SEPULUH-KYOYA'S LIFE
Sepuluh
"Hai, Kakak."
"Hai juga," jawab Kyoya bingung, seingatnya dia tidak mengenal anak kecil yang baru datang ini, tetapi kenapa dia malah menyapa?
"Aku boleh duduk di sini?" tanyanya sambil menunjuk sisi kosong dari kursi yang diduduki oleh Kyoya, karena merasa tidak ada masalah, jadi Kyoya mengizinkannya.
"Nama aku Yara, Kak. Ini adik aku, namanya Methi."
Kyoya tersenyum mendengar pengenalan diri anak tersebut, walaupun merasa kurang nyaman, Kyoya tetap menjawabnya. "Nama aku Kyoya."
"Aku tau." Anak yang bernama Yara itu langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan kecilnya, seolah baru saja mengatakan sesuatu yang tidak boleh dikatakan. Dia keceplosan.
"Tau darimana?" tanya Kyoya bingung, jangan sampai kedua anak kecil itu adalah anak-anak yang disuruh oleh orang lain untuk memata-matainya.
Yara tampak berpikir dengan keras, keningnya mengerut dan alisnya menyatu. "Ada di situ," jawab Yara sambil menunjuk nametag yang dikenakan Kyoya.
Kyoya tidak percaya dengan jawaban itu, jika memang tau dari nametagnya, seharusnya dia tidak perlu berpikir seperti tadi, membuat orang curiga saja.
"Yaudah, aku pergi dulu ya kak. See you," pamit Yara lalu dia memegang tangan adiknya "Ayo Methi."
"Dadah kakak Kyoya," ucap Methi dengan susah payah.
Kyoya menatap kepergian kedua anak itu dengan bingung, banyak pertanyaan yang muncul di benaknya. Siapa mereka? Bagaimana bisa mereka tau namanya? Jelas itu bukan dari nametag yang dipakainya.
"Lo mau apa?!"
Kyoya terkejut mendengar ucapan itu dan langsung membalikkan badannya, Keinarra berdiri di belakangnya dengan raut wajah kesal.
"Ayo kita ke rumah oma," ajak Kyoya semangat, lupakan saja tentang dua anak aneh itu, selagi mereka tidak mengganggu, maka biarkan saja.
"Lo nyuruh gue ke sini cuma untuk ngomong itu?" tanya Keinarra kesal, dia merasa dipermainkan oleh adiknya sendiri.
Memangnya Kyoya salah? Dia hanya meminta Keinarra menemuinya di sebuah taman yang letaknya tidak jauh dari sekolah.
"Iya, makanya ayo kita ke rumah oma. Mama sama papa juga udah nunggu."
Orang tuanya sengaja tidak kerja agar mereka bisa langsung pergi ke rumah oma---orang tua Hastanta---setelah pulang dari sekolah, tetapi Kyoya yakin bahwa Keinarra tidak akan langsung pulang, makanya ia meminta kakaknya itu untuk menemuinya di sini.
"Gue nggak mau! Lo nggak usah maksa! Ini hak gue!"
Sesuai dengan perkiraan Kyoya, Keinarra akan langsung menolaknya, tetapi karena sudah tau dengan respon yang akan didapatkan membuat Kyoya memiliki rencana lain.
"Jangan gitu, Kak. Memangnya apa salahnya kalau kita ke rumah oma?" Baik-baik saja dulu.
"Nggak ada yang salah, tapi gue emang nggak mau, ribet."
Keinarra memang tidak memiliki alasan khusus untuk menolak ke rumah oma, dia hanya tidak mau, yasudah begitu saja.
"KAKAK! JANGAN GITU! KITA HARUS KE RUMAH OMA!"
Keinarra terkejut karena tiba-tiba Kyoya berteriak seperti itu, dia menoleh ke kiri dan kanan, benar dugaannya, Orang-orang melihat ke arah mereka dengan pandangan bertanya-tanya.
"Udah! Jangan malu-maluin," tukas Keinarra kesal, Kyoya memang ahli membuat orang malu seperti ini.
"Makanya ayo ke rumah oma." Kali ini Kyoya mengecilkan suaranya.
"Enggak!" Keinarra masih kekeh dengan keputusannya. Dia tidak mau pergi.
"KAKAK! JANGAN LAKUIN ITU! ITU NGGAK BENAR!"
Andai saja Keinarra bisa menghilang, dia pasti akan langsung melakukannya, dia sudah sangat malu karena ulah Kyoya yang tidak wajar. Benar-benar memalukan.
Jika saja Kyoya bukan adiknya, Keinarra akan mendorongnya ke tengah jalan, bodoamat jika nanti akan tertabrak truk.
