SEMBILAN-KYOYA'S LIFE

Sembilan

Kyoya terbangun dari tidurnya karena menderita suara pecahan suatu benda, terbangun karena terkejut membuat Kyoya merasa pusing, setelah rasa pusingnya mereda, barulah Kyoya turun dari tempat tidur dan keluar dari kamarnya

Kyoya berdiri di dekat pagar pembatas, dari situ dia dapat melihat kedua orang tuanya yang sedang bertengkar, tidak jauh dari mereka ada pecahan guci.

"Bisa-bisanya kamu nggak tau dimana Keinarra! Daritadi kamu ngapain aja sampai nggak becus ngurusin anak!" bentak Hastanta.

Kyoya melihat pertengkaran itu dengan sangat jelas, mereka saling bicara dengan nada tinggi, Kyoya pun melihat tidak ada lagi cinta di antara mereka, hanya ada emosi yang butuh pelampiasan.

"Kamu tuh gimana, sih?! Nggak bisa ngurus anak, bagaimana bisa Keinarra keluar rumah malam-malam dan kamu nggak tau?!" Suara Hastanta yang membentak Asih terdengar begitu jelas di telinga Kyoya, meninggalkan rasa sesak di hatinya.

"Kamu jangan cuma nyalahin aku, salahin diri kamu sendiri! Memangnya kamu tau kemana Keinarra pergi?!" Balasan Asih dengan suara yang ketara sekali ikutan kesal membuat Kyoya takut, pertengkaran kedua orang tuanya memang membuat Kyoya takut.

Kyoya memejamkan matanya untuk meresapi rasa sakit yang kini menyerang hatinya, kenapa kakaknya membuat orang tuanya bertengkar? Kenapa Keinarra tidak diam saja dan jangan memancing keributan.

"Ma, Pa, nggak usah berantem, kayak peduli aja," cibir Keinarra ketika melewati kedua orang tuanya. Kyoya melihat Keinarra yang baru datang, sepertinya dia baru keluar untuk main.

"Kamu dari mana, Kei? Papa khawatir sama kamu, Papa---"

"Udahlah, Pa. Aku capek, tolong jangan ganggu," potong Keinarra.

Kyoya menggeleng tak percaya melihat sikap Keinarra, dia sudah memancing keributan orang tuanya, tapi dia malah bersikap tidak sopan dengan memotong pembicaraan.

"Papa khawatir, Papa sayang sama kamu."

"Kalian nggak usah sok peduli sama aku, kalian cukup perhatiin Kyoya, dia lebih butuh itu. Aku ... sama sekali nggak butuh perhatian palsu kalian."

Tak pernah Kyoya sangka bahwa Keinarra akan membawa namanya dalam perdebatan itu, lagipula apa salahnya? Dia hanya meminta perhatian dari orang tuanya.

Kyoya bersiap untuk menghadang Keinarra yang sudah naik ke lantai dua, cewek itu berdiri di depan pintu kamar Keinarra.

"Lo liat? Gara-gara lo mama sama papa bertengkar, bisa nggak jangan buat masalah. Keluarga kita lagi nggak baik-baik aja, jangan bikin ulah," cerca Kyoya ketika sudah menghadang Keinarra.

"Lo nyalahin gue? Kehancuran ini akibat perbuatan mereka sendiri, gue nggak salah apa-apa! Mereka yang egois, bukan gue! Yang seharusnya lo salahin itu mereka. Paham?" balas Keinarra seraya menatap Kyoya dengan tajam.

Lalu cewek itu membuka pintu kamarnya lebih lebar dan mendorong Kyoya keluar. "Keluar dari kamar gue!"

🐬🐬🐬

Hastanta dan Asih benar-benar membuat Kyoya bingung, sebenarnya apa yang diinginkan oleh orang tuanya itu? Semalam mereka bertengkar dengan begitu hebat, tetapi sekarang mereka bersikap biasa saja, seolah pertengkaran semalam tidak pernah terjadi.

"Kamu mau makan apa, sayang?" tanya Asih dengan lembut, persis seperti dulu, sebelum hubungan keluarganya menjadi renggang.

"Roti aja, Ma."

Kyoya menjawab dengan suara pelan, tenggorokannya terasa sedikit sakit, mungkin karena kebanyakan nangis.

"Ini," ucap Asih seraya memberikan roti yang sudah dia oles dengan selai anggur, kesukaan Kyoya. "Mama panggil kakak kamu dulu.".

