Bersamanya [Midorima x Tsundere!Reader]

Hallo~

Merry Christmas, for all readers who celebrate it ^^

Mahouka balik bawa Midorima~!

Maaf one shot ini bukan spesial natal :' tapi request dari Sheeley_Rain [mungkin udah ganti user name, bisa kasih tau Mahouka ^^] maaf kelamaan :'''D

Enjoy~!

Warnings: OOC, Typo(s), Ceritanya gaje, de-el-el.


=~=~=~=~=

[Your Name] duduk di mejanya, mengetuk-ngetukkan pensil mekaniknya ke meja dengan irama asal-asalan. Ia sedang bosan dan kesal.

Bagaimana tidak, ia di tinggal oleh temannya dan harus bersama dengan dua orang yang paling menyebalkan (menurutnya) di kelas hanya karena projek yang belum selesai.

"Bukankah sudah kubilang biar aku sendiri yang mengerjakannya?!" kata [Your Name] dengan kesal. Ia menatap dua laki-laki yang sedari tadi hanya bercanda—lebih tepatnya salah satu dari mereka mengganggu yang lainnya, "Kalau kalian membantu, bantulah dengan baik! T—tapi bukan berarti aku mau dibantu atau apa."

Kedua laki-laki di hadapannya, Midorima Shintaro dan Takao Kazunari menatapnya.

"Dengar, ini projek perkelompok, bukan individu nanodayo," kata si surai hijau, tak lupa dengan ciri khas nanodayo miliknya, "lagipula, aku sudah ingin mengerjakannya nodayo, tetapi si Bakao ini terus saja mengangguku," katanya sembari menunjuk laki-laki bersurai raven di sampingnya.

Yang ditunjuk terkejut, "Enak saja! Aku kan cuma memberi pendapat tentang tema yang kau ambil," elaknya.

[Your Name] semakin kesal, "Sudah! Biar aku yang kerjakan, kalian ada ekskul 'kan? Pergilah!" teriaknya, "bukan berarti aku peduli, hanya saja kalau mengerjakan bersama kalian projek ini tidak akan selesai!"

Si raven menghela nafas, "Tidak, tidak [Last Name]-chan, kita akan mengerjakannya bersama," kata laki-laki itu, "lagipula Shin-chan suka kok satu kelompok denganmu."

Wajah si surai hijau langsung memerah, "B—baka! Apa yang kau katakan! Lebih baik cepat selesaikan projek ini lalu pulang nodayo!" teriak laki-laki itu, "hari ini tidak ada latihan, kau tahu itu kan Bakao."

Si raven lalu terkejut, "Benar juga! Kalau begitu ayo cepat kerjakan."

[Your Name] menghela nafas, tetapi tanpa sadar senyumnya mengembang.

=~=~=~=~=

[Your Name] mengembangkan senyumnya, setelah kemarin mengerjakan projek dengan dua orang laki-laki yang sama sekali tidak bisa diam selama seharian, akhirnya terselesaikan bahkan ia telah mereviewnya agar tidak terjadi kesalahan.

Senyumnya masih mengembang, tentu saja, satu tugas terselesaikan, ia harus mengerjakan tugas yang lainnya.

"[Last Name]-chan! [Last Name]-chan!" [Your Name] menghela nafas mendengar suara ini.

Ia menghentikan langkahnya, "Ada apa Takao-san?" tanyanya, "aku benar-benar sibuk kali ini."

Laki-laki itu tersenyum kaku, "Anu... itu..." laki-laki itu gelagapan sembari memegangi tengkuknya, "kau tahu Shin-chan 'kan?"

[Your Name] mengangguk, "Midorima-san? Ada apa?"

"Begini, tadi aku tidak sengaja melempar bola tepat ke wajahnya," jelas laki-laki itu, "jadi sekarang dia mimisan dan berada di UKS, tetapi di sana sama sekali tidak ada anggota Komite Kesehatan, dan satu-satunya anggota Komite Kesehatan yang kutahu adalah kau, bisakah kau membantunya?"

[Your Name] menghela nafas, sudah pasti laki-laki ini membawa sesuatu yang buruk padanya, "Baiklah, aku akan segera ke UKS setelah mengumpulkan projek kemarin," kata [Your Name], "b—bukan berarti aku mau membantunya atau apa, aku hanya menjalani tugasku."

