Whose Fault? (Izuki x Reader)
Genre: Romance, Humor (?) (Aniki!Izuki x Imouto!Reader)
Rate: T
Aaa... Saya gak kuat bikin incest! Saya juga gak bisa! Jadi, maaf kalau ambyar gini jadinya. Ini request dari futaries Kalau ada yang gak sesuai, komen aja. Serius! Saya ngerasa part ini agak gimana gitu. Gaje pokoknya! Gomen... T~T
Saa, jaa mata, readertachi!
Izuki (First name) merupakan adik bungsu dari Izuki Shun, si pemuda anggota tim basket SMA Seirin yang memiliki hobi membuat pun. Jarak umur keduanya terpaut dua tahun. Dengan Shun yang duduk di bangku tahun kedua SMA dan (First name) yang menjalani tahun terakhirnya di SMP.
Keduanya merupakan sepasang kakak beradik yang tergolong akrab. Shun menyayangi adik manisnya itu, begitu pula (First name) yang juga menyayangi sang kakak.
Ralat.
Sekedar kata "sayang" sepertinya tak akan cukup menggambarkan perasaan sesungguhnya yang (First name) miliki untuk Shun. Gadis itu mencintai kakaknya sendiri. Perasaan yang ia miliki bukanlah rasa sayang yang biasa diberikan seorang adik untuk kakaknya. Melainkan rasa sayang yang dilimpahkan oleh seorang kekasih kepada pasangannya.
Tabu memang. Dan semua itu sudah menjadi rahasia tersendiri bagi seorang Izuki (First name). Hanya dirinya dan Tuhan Yang Maha Esa lah yang tahu.
Seandainya disuruh memilih, tentunya ia tak akan mau memiliki perasaan seperti itu untuk kakaknya. Tapi mau bagaimana lagi? Semuanya sudah terlanjur. Salahkan Shun yang sejak dulu memberinya afeksi berlebihan. Ah tidak. Semua bukan salah Shun. Salahkan (First name) saja yang terlalu baper karena perlakuan kakaknya selama ini.
"Ada yang sedang melamun sepertinya."
(First name) yang saat itu tengah duduk bersantai di halaman belakang bersama anjingnya dikejutkan oleh kedatangan tiba-tiba sang kakak. Shun dengan santainya meletakkan dagu di atas kepala sang adik dari belakang.
"A-aku tidak melamun." Balas (First name) gugup. Beruntung Shun berada di belakangnya, jika di depan, pasti ia bisa melihat rona merah yang bertengger manis di wajah sang adik.
"Ah, tentu saja. Adikku ini tidak pantas melamun karena biasanya dia lah yang dilamunkan." Ucap Shun masih dengan dagu menempel di kepala (First name).
(First name) tertawa kecil menanggapi pun buatan kakaknya. Ia tertawa sambil melepaskan diri dari rangkulan Shun yang notabene tak baik untuk jantungnya.
"Eh? Nii-san mau ke mana?" Tanya gadis itu tatkala mendapati sang kakak yang tampak rapi.
Hari ini hari libur, dan melihat Shun tampak rapi merupakan peristiwa langka untuk (First name) —mengingat sang kakak bukanlah tipe yang suka bepergian, apalagi di hari libur.
"Aku hanya akan berjalan-jalan dengan Riko."
Riko.
Aida Riko.
Teman satu angkatan sang kakak, sekaligus pelatih tim basket Seirin. Jika sudah menyangkut nama itu, kata "berjalan-jalan" pun berganti makna menjadi kencan bagi seorang (First name).
Dalam hati (First name) ngedumel sendiri. Aida-senpai beruntung sekali. Sudah dekat dengan kapten berkacamata tim basket Seirin, berteman akrab dengan si pencetus tim basket yang ramahnya minta ampun, eh sekarang semakin menempel dengan kakaknya. (First name) yakin senpai nya itu ada rasa dengan salah satu diantara laki-laki yang ia sebut tadi. Mudah mengetahuinya. Dilihat sekilas pun perhatian yang Aida Riko berikan kepada tiga orang tadi berbeda dengan yang ia berikan untuk anggota tim basket Seirin yang lain.
"Sou desu ka. Ki o tsukete ne, nii-san." Ujar (First name) pahit.
"Aa. Jaa na." Balas Shun sambil tersenyum dan mengacak rambut sang adik. Lalu tanpa diduga mengecup singkat pucuk kepala adiknya kemudian pergi.
(First name) terdiam merona.
Tapi kemudian ia menghela nafas.
"Jaa na, nii-san." Ujarnya kepada diri sendiri.
Jika diperlakukan seperti itu, siapa coba yang tidak akan baper?
.
Seminggu berlalu seperti biasanya. Tak ada perubahan sedikitpun. (First name) masih menyimpan perasaan terlarangnya kepada sang kakak. Dan Shun masih membuatnya baper dengan perlakuannya seperti biasa.
"Yo, (First name)!"
(First name) menolehkan kepalanya dari ponsel. Hari itu ia sedang menunggu sang kakak untuk pulang bersama. Beruntung baru beberapa menit ia menunggu dan sang kakak sudah menghampirinya di gerbang SMA Seirin.
"Nii-san, konnichiwa." Sapa (First name) dengan senyuman.
Shun mengacak rambut adiknya pelan. Sepertinya hal itu sudah menjadi kebiasaan.
"Menunggu lama?"
"Uun." Jawab sang adik sambil menggeleng. "Saa, kaerimashou!" Serunya lalu menggandeng sang kakak beranjak dari sana.
