EMPAT-KYOYA'S LIFE

Empat

Tadinya Kyoya tidak mau berangkat sekolah, saat dia bangun tubuhnya serasa tidak memiliki tenaga untuk melakukan apapun. Kyoya pun langsung memutuskan untuk bolos sekolah, dia ingin merenung seharian di kamarnya.

Namun Keinarra masuk ke kamarnya dan memaksa Kyoya untuk segera bersiap berangkat ke sekolah, Kyoya sudah menolak, tetapi Keinarra memaksa sampai menyeret Kyoya ke kamar mandi. Akhirnya Kyoya yang mengalah, dan di sinilah dia berada, di dalam kelas yang suasananya cukup ricuh karena guru yang mengajar belum datang. Maklum saja, jam pelajaran pertama memang belum dimulai.

"Mau?" Dira menawarkan sepotong cheesecake kepada Kyoya yang daritadi hanya diam.

Kyoya menggeleng, dia sedang tidak nafsu makan, walaupun belum sarapan tetapi dia sama sekali tidak lapar, mungkin efek sedih memang seperti ini.

"Daritadi lo melamun terus, kenapa? Mikirin jodoh yang belum kelihatan batang hidungnya?" ucap Tisa dengan candaan di akhir kalimat.

Kyoya tersenyum tipis, sekedar menanggapi candaan yang dilontarkan Tisa padanya.

"Gue nggak lapar, jadi malas makan."

Kyoya langsung menumpukan kepalanya di lipatan tangannya, tubuhnya terasa lemas dan dia tidak semangat untuk melakukan apapun.

"Letoy amat, lo. Lagi ada masalah?" tanya Tisa, kali ini dia serius karena tidak biasanya Kyoya seperti ini, biasanya Kyoya selalu ceria, temannya itu selalu bahagia sehingga terkadang Tisa berpikir bahwa dia tidak pernah sedih.

"Iya, nggak biasanya lo kayak gini," timpal Dira.

"Lagi bad mood doang."

"Yaudah, deh, take your time."

Meskipun mereka berteman, tetapi jika Kyoya enggan mengatakan apa permasalahan yang sedang dihadapinya, maka mereka tidak akan memaksa Kyoya untuk bercerita.

"Morning my friends." Sapa Dihyan dengan semangat.

"Morning, Dihyan," balas Dira dan Tisa.

"Nih, gue bawain sandwich buat kalian, mama gue yang bikinin," ucap Dihyan seraya meletakkan sebuah paperbag di depan Dira.

"Untuk kami?" tanya Dira memastikan.

"Iya, untuk kalian."

"Thankyou."

"Kyoya, lo mau nggak sandwich nya? Padahal gue udah bilang ke mama supaya bikinin yang spesial untuk lo."

Kyoya mengangkat wajahnya yang daritadi ia letakkan di tangan, wajahnya yang tidak bersemangat menarik perhatian Dihyan.

"Lo sakit?" tanya Dihyan seraya meletakkan punggung tangannya di dahi Kyoya. Hangat, itulah yang dirasakan Dihyan.

"Enggak, gue baik-baik aja," bantah Kyoya, dia memang tidak sakit, mungkin ini hanyalah efek kebanyakan menangis sehingga ia pusing dan tubuhnya sedikit panas.

"Yaudah, makan dulu sandwich nya."

Dihyan mengambil satu sandwich menggunakan tisu milik Tisa yang berada di atas meja dan menyerahkannya kepada Kyoya. Cewek itu hendak menolak tetapi karena Dihyan yang memberikannya, dia tidak sanggup untuk menolak, apalagi sandwich itu buatan mamanya Dihyan.

"Thanks."

"Okay, gue pergi dulu."

Setelah Dihyan pergi menuju tempatnya, Kyoya menggigit sandwich di tangannya, rasanya enak dan Kyoya bahagia, dia merasa begitu diperdulikan oleh Dihyan, bahkan keluarganya saja tidak seperti ini. Perhatian Dihyan membuat Kyoya begitu bahagia dan melupakan kesedihannya.

"Lah, udah semangat aja lo. Tadi aja lemes," ucap Dira ketika melihat Kyoya sudah mulai semangat lagi, wajah temannya itu sudah berseri kembali.

"Iya, lah. Udah makan sandwich buatan calon mama mertua, makanya jadi semangat," timpal Tisa lalu dia tertawa diikuti Dira.

"Kalian apaan, sih? Jangan gitu!"

"Emang bener, pas gue kasih cheesecake nolak, pas Dihyan ngasih sandwich buatan mamanya, nggak nolak." Dira mengeluarkan argumennya membuat Kyoya melotot.

Perlahan dia menoleh ke belakang, lebih tepatnya ke arah Dihyan, memastikan bahwa cowok itu tidak mendengar ucapan Dira dan Tisa yang ngelantur. Untung saja Dihyan sedang asik bicara dengan teman-temannya, jadi Kyoya merasa lega karena Dihyan pasti tidak mendengar ucapan kedua temannya itu.

"Kalian jangan gitu ya, nggak enak kalau Dihyan dengar, malu gue," ucap Kyoya memperingatkan teman-temannya.

