Lindungi Aku Dengan Benar [Possesive!Moriyama x Reader]

Harusnya Mahouka update ini pas Ahad, cuma ada satu dan lain hal, Mahouka nggak bisa update wkwk.

ini req dari martiwi28_ semoga suka, ya!


Enjoy~!

warnings: OOC, Typo(s), ga-je, de-el-el

=~=~=~=~=



"Kau baik-baik saja?" tanya Moriyama saat berhasil membuat anak-anak nakal yang menjadi pem-bully di sekolahnya meninggalkan korbannya sendiri.

Perempuan yang menjadi korban bully tadi menggeleng dan tersenyum, "Aku ...," katanya pelan sambil berusaha meraba-raba sesuatu di sekitarnya, "aku tidak baik-baik saja tanpa tongkatku."

Moriyama tercengang, ia tidak menyangka orang-orang tadi memilih seorang tunanetra untuk dijadikan target bully. Dengan cepat ia mengedarkan pandangannya ke seluruh tempat, mencari tongkat dari perempuan ini.

Ia langsung berlari pelan mengambil tongkat yang berada di sisi lain tempat itu dan memberikannya pada perempuan tadi, "Ini tongkatmu, Nona," katanya sambil meraih tangan perempuan itu dan membantunya menggenggam tongkat tadi.

Perempuan itu tersenyum, "Terima kasih."

Moriyama melihat perempuan itu berusaha bangkit dengan sempurna, kemudian perempuan itu menyibakkan rambut yang sedari tadi menutupi wajahnya, menampakkan iris kelabu miliknya. Dan Moriyama terpanah saat itu juga.

Bukan. Bukan karena wajah perempuan itu yang cantik, tapi keteguhan perempuan itu di tengah kekurangannya. Moriyama bahkan tidak mendengar permintaan tolong dari perempuan itu, padahal kaki perempuan itu terlihat terluka dan mengakibatkan ia kesulitan saat berjalan.

Sebagai laki-laki yang bertanggung jawab, Moriyama mendekati perempuan itu, "Biar kubantu," tawarnya dengan pelan.

Kepala perempuan itu menggeleng, "Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri," tolak perempuan itu sopan.

Mana mau Moriyama menerima penolakan itu. Bisa saja pernyataan cintanya ditolak, tapi jangan bantuannya. Ia lalu mengalungkan lengan kiri perempuan itu di lehernya dan mengangkat tubuh perempuan itu menuju ke UKS.

"K—kau tidak perlu mengangkatku seperti ini!" pekik perempuan itu panik.

Tidak memedulikan perkataan perempuan itu, Moriyama tetap membawa perempuan itu dalam gendongannya. Ia tidak peduli dengan murid-murid lain yang melintas dan memerhatikan mereka berdua.

"Orang-orang akan menilaimu dengan buruk jika kau menolongku, Tuan," kata perempuan itu di tengah perjalanan mereka ke ruang UKS, "aku bisa jalan sendiri."

Satu helaan napas keluar dari bibir Moriyama, "Kau memang bisa berjalan sendiri, Nona," katanya, "tapi akan butuh waktu lama untukmu sampai di UKS dengan kaki yang sulit berjalan."

"Tapi—"

Moriyama menyela sebelum perempuan itu kembali berbicara, "Namaku Moriyama Yoshitaka, bagaimana dengan dirimu?" tanyanya.

Perempuan itu akhirnya tenang di dalam gendongannya, "[Full Name]," jawab perempuan itu dengan singkat.

Kali ini Moriyama tidak mengeluarkan sepatah kata pun, ia tahu jika ia berbicara dan berlagak seperti teman dekat membuat perempuan dengan nama [Name] itu akan merasa lebih tidak nyaman lagi. Jadi, ia memilih membuat keheningan di antara mereka menjadi sedikit nyaman.

Hanya perlu waktu lima menit agar Moriyama sampai di UKS Kaijō dengan [Name] di dalam gendongannya. Ia meletakkan tubuh gadis itu di atas tempat tidur yang berada di sana.