Laki-laki di hadapannya tersenyum senang, "Terima kasih [Last Name]-chan kau mau membantu Shin-chan, ya meskipun dengan bumbu tsundere," kata laki-laki itu.

"A—aku tidak tsundere! Mana ada aku tsundere!"

Laki-laki itu masih tersenyum, "Kalau begitu mohon bantuannya!"

Setelah lima belas menit [Your Name] mengumpulkan projeknya, ia segera berjalan menuju ke ruang UKS, mengingat teman si surai raven yang mimisan tidak ditangani oleh siapapun di sana.

Entah sudah berapa kali [Your Name] menghela nafas hari ini, sudah sibuk dengan tugas, ia kini juga harus kembali ke UKS demi menolong laki-laki bersurai hijau yang katanya terkena bola basket hingga mimisan.

Dengan malas, ia menggeser pelan pintu UKS, "Maaf menganggu."

Saat ia baru saja menutup kembali pintu UKS, matanya terbelalak mendapati laki-laki bersurai hijau duduk di salah satu tempat tidur dengan darah yang terus bercucuran dari hidungnya hingga mengotori jersey miliknya dan lantai UKS.

"Baka! Apa yang kau lakukan? Harusnya kau menutup hidungmu dengan handuk atau kain!" kata [Your Name] panik lalu mengambil sebuah handuk di lemari yang berada di sisi kiri ruangan, kemudian memberikannya pada laki-laki itu. "Kau ini bodoh atau bagaimana sih? Paling tidak tahanlah darahnya dengan tanganmu."

Laki-laki itu menerima handuk yang diberi [Your Name], "A—aku bukannya bodoh nanodayo! Aku hanya tidak tahu!" kata laki-laki itu membela diri.

"Dengar ya, ini bukan karena aku peduli padamu atau apa," kata [Your Name], "tapi kalau kau mimisan lagi, sebaiknya tutup hidungmu supaya darah yang keluar tidak terlalu banyak, atau kau langsung bersihkan hidungmu lalu basahi ubun-ubunmu agar darahnya cepat berhenti."

Laki-laki itu hanya mengangguk, "Lalu, apa yang harus kulakukan setelah ini?" tanya laki-laki itu.

"Tentu saja menunggu darahnya berhenti, lalu aku akan memeriksa apa tulang nasale* milikmu patah atau tidak," ujar [Your Name], lalu berdiri ke dekat jendela.

Laki-laki itu terlihat terkejut, "K—kenapa bisa sampai patah nanodayo!" teriak laki-laki itu panik.

[Your Name] menggeram, "Tentu saja bisa! Bukannya wajahmu terkena bola basket sampai mimisan 'kan? Bisa saja mimisan itu karena nasale mu patah dan pendarahan!" nafas [Your Name] terengah-engah, entah mengapa sulit sekali untuk tidak berbicara dengan nada keras pada laki-laki ini.

Dan setelah itu, tidak ada yang berbicara. Laki-laki itu sibuk memegangi handuk yang menutupi hidungnya dan [Your Name] yang sibuk memandangi ekskul yang berlatih di lapangan outdoor SMA Shuutoku dari jendela UKS.

"O—oi," panggil laki-laki itu, "bukankah ini sudah cukup lama?" tanya laki-laki itu.

[Your Name] yang sedari tadi sibuk memandangi lapangan outdoor, kini berjalan menuju ke arah laki-laki itu. Lalu, ia duduk di sampingnya, kemudian mengambil handuk yang sedari tadi menutupi hidung laki-laki itu.

"Tunggu sebentar," kata [Your Name], ia berjalan lagi menuju ke lemari yang berada di sisi kiri ruangan, mengambil handuk lalu membasahinya, "kita bersihkan wajahmu yang penuh darah itu dengan handuk ini."

Laki-laki itu mengangguk paham, kemudian membersihkan darah yang sudah mengering yang menempel di sekitar hidung dan bagian atas mulutnya.

