Apa Kau Bahagia? [Kagami x Reader]

Ini sequel dari 'Pilihan' tapi sebenarnya nggak dibaca pun masih nggak apa-apa. Hehe.

Warning seperti biasa, enjoy!!

=~=~=~=~=

Kagami meregangkan badan, ia menatap sekeliling bandara dengan tatapan setengah mengantuk. Perjalanan dari Benua Amerika ke Asia Timur tidaklah singkat, lumrah bagi penumpang jarak jauh seperti Kagami ini merasa lelah sekaligus jetlag.

Ia menyeret koper dengan enggan, kepalanya berdenyut dan sumpah demi Tuhan seluruh tubuhnya terasa remuk. Kondisinya sekarang jauh lebih buruk daripada saat latihan non-stop untuk jadi pemain inti Chicago Bulls.

Sebenarnya bisa saja Kagami menginap di hotel bandara, menyewa kamar selama beberapa jam untuk istirahat bukanlah hal buruk. Namun, Kagami bukan orang yang suka mengacaukan rencananya sendiri, jadi ia lebih memilih menikmati rasa sakit pada tubuhnya.

"Kagami-kun," Sontak Kagami mundur beberapa langkah dengan takut, suara itu muncul saat ia tengah menguap lebar.

Tangan Kagami mencengkeram kerah baju laki-laki itu, "Sialan! Sampai kapan kau terus muncul tiba-tiba begitu, ha Kuroko?" Suara Kagami kelewat kencang, tapi orang-orang terlihat tak peduli.

Laki-laki dengan nama Kuroko itu tak banyak berekspresi, "Aku sudah memanggilmu daritadi, hanya saja kau terus berjalan sambil menguap lebar," jelas laki-laki itu.

Jika dilihat-lihat lagi, wajah Kuroko nampak dipenuhi peluh dan napasnya agak terengah. Kagami melepaskan cengkeramannya, "Baiklah, sekarang antar aku."

Setelah berjalan sedikit menuju pelataran parkir bandara dan masuk ke dalam mobil sedan milik Kuroko, Kagami menyandarkan kursi penumpang hingga posisinya nyaman untuk ditiduri, "Bisa juga kau mendapatkan mobil ini, Kuroko," Entah memuji atau menyindir, laki-laki itu bergumam pelan sebelum menutup mata dan tertidur.

Iris Kagami menyipit kala berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya, ia menggaruk-garuk kepala sebelum meluruskan kursi mobil milik Kuroko, "Apa kita sudah sampai?" Tanya Kagami kemudian disusul dengan kuapan lebar.

Kuroko yang sedang sibuk menyetir menggelengkan kepala, "Belum," katanya tanpa mengalihkan fokus, "tapi kurang dari sepuluh menit kita sudah sampai."

Mendengar jawaban Kuroko, Kagami enggan melanjutkan tidur. Ia menatap jalanan yang kini tak lagi dipenuhi gedung bertingkat, indra penglihatannya hanya mendapati lapangan luas beserta jejeran pohon.

Senyum Kagami terkembang, Memang benar ini seperti suasana yang ia inginkan, ujarnya dalam hati.

Benar saja, mobil Kuroko berhenti di depan sebuah rumah sederhana di pinggiran kota enam menit kemudian. Rumah itu memiliki halaman yang luas dan dipenuhi berbagai macam bunga juga pohon-pohon hias.

"Aku akan segera kembali, manfaatkan waktumu," pesan Kuroko sebelum Kagami menutup pintu, laki-laki dengan rambut biru itu menjalankan mobilnya meninggalkan Kagami di depan rumah tadi.

Jantung Kagami berdetak dengan kencang, napasnya tiba-tiba memberat, dan telinganya mendadak berdenging kencang. Hey, ayolah, katanya pada diri sendiri sebelum melangkah mendekat memencet bel yang ada di pagar.

Tak butuh waktu lama agar seseorang membuka pagar, "Lama tak berjumpa, Kagami-kun," Sosok perempuan itu tersenyum lebar hingga membuat matanya menyipit. Celemek merah di tubuhnya dan beberapa titik noda tepung sudah menjelaskan jika perempuan itu tadinya sedang memasak.

Kagami masuk ke dalam rumah, desainnya sederhana dan Kagami akui seperti disambut rumah sendiri, "Duduklah, akan kuambilkan minum untukmu," Perempuan itu berlalu, sepertinya menuju ke dapur setelah meninggalkannya di ruang tengah.

Sebenarnya Kagami penasaran dengan setiap bagian di rumah ini, tapi sisi lain dirinya tak ingin dicap sebagai tamu semena-mena dan alhasil ia hanya duduk tenang di ruang tengah.

Perempuan itu kembali lima menit setelahnya sembari membawa cangkir berisi teh juga berbagai macam jenis kue kering, "Maaf, aku hanya bisa menyediakan sedikit."

"Kau bercanda? Ini lebih dari cukup untukku sendiri," Kagami tertawa penuh tak enak hati, ia meminum teh itu sesaat setelah diletakkan.

Mereka berbincang dengan nyaman setelahnya. Kagami pikir ia akan berakhir dengan kecanggungan karena telah lama tak bertemu, atau bahkan menunggu Kuroko di luar karena telanjur diusir oleh empu. Namun nyatanya, ia sudah lupa tehnya sudah cangkir ke berapa dan entah sudah berapa banyak kue kering yang ia kunyah.

"Apa kau bahagia?" Pertanyaan perempuan itu lantas membuat senyum Kagami luntur, "kau menjadi pemain basket profesional, pemain inti pula, kau mewujudkan mimpimu."

