Aku yang Pengecut [Sakurai x Reader]
Oke! Balik lagi setelah tidur panjang yang melelahkan, bahkan setengah mati menamatkan ini. Sumpah, maksain otakku berpikir keras demi ke-angsty-an ini.
Oneshot ini terispirasi dari lagi Distance oleh Aoi Shouta, kalian bisa liat media dan memindai lagunya di spotify atau denger versi pendeknya di kanal akun suamiku—gak. Intinya, kalian harus denger!
Oke, setelah banyak basa-basi gak jelas, warnings seperti biasa!
Enjoy~!
×××
Cahaya rembulan perlahan masuk melalui celah gorden yang tidak tertutup, bersusah payah menyinari ruangan temaram berisi dua insan dalam keheningan. Sama-sama terlarut pada perasaan yang saling menghancurkan hati mereka.
Sakurai duduk meringkuk memeluk lutut di lantai dan tidak bergerak sama sekali, memikirkan bagaimana ia harus bertindak agar perempuan yang mendatangi apartemennya itu merasa lebih baik. Sedangkan perempuan dengan nama [Name], kini tengah berbaring di atas kasur sembari menatap langit-langit, memikirkan masa lalu yang berlalu begitu cepat tanpa pernah ia sadari akan berakhir begitu saja.
Pikir Sakurai, cinta bertepuk sebelah tangannya adalah yang paling menyakitkan, tetapi setelah melihat cinta yang selama ini ia kasihi dalam keadaan hati tersakiti, ternyata terasa lebih pedih dari yang bisa dia bayangkan. Kalau saja bisa, ia ingin menggantikan perempuan itu dalam menghadapi pedihnya patah hati—itu karena ia terbiasa, membuatnya mungkin terasa tidak begitu menyakitkan jika itu adalah dirinya.
"Maaf, Ryo," Suara serak milik perempuan itu merambat melalui udara setelah keheningan menyelimuti mereka berdua, "sepertinya aku kembali menyusahkanmu."
Kepala Sakurai spontan menggeleng kencang, tangannya mencengkeram lengan atasnya tanpa ia sadari. Mendengar suara [Name] yang pilu membuat sebuah sisi di relung hatinya terasa sakit, "Tidak apa-apa, kamu tidak pernah menyusahkanku."
[Name] memaksakan tawa, yang terdengar begitu dipenuhi lara, "Tentu saja aku menyusahkanmu. Bukannya pulang menenangkan pikiran karena aku telah dicampakkan, aku malah kemari dan berbaring di ranjangmu," ujarnya, "aku benar-benar minta maaf."
Perkataan maaf itu sama sekali tidak membuat Sakurai lebih baik. Silu di dadanya semakin terasa pedih, menjadi sesak tidak tertahankan, bahkan memburuk tatkala suara isakan dari [Name] terdengar jelas memenuhi kamar di apartemen kecil Sakurai.
Laki-laki berambut kecokelatan itu benar-benar berharap ia bisa masuk ke dalam hati [Name], mengobati apa yang telah dilukai oleh kekasih perempuan itu, kemudian membuatnya menjadi mimpi buruk yang mudah terlupakan.
Namun apalah daya, Sakurai tidak lebih dari teman dekat, bukan laki-laki yang bisa menggantikan sosok kekasih yang sudah menorehkan luka. Ia hanya bisa duduk meringkuk memeluk lututnya sembari mendengarkan tangis pujaan hatinya karena orang lain.
"Aku mencintainya, tetapi kenapa hanya aku yang jatuh begitu dalam?" Perempuan itu meraung pilu, sebelum akhirnya membekap mulut dengan selimut, menutupi isakan pedih lantaran cintanya kandas di saat ia begitu mencintai sang kekasih.
"Apa yang aku lakukan selama ini salah?" tanyanya lagi, memikirkan tiap tingkah laku, mencari-cari di mana letak kesalahan yang membuat hubungannya harus berakhir, "aku sama sekali tidak mengerti, Ryo."
Dalam hati Sakurai merangkai kata-kata agar setidaknya menjadi pelipur lara, tetapi lidahnya mendadak kelu tatkala mendengar isakan sekali lagi. Ia tahu, perkataan indah penuh dusta tidak akan menghilangkan kesedihan [Name], apalagi kenyataan bahwa terkadang cinta dapat menjadi lebih kuat atau ruai seiring waktu berjalan.
Ruangan temaram tadi kini dipenuhi isakan juga pertanyaan-pertanyaan tidak terjawab dari perempuan itu. Apa, mengapa, bagaimana, semuanya menyatu dalam tangis ketidak relaan. Perempuan itu benar menjatuhkan hatinya begitu dalam.