"Terima kasih, Moriyama-san," kata [Name] sambil membungkuk pelan pada posisi duduknya, "kau bisa meninggalkanku sekarang."

Moriyama tidak menjawab, ia malah mengambil kursi kecil dan beberapa peralatan UKS lalu duduk di depan [Name], "Jangan berterima kasih dulu, kakimu bahkan belum diobati," ujarnya sambil mengutak-atik kapas dan antiseptik di tangannya.

Perempuan itu berusaha meraba-raba asal suara Moriyama, "Biar anggota komite saja yang melakukannya, Moriyama-san," tolak [Name], "kau sudah terlalu banyak membantuku hari ini, Moriyama-san."

"Maaf kalau kau merasa tidak nyaman, [Last Name]-san," kata Moriyama sebelum membersihkan luka di kaki [Name] menggunakan kapas yang sudah diberikan antiseptik.

Mau tak mau [Name] membiarkan Moriyama mengobatinya, entah ia mulai mengerti jika laki-laki itu sangat keras kepala.

"Apa mereka selalu mengganggumu, [Last Name]-san?" tanya Moriyama sambil mengobati kaki [Name].

[Name] menggeleng pelan, "Awalnya tidak begitu kelihatan, hanya mendorong pelan, mengambil tongkatku, meletakkan benda berbau tajam di lokerku," jawab perempuan itu dengan suara pelan, "tapi mereka mulai menyerangku secara terang-terangan hingga fisik."

"Kau tidak melawan? Atau meminta bantuan?" Suara Moriyama terdengar marah.

"Mereka lebih kuat, Moriyama-san," kata [Name], "lagipula ... guru tidak mau memercayaiku karena aku buta, mereka menganggap hal-hal yang kualami hanya ketidak sengajaan."

Rasanya amarah Moriyama ingin meledak-ledak. Ia merasa gelar sekolah elit yang didapatkan oleh Kaijō sama sekali tidak berguna jika masih ada kasus seperti ini. Apalagi guru sebagai satu-satunya penolong bersikap seperti itu.

Jika sekolah pun tidak bisa menolong atau membantu [Name], maka ia sendiri yang akan melakukannya.

=~=~=~=~=

Setelah pertemuannya dengan Moriyama sore itu, [Name] sering sekali menemui laki-laki itu berada di sekitarnya. Entah kebetulan atau tidak, eksistensi laki-laki di mana pun ia berada sangat terasa.

Padahal ia mengira laki-laki itu hanya kasihan dan menolongnya, kemudian perasaan itu akan menghilang lalu ia akan kembali sendirian. Kembali jadi korban bully.

Tapi sudah lebih dari sebulan laki-laki dengan sifat ramah itu selalu berada di dekatnya. Meskipun tidak menunjukkan diri secara langsung, laki-laki itu selalu berada di jarak gema tongkatnya. Jarak penglihatan [Name].

Jika hari sebelumnya laki-laki itu menjaga jarak, maka hari ini laki-laki itu secara terang-terangan memperlihatkan jika ia berada di pihak [Name]. menjaganya seperti barang berharga dan memberikan reaksi tak senang bila ada seseorang yang mengadili mereka berdua.

Awalnya [Name] tidak keberatan, ia bahkan senang mendapatkan teman baru yang bisa ia percayai. Namun, semakin lama perangai laki-laki itu semakin kelewatan. Seperti ia ingin mengajak berkelahi siapapun yang berurusan dengannya.

"Moriyama-san," panggilnya pelan saat tahu Moriyama seperti akan menghampiri seseorang untuk dipukul, "ada apa denganmu?"

Moriyama tidak langsung menjawab, laki-laki itu seperti menenangkan dirinya terlebih dahulu, di menit selanjutnya [Name] bisa merasakan usapan pelan di kepalanya, "Tidak ada," jawabnya tenang.

