untuk menjawab panggilan telepon itu.

"Hallo, Kyo."

"Ya?"

"Lo sakit? Atau lo habis nangis?"

Suara diseberang sana terdengar panik membuat Kyoya mengernyit, bagaimana Dihyan bisa tau kalau dirinya baru selesai menangis dan kenapa dia khawatir?

"Nggak kenapa-napa."

"Jangan bohong, suara lo serak."

Kyoya bergumam pelan, malas menjawab ucapan Dihyan yang tidak penting, kepalanya yang terasa pusing juga menambah alasan Kyoya tidak membalas ucapan cowok itu.

"Jangan kebanyakan nangis, Kyo, nanti lo nggak pintar lagi."

Kyoya mengernyit mendengar itu, apa hubungannya? Menangis dan tidak pintar lagi? Apa keduanya memiliki hubungan?

"Kata siapa?"

"Kata guru TK gue dulu."

Kyoya menyunggingkan senyum kecilnya, Dihyan ini ada-ada saja, omongan guru tk saja masih diingat sampai sekarang, padahal sudah jelas jika ucapan itu hanya bertujuan agar muridnya tidak suka menangis lagi.

"Ada-ada aja, lo!" tukas Kyoya kesal.

"Itu emang bener loh, kalau kebanyakan nangis nanti nggak pintar lagi. Makanya lo jangan nangis terus, ya, gue siap kok untuk ngehibur lo."

Entah karena apa, tetapi ucapan Dihyan membuat Kyoya lega, dia merasa ada orang di sisinya, ada orang yang akan selalu bersamanya untuk melewati hari-hari sulitnya. Dihyan adalah orang asing, tetapi begitu peduli padanya.

"Thanks, ya, Dihyan."

"You are welcome, Kyoya. Yaudah, sekarang lo istirahat, ya. Apapun masalahnya, lo cukup ingat kalau lo nggak sendirian, banyak orang yang sayang sama lo dan akan selalu mendukung lo. Salah satunya gue."

Kyoya terdiam mendengar ucapan Dihyan. Salah satunya dia? Mengapa terdengar lucu sekali?

"Iya." Hanya itu yang bisa Kyoya katakan untuk membalas ucapan Dihyan "Btw, lo ngapain nelpon gue?" tanya Kyoya.

"Lo nggak balas chat gue, gue kan jadi khawatir, makanya gue telepon."

Entah bohong ataupun jujur, tetapi Kyoya merasa sedikit tenang. Ternyata masih ada orang yang peduli dengannya.

"Gue nggak apa-apa, yaudah gue tutup dulu teleponnya."

"Oke, bye Kyoya."

Dihyan tidak tau jika Kyoya memang sendirian, orang tuanya berpisah dan mereka pergi, kakaknya cuek dan tidak peduli dengan masalah yang sedang mereka hadapi. Lalu siapa yang sedang bersama Kyoya? Tidak ada. Tidak ada yang peduli padanya.

Dihyan pun orang asing, mereka baru saja bertemu, jadi tidak mungkin jika Kyoya percaya pada ucapan Dihyan yang mengatakan bahwa cowok itu akan bersamanya. Mana mungkin. Orang tua dan kakaknya saja pergi, bagaimana bisa orang asing bersedia menemaninya.

🐬🐬🐬

Kamis, 4 Januari 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top