Pertanyaan-pertanyaan itu membuat Sakurai ingin menghentikan waktu, membuat [Name] memiliki momennya sendiri agar dapat melupakan semua kepedihannya karena cinta, lalu mengembalikannya seperti [Name] yang ceria, [Name] yang dicintai oleh Sakurai.
Ia tidak tahan mendengar perempuan itu menyalahkan diri, menganggap jika dirinya kurang sehingga kekasih yang ia cintai begitu dalam meninggalkannya. Namun, bukankah cinta berasal dari masing-masing pribadi? Kandasnya cinta [Name] bukan hanya karena dirinya, bukan?
Satu-satunya yang berjalan kala itu hanyalah waktu, malam semakin larut bersama cahaya bulan yang semakin menghilang dengan hawa dingin semakin menusuk kulit. Ruangan temaram tempat Sakurai dan [Name] berada kini hanya dipenuhi keheningan, dengan suara napas teratur milik [Name] yang terlelap bersama jejak air mata pada selimut juga bantal.
Sakurai tidak lagi meringkuk, kali ini ia duduk sembari menghadap pada tempat tidur dan menatap [Name] yang tengah terlelap menyelami alam mimpi. Ia tidak tahu apa yang perempuan itu mimpikan, tetapi ia berharap jika mimpi itu cukup indah hingga perempuan yang dicintainya sedikit melupakan sakitnya patah hati. Setidaknya untuk malam ini.
Tatapan Sakurai tidak beralih dari wajah penuh damai [Name], tidak ada lagi isakan yang membuat dadanya sesak bukan main, tetapi jejak air mata pada sisi wajah perempuan itu membuat dada Sakurai kembali berdenyut nyeri.
"Andai saja ...," Suara Sakurai sedikit memecah keheningan, tangannya agak bergetar tatkala ingin menyentuh wajah perempuan itu, "aku adalah orang yang kamu cintai ...," Tetapi ia kembali menarik tangannya sebelum sempat menyentuh wajah wanita yang ia cintai, menyadari perkataannya hanyalah ilusi yang ia ciptakan untuk membuat dirinya terjatuh pada angan-angan semu.
Sakurai mulai membaringkan kepalanya pada tempat tidur, meraih tangan kanan [Name] yang bebas dan menjadikannya bantal. Tidak lupa, ia menatap wajah teduh perempuan itu dan merasakan kehangatan dari sana.
Ia menarik napas, menenangkan jantungnya yang berdegup begitu kencang, "Maaf," bisiknya pelan, berusaha tidak membangunkan perempuan itu, "maaf karena aku begitu pengecut, [Name]."
Memejamkan mata, Sakurai berkata lagi, "Aku hanya bisa melihatmu bersedih dan berharap dalam hati kalau kamu akan mencintaiku suatu saat nanti," ujarnya penuh lara, ia menikmati kehangatan semu dari tangan perempuan itu dalam-dalam, "tetapi dalam setiap harapan itu aku tidak melakukan apa pun untuk membuatnya terwujud."
"Aku ... aku merasa tidak apa-apa jika perasaanku tetap tidak terbalaskan."
Walau Sakurai ingin mengatakan jika jauh lebih baik mereka bersama, tetapi ia tetap sadar diri jika ia tidak lebih dari teman dekat untuk mencurahkan hati, bukan tempat menyimpan hati. Ia tidak akan pernah menjadi orang yang mendampingi wanita itu sekarang ataupun nanti.
"Kuharap, kamu selalu bahagia dengan orang yang kamu cintai," kata Sakurai sebelum tersenyum pilu, meskipun itu artinya kita tidak akan pernah bersama.
Sakurai bangkit, menatap wajah [Name] yang tengah tertidur pulas. Ia menyondongkan wajahnya, menempatkan sebuah ciuman manis nan singkat pada puncak kepala perempuan itu dengan dada yang begitu sesak, sebelum akhirnya kembali berbisik, "Selamat malam, semoga mimpimu indah."
×××
Setelah berbulan-bulan nggak update, aku akhirnya publish di luar request. Maaf, kayaknya aku bakal mandet lagi :(
Ini sebenarnya selesai bulan April apa Mei, ya? Lupa pokoknya pas aku lagi ngegalau pacar-yang-entah-di-mana 555, no, aku cuma agak sentimen waktu itu dan pengen up Sakurai atau gak Kasamatsu sebagai pelampiasan.
Percaya atau nggak, oneshot ini kurang dari 1K words dan aku kaget karena selesai gitu aja. Padahal request yang kukerjain sampe 2/3 shots gak tuh 5555.
Duh, banyak bacot, hehe. Terima kasih sudah membaca dan aku selalu menerima krisar dari kalian!
See you next oneshoot!
MK ❤
YA 💚
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top