SATU-KYOYA'S LIFE

Satu

Setiap orang adalah tokoh utama di kisah kehidupannya sendiri, bedanya adalah, tokoh utama lain yang dia pilih serta tokoh sampingan dan figuran sebagai pelengkap. Kyoya tidak mau menjadi tokoh sampingan, apalagi tokoh figuran di kisah orang lain. Baginya, jika bukan menjadi tokoh utama, maka lebih baik tidak usah berada di kisah orang tersebut.

Namun, keinginannya itu tidak bisa terwujud, bagaimanapun juga dia pasti menjadi tokoh tambahan atau mungkin figuran bagi kisah orang lain, entah disengaja ataupun tidak. Meskipun tidak bisa menghindari, setidaknya Kyoya bisa meminimalisir, kan?

Seharusnya bisa! Akan tetapi kali ini keinginannya itu tidak bisa terwujud. Ada kejadian yang menghebohkan di sekolah, ada seorang kakak kelasnya yang mengutarakan perasaan pada kakak kelasnya yang lain. Ya, Kyoya sedikit baper dengan kejadian itu, hanya sedikit, dan tentunya Kyoya bisa mengabaikannya. Kyoya bisa memilih untuk tidak menjadi tokoh figuran bagi kisah kedua orang itu, tapi apa daya, Kyoya harus melakukan sesuatu yang diminta oleh kakaknya.

Kyoya punya seorang kakak, namanya Keinarra, kakaknya itu adalah pemegang akun gosip sekolah, tetapi tidak ada yang mengetahui hal tersebut selain mereka berdua. Keinarra yang memegang akun gosip, tetapi Kyoya yang ditugaskannya untuk mengambil gambar kejadian-kejadian yang bisa dijadikan gosip. Nah, kejadian menyatakan perasaan ini tentu menjadi bahan hangat untuk gosip. Karena itulah Kyoya mengambil beberapa gambar serta video menggunakan kamera yang setiap harinya dia bawa. Kyoya menjadi tokoh figuran!

Kejadian di lapangan utama sudah berhasil diabadikan Kyoya dalam bentuk gambar, cewek itu memeriksa hasil bidikannya sebelum mengabari sang kakak untuk segera mengambil kameranya.

"Ngapain sih difoto segala?" Seorang cowok yang daritadi memperhatikan kegiatan Kyoya sontak bertanya.

"Untuk dokumentasi," jawab Kyoya singkat.

"Harus banget, ya? Gue baru tau loh, apa di sekolah ini memang harus begini? Meskipun bukan kegiatan sekolah." Cowok itu lagi-lagi bertanya. Kyoya tidak marah, karena merasa wajar jika cowok itu bingung dengan apa yang dilakukannya.

"Enggak kok, ini bukan untuk sekolah. Ini untuk gue," jawab Kyoya diiringi senyum manisnya yang membuat Dihyan---cowok tersebut---terpana.

"Lo mau mengabadikannya supaya nggak lupa, ya? Atau lo mau ditembak kayak gitu juga? Biar lebih terkesan?" Dihyan menaik turunkan alisnya untuk menggoda Kyoya.

"Ih, bukan gitu!" protes Kyoya, cewek itu tidak ingin dibully kakaknya jika itu sampai terjadi, bukan karena iri, kakaknya hanya tidak suka dengan hal-hal yang menurutnya lebay seperti itu.

"Santai dong cantik."

"Gue duluan, ya. Bye."

Tujuan Kyoya saat ini adalah taman, untuk menemui kakaknya yang menginginkan gambar-gambar ini. Lapangan utama masih ramai, Kyoya mencari keberadaan Zuyyin dan Fagan, hanya untuk sekedar melihat pasangan baru tersebut. Cewek itu sedikit merasa iri dengan Zuyyin, dia mendapatkan Fagan yang sangat menyanyanginya. Bahkan sampai rela melakukan semua ini.

Sesampainya di taman, Kyoya duduk di salah satu kursi karena Keinarra---sang kakak---belum datang. Sembari menunggu, Kyoya kembali memeriksa gambar-gambarnya, Keinarra pasti akan memarahinya jika gambar tersebut tidak sesuai dengan keinginannya.

"Mana?"

Kyoya berbalik untuk menatap Keinarra yang sudah berdiri di belakangnya.

"Nih, gue udah ambil banyak gambar," ucap Kyoya seraya menyerahkan kamera yang dipegangnya kepala Keinarra.

"Bagus," puji Keinarra sambil melihat foto-foto itu membuat Kyoya tersenyum.

"Good job, Kyoya," ucap Keinarra lalu mengambil uang tiga ratus ribu dan menyerahkannya kepada Kyoya. Cewek itu menggeleng tetapi mengambil uang tersebut dengan pasrah, tidak mungkin ditolaknya karena Keinarra pasti akan terus memaksanya untuk menerima.

"Gue duluan."

Kyoya langsung berdiri ketika Keinarra sudah berbalik.

"Kak."

Yang dipanggil langsung berhenti dan membalikkan tubuhnya.

Kyoya mencoba memberanikan diri. "Makan di kantin, yuk!"

"Nggak deh, gue makan sama teman aja," tolak Keinarra tanpa pikir panjang.

Kyoya terdiam, terus memikirkan alasan sang kakak karena menolak ajakannya. Kenapa? Apa Keinarra tidak menganggapnya sebagai adik? Ini bukanlah penolakan pertama karena kakaknya itu memang sering menolak segala ajakannya.

"Ada lagi?" Kyoya hanya menjawab dengan gelengan sehingga Keinarra segera pergi.