Setelah selesai, [Your Name] mendekatkan wajahnya pada wajah laki-laki itu, "A—apa yang kau lakukan nanodayo! Kau terlalu dekat!" teriak laki-laki itu tiba-tiba.

"Bukannya sudah kubilang tadi, aku akan memeriksa nasale milikmu," kata [Your Name] dengan nada pasrah, sudah terlalu lelah berdebat dengan laki-laki ini, "d—dan jangan terlalu percaya diri, aku m—melakukannya karena itu sudah tugasku."

[Your Name] lalu memegang tulang hidung laki-laki itu, ia juga melihat wajah laki-laki itu memerah ketika hidungnya disentuh olehnya dan ia juga bahkan bisa merasakan jantung miliknya berdegup dengan kencang, 'Ada apa denganku ini?' tanya keduanya dalam hati.

Setelah beberapa lama, [Your Name] menyudahi aksinya, ia menatap laki-laki itu, "Kurasa tidak patah, hanya saja kau harus lebih berhati-hati," kata [Your Name], "b—bukan berarti aku peduli atau apa."

Laki-laki itu memegang hidungnya sejenak, "B-baiklah," kata laki-laki itu, "apa sekarang aku boleh kembali?"

"Tentu saja."

=~=~=~=~=

Midorima berjalan kembali menuju lapangan indoor SMA Shuutoku, setelah cukup lama ia berada di UKS karena mimisan yang diakibatkan oleh teman setimnya yang bernama Takao Kazunari.

Sebenarnya, bisa saja menghindari bola itu, akan tetapi karena pikirannya yang kalut akan sesuatu, membuat bola itu mendarat tepat di wajahnya.

Apa atau siapa yang dipikirkan Midorima Shintaro sampai-sampai ia tak fokus dalam latihan? Jawabannya, satu, [Full Name].

Kenapa ia memikirkan gadis yang sudah menangani mimisannya di UKS tadi? Entahlah. Tetapi kata Takao, ia sedang jatuh cinta.

Jatuh cinta? Yang benar saja, itu tidak mungkin.

Ia menggeser pintu lapangan olahraga Indoor SMA Shuutoku dan seketika seluruh pandangan menuju ke arahnya, "Oh kau sudah kembali, apa kau sudah tidak apa-apa?" tanya Taisuke Otsubo, sang Kapten, "dilihat dari jerseymu, kurasa darahnya sangat banyak."

"Y—ya kurasa begitu," kata Midorima tidak yakin.

"Shin-chan!" sahut laki-laki bersurai raven dari jauh, kemudian berlari sekuat tenaga ke arahnya "maaf soal yang tadi, aku benar-benar tidak sengaja," ujarnya sembari terengah-engah.

Midorima menaikkan kacamatanya, "Tidak apa-apa nodayo, lagipula aku sudah tidak apa-apa."

"Jadi, bagaimana dengan anggota Komite Kesehatan yang kupanggilkan?" goda si surai raven padanya, "tentu saja kau suka, kau 'kan sering memikirkannya belakangan ini kan?" kata laki-laki itu sembari menaik turunkan alisnya.

Wajah Midorima menghangat, "J—jangan bercanda, aku—"

"Jangan mengelak Shin-chan," sela si raven, "lalu bagaimana dengan perkataan, kenapa bisa aku terus-menerus memikirkan [Last Name]nanodayo! Sangat menganggu, bagaimana menurutmu Takao? Kemarin saat pulang sekolah?" kata si raven sembari meniru cara Midorima berbicara."

"J—jangan!"

"Wajahmu memerah Midorima, kurasa lebih baik kau pulang," perkataannya kembali disela, tetapi kali ini oleh Shinsuke Kimura, sang wakil kapten.

"Kupikir juga begitu," kata Miyaji Kiyoshi yang juga seorang senpai, "kau sebaiknya pulang, kalau tidak kulempari kau nanas."

Midorima menolak, "B—bukan begitu nanodayo," katanya "Takao mengatakan hal yang bodoh, makanya—."

"Aku sudah memberi tahu coach kalau kau pulang lebih awal kali ini," kata sang Kapten tiba-tiba, "hati-hati di jalan Midorima."

Midorima menghela nafas, mau tak mau ia harus pulang, "Baiklah nodayo," katanya dengan berat hati, "aku duluan."