Untuk sesaat [Name] terlena, tetapi ia meraih tangan Moriyama yang berada di kepalanya, "Jangan begini, Moriyama-san," katanya tegas, "kau sangat berlebihan."

"Lalu aku harus apa?" tanya Moriyama, "apa aku harus meninggalkan sisimu dan membuat orang-orang mem-bully-mu lagi?"

"Moriyama-san ...."

"Dengar, [Last Name]-san," sergah Moriyama, "karena kau tidak bisa melawan mereka, maka aku yang melawannya untukmu dan kau akan baik-baik saja jika aku di sisimu."

Laki-laki itu memegang tangannya, "Jangan melarangku, karena ini demi kebaikanmu."

[Name] menarik tangannya dari genggaman Moriyama, "Apa kau pikir aku ini sangat lemah?" tanyanya, "apa kau berhak berlaku seperti ini padahal kau bukan siapa-siapa? Apa ini bentuk rasa kasihanmu yang berlebihan?" Napas [Name] terengah-engah, manik kelabunya terlihat jelas saat mendengadah menatap Moriyama.

Di detik selanjutnya, [Name] bisa merasakan tubuhnya direngkuh dengan erat. Ia berusaha memberontak, mengetahui mereka sedang berada di koridor sekolah.

"Tolong jangan memberontak, [Last Name]-san," bisik Moriyama pelan.

Seperti sebuah mantra sihir, [Name] tidak lagi memberontak, "Jangan membuatku bingung begini," lirih [Name] pelan.

"Aku menyukaimu, [Last Name]-san," ungkap Moriyama sambil mengeratkan pelukannya, "aku tidak ingin kau terluka dan kembali mengalami hal buruk. Aku melakukan ini bukan karena kasihan, tapi aku menyukaimu, sangat menyukaimu."

[Name] kehilangan kata-kata. Ini pertama kalinya ia mendapat pengakuan cinta dari seseorang.

"Kumohon, jangan melarangku untuk menjagamu," imbuh Moriyama.

Perasaan [Name] luluh, perasaan marahnya berubah menjadi perasaan hangat. Sangat nyaman dan berdebar di saat yang sama. Ia harus bagaimana?

Cukup lama [Name] terpaku di dalam pelukan Moriyama, tidak tahu harus menjawab apa pernyataan cinta Moriyama.

"Kau yakin menyukaiku dan bukan mengasihaniku?" tanya [Name] tiba-tiba dan dijawab anggukan langsung oleh Moriyama, "kenapa?"

Satu helaan napas terdengar dari Moriyama, "Aku menyukai semua tentangmu, [Last Name]-san, aku tidak bisa memilih alasan mengapa aku menyukaimu, karena tidak ada satu pun alasan yang tepat," jawab Moriyama.

[Name] semakin luluh, "Kalau begitu ...," ucap [Name] pelan, "lindungi aku dengan benar, jangan seperti ini."

Moriyama lagi-lagi mengangguk dengan cepat, "Baiklah, aku berjanji."

Sebuah senyuman terukir di bibir [Name], kemudian berjalan mendahului Moriyama sambil menghentakkan tongkatnya dengan pelan.

Laki-laki itu menyusul dengan langkah pelan, "Apa kita sekarang berkencan, [Last Name]-san?" tanya Moriyama dengan nada suara bersemangat.

Wajah [Name] merona, bahkan kedua telinganya juga memerah, "B—bisa dibilang begitu ..." jawab [Name] dengan suara pelan tetapi masih bisa didengar oleh Moriyama.

Dan bisa terdengar jika Moriyama bersorak girang di belakang.

=~=~=~=~=


Maaf banget kalau ini nggak sesuai ekspektasi :')

Mahouka agak aneh sendiri sebenarnya, perasaan keterbatasan fisik jadi korban bully melulu, nggak kreatif aku ini :')

See you next oneshoots~!

Yanagawa Ashita,

wifunya Shoutan,

MK

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top