"Halah, lebay. Biasa aja kali, Dihyan pasti juga tau kalau ini cuma candaan, dia nggak akan baper," balas Tisa.

Kyoya diam saja, teman-temannya memang tidak memiliki pemikiran yang sama dengannya, Kyoya itu sangat perasa sedangkan teman-temannya tidak. Akan susah jika mereka memiliki pandangan berbeda dengan sebuah topik.

"Nah, kan, diem juga lo," cibir Dira membuat Kyoya mendengus.

"Males gue ngelawan kalian, pemikiran kita beda banget."

"Yaiyalah beda, nggak mungkin sama."

🐬🐬🐬

"Kyoya pinjam pena, dong," ucap Dihyan setelah sampai di hadapan Kyoya, jadi ini mereka sedang jamkos, tetapi tetap saja diberi tugas, makanya mereka bisa mengelilingi kelas sesuka hati.

"Pena lo mana?" tanya Kyoya bingung, soalnya ini jam pelajaran keempat, jika Dihyan memang tidak membawa pena, kenapa tidak pinjam daritadi?

"Gue bawa dua pena, yang satu dipinjam Elang, satu lagi dipinjam Keysa," jawab Dihyan santai.

Kyoya mengernyit, pintar sekali Dihyan ini, dia meminjamkan pena kepada orang lain, sedangkan dia sendiri juga meminjam pena. Karena malas membalas ucapan Dihyan, Kyoya langsung mengambil sebuah pena dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Dihyan.

"Nggak ada warna lain?" tanya Dihyan karena pena yang diberikan Kyoya itu berwarna pink dan memiliki hiasan bulu-bulu di puncak penanya, rasanya itu terlalu imut untuk dipakai oleh seorang Dihyan.

"Yang ini." Kyoya menunjuk pena yang sedang digunakannya, berwarna pink dengan hiasan peri kecil. Memang Kyoya suka sekali mengoleksi pena dengan bermacam-macam hiasan, yang penting warnanya adalah pink.

"Yah, sama aja," keluh Dihyan.

"Lagian yang penting itu tintanya, bukan modelnya."

"Iya juga sih, btw Kyo, gue gabung ya," ucap Dihyan setelah menarik kursi kosong yang tidak jauh dari Kyoya dan langsung duduk.

Kyoya mendengus, untuk apa Dihyan meminta izinnya, dia bahkan sudah duduk duluan sebelum meminta izin, jika sudah begini tidak mungkin ditolak.

"Bentar gue ambil buku dulu."

Dihyan langsung beranjak dan berjalan dengan cepat untuk mengambil bukunya dan segera kembali ke tempat Kyoya.

"Nah, udah." Dihyan langsung menatap Kyoya yang sepertinya sedang berpikir.

"Lo mau kerjasama sama gue?" tanya Kyoya memastikan.

"Iya, gitu." Dihyan menangguk setuju.

"Gue udah selesai delapan soal, lo lanjutin sampai nomor delapan belas, dua soal lagi gue yang selesaiin," ucap Kyoya membagi tugas, dua puluh soal itu akan adil jika dibagi sama rata seperti itu.

"Oke, gue buat dulu."

"Ikut gabung dong," ucap Dira yang baru datang, Kyoya langsung menatapnya dengan pandangan tak setuju, bukan karena tak ingin kebersamaannya dengan Dihyan terganggu, tetapi Kyoya merasa tidak ada tempat lagi untuk Dira dan Tisa. Membagi meja bersama Dihyan saja rasanya sudah sempit, apalagi bagi empat?

Seakan tau apa yang dipikirkan oleh Kyoya, Dira langsung menarik meja di sebelahnya dan menyatukan meja itu dengan meja Kyoya.

"Pelan-pelan," tegur Dihyan karena tabrakan kedua meja itu membuat tangannya tergeser dan bukunya tercoret cukup panjang.

"Sorry."

"Liat ya, Kyoya."

Dira langsung mengambil buku tulis Kyoya dan menyalin jawaban temannya itu bersama Tisa, Kyoya pasrah saja, mau protes juga tidak bisa.

"Lo kok bisa ngerjain soal-soal ini? Ini susah loh," tanya Tisa di sela-sela kegiatan menulisnya.

"Gampang aja," jawab Kyoya seadanya.

"Lo juga bisa Dihyan?" tanya Tisa karena Dihyan sibuk dengan buku cetaknya, tidak menyontek sama sekali.

"Bisa," jawab Dihyan singkat.

"Kok kalian bisa? Kami enggak?"

"Tergantung perbuatan aja, sih."

Kyoya tertawa pelan mendengar jawaban Dihyan sedangkan Tisa mendelik dengan kesal.

"Kalau lo belajar benar-benar, pasti bisa kok, tapi lo nya aja yang malas," lanjut Dihyan memperbaiki ucapannya yang sebelumnya.

"Guys, yang nggak tau jawabannya, boleh ke sini, Kyoya sama Dihyan bagi-bagi jawaban," teriak Dira membuat sekelas ricuh untuk meminta jawaban kepada Dihyan dan Kyoya.

Benar-benar teman yang bikin repot.

🐬🐬🐬

Jum'at, 5 Januari 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top