Midorima mulai menuju ke ruang ganti, mengganti jerseynya dan mengemasi barang-barangnya. Ia memang bukan tipe orang yang suka membolos latihan, ia bahkan lebih memilih untuk latihan daripada bermalas-malasan di rumah.

Ia kini melangkah melewati koridor SMA Shuutoku yang mulai sepi. Ia kemudian menatap langit yang sudah tertutupi oleh awan kelabu, "Kurasa aku harus segera bergegas," katanya.

=~=~=~=~=

Sial.

Satu kata yang menggambarkan keadaan [Your Name] saat ini. Ketika ia telah sampai di loker sepatu dan bersiap untuk pulang, hujan menyerbu tanah dengan tidak sabaran.

"Seharusnya aku mengikuti saran Kaa-san untuk membeli payung sebelum ke sekolah," katanya penuh penyesalan, "sekarang bagaimana aku pulang?"

Entah sudah berapa lama ia menunggu hujan untuk reda. Tetapi sepertinya, keberuntungan tidak berpihak padanya, hujan malah semakin deras seiring berjalannya waktu.

Ingin rasanya ia berkata kasar, tapi ia mengurungkan niat.

"Kau belum pulang nanodayo?"

[Your Name] berbalik, mendapati laki-laki bersurai hijau yang sedang memegang payung bermotif polkadot biru dan merah jambu di tangannya.

"Pfhtt... Haha," seketika [Your Name] tak dapat menahan tawanya, pasalnya motif payung tersebut sangat girly.

"K—kenapa kau tertawa!?" tanya sekaligus teriak laki-laki itu.

Butuh beberapa saat sebelum [Your Name] berhenti tertawa dan menjawab pertanyaan laki-laki itu, "Maaf Midorima-san, motif payungmu benar-benar..." [Your Name] tak sanggup melanjutkan perkataannya dan kembali tertawa.

"I—ini karena Oha-Asa bilang lucky itemku adalah benda bermotif polkadot nanodayo," jelas laki-laki itu, "dan satu-satunya benda bermotif polkadot di rumahku hanya payung ini," katanya dengan wajah merah padam.

Lucky item? Oha-Asa? Jangan-jangan laki-laki ini maksud adalah acara ramalan horoskop yang tayang setiap pagi, "Dengar ya, bukannya aku peduli atau apa," kata [Your Name], "tapi apa yang kau maksud adalah acara ramalan horoskop tiap pagi itu?"

Laki-laki itu menaikkan kacamatanya sejenak, "Tentu saja, apa lagi nodayo."

[Your Name] mengangguk, ia kembali menatap hujan yang sepertinya masih enggan untuk berhenti.

"Apa kau akan ke stasiun?" tanya laki-laki di sampingnya itu tiba-tiba.

[Your Name] menatap laki-laki itu, "Ya begitulah, kalau saja hujan ini sudah berhenti," jawab [Your Name], "a—apa pedulimu memang!?"

"Aku tidak peduli nanodayo! Aku hanya bertanya!" balas laki-laki itu, "ngomong-ngomong kenapa kau tidak bawa payung kalau sudah tahu ramalan cuaca mengatakan hari ini akan terus hujan? Bukannya aku mau tahu atau apa."

[Your Name] menghela nafas, "Payungku rusak dan aku belum beli yang baru, mungkin kalau aku ke stasiun, aku bisa beli satu di supermarket yang ada di sana."

Laki-laki di sampingnya mengangguk paham, "Mau kuantar sampai stasiun?" usul laki-laki itu.

Wajah [Your Name] seketika memerah, "A—apa maksudmu?"

Laki-laki di sampingnya mengalihkan pandangannya, "Dengar, aku hanya kasihan padamu nanodayo, karena kupikir membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu hujan reda, jadi aku berpikir untuk mengatarmu sampai ke stasiun karena aku akan kearah yang sama," jelas laki-laki itu, "i—itupun kalau kau mau."

Wajah [Your Name] semakin memerah, mulutnya terbuka ingin berbicara, tetapi tertahan dan tak bisa ia keluarkan.

"Kalau begitu aku duluan nodayo."