Asih langsung berdiri dan menuju ke kamar kakaknya, meninggalkan Kyoya bersama dengan Hastanta, mengingat kejadian semalam, ketika Hastanta membanting hiasan keramik dan bicara dengan nada tinggi membuat Kyoya sedikit takut dengan papanya itu.

Kyoya mulai memakan roti yang diberikan Asih tadi, mencoba bersikap biasa saja pada Hastanta, seolah Kyoya tidak pernah melihat pertengkaran kemarin malam. Sepertinya pura-pura tidak tau akan lebih baik daripada dia membahasnya, hanya akan menambah luka saja.

"Semalam kamu nggak tidur?" tanya Hastanta.

Kyoya mengangkat wajahnya untuk melihat Hastanta, walaupun merasa takut, dia masih ingat bahwa tidak sopan bicara dengan orang tua seperti itu.

"Tidur, Pa. Tapi emang agak larut," jawab Kyoya dengan suara pelan.

Itu memang benar, Kyoya tidur setelah lelah menangis, dia bahkan tidak ingat pastinya kapan dia tertidur, yang jelas dia masih menangis ketika akan terlelap.

"Jangan tidur larut malam, kamu harus jaga kesehatan, ya."

Kyoya mengangguk saja, andai saja Hastanta tau bahwa dia menangis karena perbuatan sang papa, Kyoya jadi penasaran, apa yang akan dilakukan ayahnya itu.

"Nanti kamu nggak ada rencana, kan? Kita mau ke rumah oma."

Rumah oma? Tentu Kyoya setuju, dia ingin bertemu dengan oma dan juga sepupu-sepupunya.

"Nggak ada, Pa," jawab Kyoya, setelah pulang sekolah, dia memang tidak memiliki rencana apapun.

Kedatangan Keinarra bersama Asih membuat Kyoya reflek tersenyum, biarlah dia melakukan itu untuk menutupi kesedihannya.

"Ayo, duduk, Kei."

"Iya, Pa."

"Nanti Papa yang antar ke sekolah, ya," ucap Hastanta dengan semangat.

Kyoya tersenyum kecil, tentu saja dia mau diantar oleh papanya itu.

"Nggak usah, Pa. Kei berangkat sendiri," jawab Keinarra setelah menelan makanannya dengan susah payah.

Lagi-lagi Keinarra menghancurkan impian Kyoya, apa kakaknya itu tidak bisa menerima perhatian orang tuanya? Sedikit saja.

"Kok gitu, sih. Kamu nggak suka diantar Papa?"

"Bawa mobil sendiri lebih enak, Pa. Oh, iya, Pa, nanti Kei mau belanja, kasih uang lagi, ya," pinta Keinarra santai.

"Tapi nanti kita mau ke rumah oma," celutuk Asih.

"Kei nggak ikut. Males!"

"Udah lama kita nggak ke rumah oma, Kak. Nanti sepupu kita yang lain juga pada ngumpul, pasti seru," tutur Kyoya semangat.

"Menurut lo gitu, lah gue? Males banget! Mendingan belanja atau nggak tidur!"

"Kakak kok gitu, sih?" Kyoya tidak habis pikir dengan jalan pikiran kakaknya, selalu seperti ini.

"Terserah gue dong, ngapain lo ikut campur? Lo siapa?!"

Kyoya kesal bukan main. "Gue adik, lo!"

"Keinarra, Kyoya, udah, ya. Jangan bertengkar lagi."

"Kei berangkat."

"Kyoya, udah, jangan diladenin. Keinarra emang gitu, kan? Kita harus paham dengan sikap dia."

Apa selama ini Kyoya kurang memahami Keinarra? Padahal ketika kakaknya itu bersikap ketus, judes dan sering marah padanya, Kyoya tetap diam dan jarang membalasnya, kurang sabar apa lagi?

"Nanti kamu coba bujukin kakak kamu, ya, supaya dia mau ikut ke rumah oma," pinta Asih dengan lembut.

Jika sudah begitu, bagaimana Kyoya bisa menolak? Dia menyayangi Asih dan tidak ingin menolak permintaan orang tuanya.

"Iya, Ma. Kyoya coba."

Akan Kyoya coba, tetapi tidak yakin dia akan berhasil, Keinarra juga keras kepala. Bahkan sangat.

"Papa antar, ya," tawar Hastanta.

Kyoya mengangguk, selagi dia masih bisa merasakan kasih sayang ini, dia tidak akan menolaknya.

🐬🐬🐬
R

abu, 10 Januari 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top