🐬🐬🐬
"Kei, jangan cemberut terus, dong," ucap Asih yang duduk di kursi depan, di sebelah Hastanta.
Akhirnya Keinarra memang setuju untuk pergi ke rumah omanya, meskipun terpaksa karena tidak ingin Kyoya semakin membuatnya merasa malu.
"Iya, sayang, kita kan cuma ke rumah oma," timpal Hastanta.
Melihat keharmonisan ini membuat Keinarra tidak bisa menahan kecurigaannya, sudah jelas jika Hastanta memiliki calon keluarga baru, lalu untuk apa semua ini? Pencitraan? Tapi pada siapa?
"Kita nginap, kan, Pa?" tanya Kyoya yang duduk di sebelahnya.
Keinarra masih kesal dengan adiknya itu, membuatnya malu di depan banyak orang, bahkan ketika Keinarra memcoba untuk kabur, Kyoya mengikutinya dengan terus berteriak membuat orang-orang memandang mereka dengan tatapan protes karena mengganggu ketenangan. Akhirnya Keinarra yang mengalah, dia memilih untuk ikut ke rumah oma.
"Ogah!" sela Keinarra ketika Hastanta akan menjawab. Menginap di rumah orang tua Hastanta bukanlah pilihan yang tepat untuk Keinarra.
"Iya, kita nginap."
Kyoya bersorak senang mendengar jawaban yang diberikan Asih, sedangkan Keinarra hanya mendengus. Padahal cewek itu tidak membawa baju ganti sama sekali.
"Mau ngapain, sih? Minta restu untuk pisah?" cibir Keinarra.
"Maksud, Kakak?" tanya Kyoya tak senang.
"Nggak usah sok lugu, gue udah kasih tau ke lo kalau mama sama papa punya keluarga baru," sinis Keinarra.
"Itu nggak bener! Buktinya mama sama papa baik-baik aja sekarang, iya, kan, Ma? Pa?" bantah Kyoya lalu meminta persetujuan kepada Hastanta dan Asih yang hanya diam.
"See?" Keinarra tersenyum penuh kemenangan sedangkan Kyoya menegang, apa keluarganya memang akan hancur?
"Ma? Pa? Yang dibilang Kak Kei nggak bener, kan?" tanya Kyoya penuh harap. Tetapi harapan itu langsung hancur ketika Hastanta menjawab dengan jawaban yang sangat dihindari Kyoya.
Karena mendapat jawaban yang membuatnya kecewa, sepanjang perjalanan berikutnya dia hanya diam, rasanya cewek itu ingin menangis tetapi air matanya tidak bisa keluar karena fokusnya mendadak hilang entah kemana.
🐬🐬🐬
Kyoya dihampiri oleh seorang gadis seusianya saat baru turun dari mobil dan mereka langsung berpelukan untuk melupakan rasa rindu di hati mereka.
"I miss you Kyoya," ucap Alifa dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"I miss you too, Alifa."
Alifa kembali memeluk sepupunya itu, dan menarik Kyoya untuk masuk ke dalam rumah. Alifa menggandeng tangan Kyoya hingga seseorang memeluk kaki Kyoya dari belakang.
"Kak Kyoya, i miss you so much."
Senyum Kyoya mengembang melihat anak berusia empat tahun itu. "I miss you too, Risha."
Risha langsung melompat kecil mengisyaratkan agar Kyoya jongkok hingga tinggi mereka sejajar, Risha tertawa senang setelah bisa mengalungkan lengannya di leher Kyoya.
"Kak Kyoya lama banget datangnya, Risha udah nunggu lama. Huh!"
"Maaf sayang, kakak baru pulang sekolah."
Alifa menggenggam tangan Risha dan menggandeng Kyoya, membawa kedua saudaranya itu ke kamar agar mereka bisa bicara dengan santai.
"Risha makin cantik aja," goda Kyoya karena dia tau bahwa anak itu suka jika dipuji cantik.
"Iya, dong," jawab Risha dengan nada sombong.
"Makin gendut juga, jadi kayak bola."
Risha mendelik ke arah Alifa yang malah mengejeknya, inilah alasannya dia lebih menyukai Kyoya daripada Alifa, keduanya memang sifat berbeda.
"Sama siapa ke sini?" tanya Alifa.
"Mama, papa."
Pintu kamar terbuka membuat ketiga orang yang berada di dalamnya melihat ke arah pintu.
"Risha, dipanggil sama mama lo. Cepat! Jangan lama."
Sudah bisa dipastikan bahwa Keinarra yang mengatakan itu, karena hanya dia yang bicara dengan nada ketus walaupun lawan bicaranya adalah anak kecil.
"Iya-iya! Kakak penyihir! Wle!"
"Heh!"
🐬🐬🐬
Minggu, 14 Januari 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top