Gigi Kagami bergemeletak, tangannya terkepal, dan ia sedikit meringis mendengar pernyataan perempuan itu. Sesuatu di dalam relung hatinya yang sengaja ia abaikan terasa ngilu, tidak terima, dan menyesal. Apa ini kebahagiaan yang ia maksud?

"Kau sendiri, bagaimana?" Kagami memandang ke arah perempuan itu, sedikit harapan bahwa perempuan itu merasakan hal yang sama dengannya.

Tetapi, perempuan itu menunjukkan senyum, meskipun Kagami berusaha mencari letak kepalsuan, nyatanya senyum di bibir perempuan itu nampak tulus, "Aku bahagia, karena kau yang menyuruhku begitu."

Hati Kagami bagai turun ke perut, tak bisa dimungkiri jika ia benar-benar menyesal membuat perjanjian itu. Perjanjian di mana ia ingin kekasihnya melupakan hubungan mereka dan mencari hubungan baru di mana ia bisa lebih bahagia.

"[Name], aku ...," Kagami tergagap kala menyebut nama wanita yang dicintanya, ia ingin mengungkapkan seberapa ia menyesal menyuruh perempuan itu agar tak menunggunya dan memintanya untuk mencari orang lain. Sedangkan ia sendiri, terperangkap pada harapan jika perempuan itu mengabaikan permintaannya dan akan kembali padanya ketika ia pulang.

Belum sempat Kagami menyelesaikan perkataannya, pintu depan rumah [Name] terbuka, "Tadaima~!" Sebuah suara berat masuk ke dalam, tapi Kagami yakin ada orang lain yang masuk selain suara itu.

"Tadaima, Kaa-chan!" Seorang anak laki-laki dengan rambut kecokelatan dengan kencang berlari ke arah pelukan [Name].

Kepala Kagami spontan berbalik, menatap sisi lain ruang tengah yang terhubung dengan pintu masuk. Kagami mendapati laki-laki berambut cokelat dengan balutan jas masuk bersama Kuroko.

"Kalian datang dengan Kuroko-kun?" Perempuan itu berdiri, lalu membungkuk pada Kuroko, "aku tidak mendengar suaramu, Kuroko-kun. Silakan duduk."

Meja yang tadinya hanya dipenuhi oleh Kagami dan [Name] kini bertambah. Kuroko duduk berdampingan dengan Kagami, sedangkan [Name] duduk bersama laki-laki tadi sambil memangku Katashi—anak laki-lakinya.

"Jadi, Anda yang bernama Kagami?" Laki-laki di sebelah [Name] mulai berbicara di tengah keheningan, "Kuroko dan [Name] sering membicarakanmu."

Laki-laki itu kemudian mengulurkan tangannya, "Aku Ogiwara Shigehiro, senang bertemu denganmu."

Dalam hati Kagami enggan menerima uluran tangan dari pemilik marga yang kini disandang [Name], tetapi melihat perempuan itu tersenyum ramah sambil sesekali bermain dengan Katashi di pangkuannya membuat Kagami tak ingin dikira tak sopan, "Kagami Taiga."

Kagami tak ingin berada di sana lebih lama, harapannya sudah hancur di detik [Name] tersenyum senang padanya. Perempuan itu terlihat bahagia dan itu seakan mencekik Kagami hingga kehabisan napas.

Harusnya, ia tak pernah meminta [Name] untuk bahagia tanpanya ... karena ia sendiri, tak bahagia tanpa perempuan itu.

=~=~=~=~=

[Name] menggosok-gosok tangannya yang tertutupi sarung tangan, napasnya berubah menjadi uap tiap kali ia mengembuskannya, ia menatap laki-laki di depannya dengan sendu, "Kau sungguh tak ingin diantar, Taiga?"

Laki-laki yang kini tengah sibuk memasukkan barang-barang ke dalam mobil sewaan Alex tersenyum, "Tidak perlu, kau ada di sini sudah cukup," kata Kagami.

Saat ia telah memasukkan barang terakhir, [Name] meraih tangannya dan berbisik, "Aku akan menunggumu kembali, aku janji," Suara perempuan itu retak, kentara menahan tangis.

Dengan pelan Kagami menggeleng, ia memegang bahu perempuan itu, "Jangan menungguku, [Name]," Kagami berucap sambil membelai pipi perempuan itu, "aku akan sangat lama."

Meskipun terlihat jelas di wajahnya jika perempuan itu sudah tak tahan dengan rendahnya suhu, [Name] bersikukuh dan menggeleng dengan tegas, "Aku akan menunggumu! Aku sudah berjanji!"

Kagami merendahkan kepalanya, memberi kecupan di bibir gadis itu selama beberapa saat. Setelah merasa cukup, ia melepasnya dan tersenyum, "Kau harus bahagia, meskipun itu tanpaku."

Beberapa saat setelahnya Kagami pergi menuju bandara, meninggalkan semuanya di Jepang dan membuka lembaran baru di Amerika. Ia berharap semuanya berjalan sesuai rencana, termasuk melupakan [Name] dan bertekad berbahagia tanpanya. Sama seperti pintanya pada [Name] untuk bahagia tanpanya.

=~=~=~=~=

Mahouka akui diri sendiri kalau nggak jago bikin sequel dan pasti ini jauh dari ekspektasi pemintanya.

Sebenarnya masih banyak adegan yang mau saya masukkan. Pas si reader moveon, menikah, dan punya anak. Namun, fokusnya berarti buka ke Kagami padahal dia main yang harus terus terlibat dan saya bingung masukinnya.

Mungkin itu saja yang mau saya sampaikan. Hehe. Terima kasih telah membaca!

Yanagawa Shita,
Wifunya Shoutan

MK❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top