Setelah kepergian Keinarra, Kyoya kembali mendudukkan tubuhnya di kursi. Mencoba melupakan apa yang sudah dilakukan Keinarra kepadanya, sebenarnya itu bukanlah hal yang besar, tetapi Kyoya itu sering memikirkan hal-hal seperti itu dan susah mengabaikannya.

"Kyoya, lo ngapain menung di sini? Nggak kesambet, kan?"

Tanpa izin, Dihyan duduk di sebelah Kyoya membuat cewek itu sedikit bergeser untuk memberikan jarak lebih lebar di antara mereka.

"Enggak, lah. Yakali!"

Dihyan terkekeh, entah apa yang lucu.

"Yaudah, yuk ke ruang musik," ajak Dihyan.

Kyoya menoleh lalu mengernyit, ngapain ke ruang musik?

"Ngapain? Kita nggak ada pelajaran musik."

"Hari ini kita jamkos, daripada di kelas, kan? Bosan." Dihyan menjawab dengan santai, seolah itu bukan masalah besar, berbeda dengan Kyoya.

"Lo murid baru, kok bisa tau kalau ada ruang musik? Kok tau kalau sekarang ini jamkos?" Pertanyaannya tidak salah, kan? Kyoya saja belum tau kalau mereka akan jamkos.

"Kan gue udah liat denah." Dihyan menjawab pertanyaan yang pertama. "Tadi pas lo pergi, ketua kelas bilang kalau sekarang ini kita jamkos. Ada pertanyaan lagi? Gue siap menjawabnya, Cantik," sambung cowok itu.

Kyoya tersenyum geli ketika Dihyan memanggilnya 'Cantik' bahkan cowok itu sudah melakukannya sejak awal dia masuk ke sekolah ini, bahkan dia lebih memilih untuk berteman dengan Kyoya daripada yang lain. Well, Kyoya bukannya tidak paham dengan tujuan cowok itu, tetapi dia hanya ingin melihat apa yang akan dilakukan Dihyan nantinya.

"Lo cantik banget kalau senyum," puji Dihyan terang-terangan.

"Bisa aja, lo. Gue ke kelas duluan."

Setelah Kyoya berdiri, Dihyan langsung menarik tangan Kyoya pelan lalu mengajak gadis itu berlari, tentu tujuannya adalah ruang musik.

🐬🐬🐬

"Mau kemana, sih?" gerutu Kyoya. Pasalnya, mereka bukannya ke ruang musik, tetapi mengelilingi sekolahan. Capek, cuy.

"Ke ruang musik, tapi gue lupa letaknya di mana. Makanya muter-muter dulu, sabar ya, gue pasti ingat," jawab Dihyan seraya mengernyit seolah sedang berpikir keras. Hal itu membuat Kyoya merasa lucu dengan ekspresi cowok itu. Imut.

"Gue tau ruang musik di mana. Ayo!" seru Kyoya, karena menurutnya ini yang terbaik, mereka tidak akan mengelilingi sekolah lagi.

"No! Kita akan ke ruang musik dengan usaha gue, jangan coba-coba, ya," tolak Dihyan. Cowok itu ingin ke ruang musik bersama Kyoya dengan usahanya sendiri. Ya, meskipun harus mutar-mutar dan menghabiskan banyak waktu juga tenaga.

"Tap---"

Lagi-lagi Dihyan menarik tangan Kyoya dan membawanya berlari, apa cowok itu tidak berpikir kalau kaki Kyoya sudah lelah, apa?

"Nah, ketemu." Lega. Akhirnya.

"Ada yang makai, nggak?" tanya Kyoya setelah menahan Dihyan yang akan membuka pintu, tidak lucu jika mereka mengganggu orang yang sedang belajar.

"Liat dulu, kalau nggak dilihat, kita nggak akan tau, kan?"

Iya, sih. Tetapi, emangnya nggak ada cara lain?

"Lo aja yang lihat, gue nggak mau!" Setelah mengucapkan itu, Kyoya langsung mengambil tempat di belakang pintu agar jika ada orang, cewek itu tidak akan kelihatan.

"Dih?" panggil Kyoya pelan karena Dihyan mematung setelah membuka pintu. Jangan sampai mereka terkena masalah hanya karena ini.

"Kyoya." Dihyan menatap Kyoya dengan raut wajah panik sehingga hal itu menular kepada cewek di hadapannya.

"Ayo, kabur!" Hanya itu yang ada di pikiran Kyoya. Kabur.

"Cepet!" Kini Kyoya yang memegang tangan Dihyan dan siap membawa cowok itu berlari, sebelum sebuah suara membuat cewek itu bingung.

Dihyan tertawa.

"Kenapa? Ayo!"

"Nggak ada orang di ruang musik," jawab Dihyan sambil tertawa karena ekspresi ketakutan Kyoya membuatnya merasa lucu.

"Lo, bohongin gue?"

"Sorry, Kyo. I'm so sorry." Ya, meskipun minta maaf tetapi Dihyan tetap tertawa, tentu saja cowok itu tidak benar-benar minta maaf.

"Lo bener-bener, ya! Gue udah panik tau," gerutu Kyoya tetapi tetap ikut masuk ke ruang musik.

"Makanya, harus berani dong. Masa gini aja takut," cibir Dihyan, kini tawa itu sudah berganti dengan senyum geli.

"Lo itu, ish. Gue, kan anak baik-baik. Nggak biasa kayak gini, lagipula ngapain sih ke ruang musik segala? Lo mau apa?"

Kyoya langsung mengambil tempat di salah satu kursi, melihat Dihyan yang sudah memegang seruling.

"Lo mau main seruling?"

"Mau, sih. Tapi gue nggak pandai."

"Lo benar-benar, ya!"

Kyoya kesal! Seharusnya dia kabur saja.

🐬🐬🐬

Selasa, 2 Januari 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top