[Your Name] dengan refleks menarik ujung seragam laki-laki itu, "T—tolong antarkan aku ke stasiun," katanya sembari menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah, "i—ini karena aku terpaksa."

Tak ada jawaban untuk beberapa saat, kemudian laki-laki itu berdeham, "B—baiklah. Ayo."

Dengan agak malu, [Your Name] berdiri tepat di samping laki-laki bersurai hijau itu.

"Bisakah kau mendekat sedikit?" tanya [Your Name], "bahuku basah di bagian ini."

Mau tak mau, laki-laki itu bergeser mendekatinya, hingga kedua bahu mereka bersentuhan.

"J—jangan terlalu dekat!" kata [Your Name] dengan spontan.

"B—bagaimana caranya nanodayo! Payung ini berukuran sedang, bergeser sedikit saja kita sudah bersentuhan!" kata laki-laki itu kesal, "kau sendiri yang bilang tidak mau basah!"

"H—harusnya aku menunggu hujan berhenti saja!" kata [Your Name].

"Ya, menunggu sampai besok nanodayo."

"Kenapa kau memarahiku!?"

"Aku tidak memarahimu!"

Mereka berdua lalu tak saling berbicara. [Your Name] yang kesal akan Midorima dan sebaliknya.

"Bagaimana dengan hidungmu?" tanya [Your Name] berusaha memecah keheningan di antara mereka, "bukan berarti aku peduli ya," lanjut gadis itu.

Laki-laki itu terdengar menghela nafas, "Aku sudah lebih baik nanodayo," kata laki-laki itu, "tetapi senpai dan teman-teman setimku menyuruhku pulang."

[Your Name] mengangguk-angguk mengerti, "Bukankah itu berarti mereka peduli padamu?"

"Terserahlah kau mau bilang apa," jawab laki-laki itu dan tanpa sadar tersenyum, "b—bukan berarti aku senang atau apa ya."

Entah mengapa [Your Name] merasa sifat laki-laki ini sangat lucu, karena ia mengatakan hal yang berbanding terbalik dengan apa yang ia rasakan.

Tunggu, bukankah ia juga sama? Tidak mungkin.

Tak lama, laki-laki itu berhenti melangkah dan berkata, "Kita sudah sampai nanodayo."

Tiba-tiba perasaan [Your Name] berubah menjadi sedih, ia masih ingin bersama laki-laki ini lebih lama, "Baiklah, sampai jumpa," tetapi, ia malah mengatakan hal lain.

"Jangan lupa beli payung," kata laki-laki itu lagi, "bukan berarti aku peduli atau apa nanodayo."

[Your Name] mengangguk, kemudian mulai melangkah meninggalkan payung yang di pegang laki-laki itu.

'Panggil namaku, panggil namaku,' [Your Name] berharap dalam hati, 'bukan berarti aku mau dipanggil atau apa.'

Langkah [Your Name] semakin menjauh dan laki-laki itu tidak memanggil namanya. Ia menjadi kecewa, "Bukan berarti aku mau dipanggil," gumamnya.

"Kau mau di panggil siapa?"

[Your Name] terkejut, ia menatap laki-laki yang berdiri di belakangnya, "Kenapa kau masih ada di sini?"

"Memangnya kenapa nodayo? Aku memang harus naik kereta untuk pulang," kata laki-laki itu, "apa masalah denganmu?"

Wajah [Your Name] memerah, ia mengira laki-laki itu hanya akan mengantarkannya dan tidak akan naik kereta.

Ia menatap laki-laki yang sedang berdiri di sampingnya itu, wajahnya masih menghangat, tapi kali ini senyumnya mengembang. Setidaknya, ia bisa bersama laki-laki itu lebih lama.

=~=~=~=~=

*nasale= bahasa latin tulang hidung

ASDFGHJKL... nggak bisa ngebayangin cewek tsundere :''v

Soalnya Mahouka sendiri tipe cewek yang blak-blakan dan gatau malu//aib wey// jadi susah ngebayangin cewek kalem nan malu-malu kucing serta nggak mau mengakui perasaannya :v

Mungkin itu aja dari Mahouka,

See you next Oneshots!

Yanagawa Shita, Wifunya Shoutan :v

MK♥

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top