Mereka pun pulang dengan berjalan kaki. Berhubung jarak menuju rumah tak terlalu jauh. Dalam perjalanan sepasang kakak-beradik itu mengobrol tentang banyak hal. Mulai dari kegiatan basket sang kakak hingga ekstrakurikuler yang diikuti si adik.
"Nii-san, matte."
Tiba-tiba ponsel (First name) berbunyi, membuatnya seketika menghentikan langkah. Rupanya ada pesan dari sang ibu yang mengatakan bahwa malam itu ia dan sang ayah akan pulang terlambat.
"Tou-san dan Kaa-san pulang telat." Ujar (First name) seusai membaca pesan yang tertera di ponselnya.
"Sou... Ya sudah! Ayo melanjutkan perjalanan!" Seru Shun sambil menggandeng tangan adiknya.
(First name) hanya tersenyum, membiarkan dirinya ditarik Shun sambil terus berjalan. Tapi seketika senyumnya menghilang saat menyadari bahwa nanti hanya dirinya dan sang kakak yang akan berada di rumah.
.
Kini rumah keluarga Izuki hanya dihuni oleh sepasang kakak-beradik. Keduanya hanya duduk bersebelahan dengan pandangan yang tertuju ke arah televisi. Shun tampak menikmati siaran pertandingan basket yang tengah mereka tonton. Sedangkan (First name), walau pandangan matanya tertuju ke layar, namun pikirannya melanglang buana kemana-mana. Ia sibuk memikirkan keadaan saat itu. Ia dengan Shun hanya berdua di rumah, duduk bersebelahan dengan jarak yang tak begitu jauh. Hal itu benar-benar buruk untuk kesehatan jantungnya.
"(First name)."/"Nii-san."
Keduanya memanggil lawan bicara bersamaan. Sehingga kemudian keheningan yang canggung melanda.
"Kau dulu."/"Nii-san dulu."
Kini keduanya saling menatap lawan bicara masing-masing. Beberapa detik kemudian mereka tertawa bersamaan.
"Aku menghormati yang tua. Jadi, Nii-san saja dulu." Ujar (First name) lalu kembali tertawa.
Shun masih tertawa, lalu menghela nafas untuk menghentikan tawanya.
"Baiklah, adikku yang muda..." Balas Shun sambil mengacak rambut adiknya.
Sekarang keheningan kembali melanda untuk kesekian kalinya. (First name) menatap sang kakak yang tiba-tiba saja melesat pergi dari sana. Tak sampai sepuluh menit Shun sudah kembali mendudukkan diri di samping (First name). Kali ini dengan dua buah kalung berwarna silver yang memiliki liontin berbeda.
"Beritahu aku." Shun membuka ucapannya. "Jika ada orang yang menyuruhmu untuk memilih diantara dua kalung ini. Kalung mana yang akan kau pilih?" Lanjutnya sambil menyodorkan dua kalung tadi ke sang adik.
Awalnya (First name) bingung menentukan, tapi tak butuh lama jarinya kini sudah menunjuk ke salah satu dari kalung tadi. Kalung yang memiliki liontin hati kecil menjadi pilihannya.
"Aku memilih yang ini. Bentuknya simple tapi bagus."
Shun tersenyum lebar.
"Kalau begitu ini untukmu!" Serunya sembari menyerahkan kalung yang tadi ditunjuk (First name) ke si adik.
(First name) tiba-tiba terdiam, setengah kaget berkat apa yang dilakukan sang kakak. Lalu ia tersenyum ke arah Shun, memamerkan deretan gigi bersihnya. Hadiah kecil dari sang kakak pun bisa membuatnya bahagia bukan kepalang.
"Arigatou, nii-san!" Ujar (First name) tanpa dapat membendung rasa senangnya.
Gadis itu menerima dengan senang hati kalung pemberian sang kakak. Dan kini keheningan kembali melanda. (First name) sibuk memandangi kalung barunya, dan Shun yang sibuk memperhatikan raut bahagia sang adik dengan senyuman.
"Lalu, kalung yang satunya akan diapakan?"
Tiba-tiba (First name) bertanya, mendongakkan kepala menatap Shun. Shun tadi membawa dua kalung. Jika yang satu diberikan ke (First name), lalu akan diapakan kalung yang satunya lagi? Shun pakai? Tak mungkin. Pemuda itu tak suka memakai aksesoris.
"Kalung ini akan kuberikan ke Riko."
Jleb.
Satu panah imajiner bersarang tepat di jantung (First name).
"K-kenapa?"
Shun menjawab dengan senyuman lebar dan semburat merah tipis yang tampak menghiasi wajahnya.
"Aku berniat menyatakan perasaan kepadanya."
Satu lagi panah imajiner menusuk jantung gadis itu.
"(First name)? Kau baik-baik saja?" Tanya Shun sambil mengayunkan tangannya di depan sang adik. Sejak tadi adiknya itu hanya memandang kosong kearahnya.
"A-ah ya? A-aku baik-baik saja." Jawab (First name) saat kesadarannya sudah kembali. Dengan berat hati ia berusaha tersenyum.
Namun Shun tak menyadari senyum terpaksa yang (First name) tunjukkan. Sehingga ia pun justru ikut tersenyum.
"Syukurlah kalau begitu." Shun mengacak surai (Hair colour) milik (First name). "Oh! Apa kau ada saran tempat yang cocok untuk menyatakan perasaan?"
"Hah?"
Mendengar pertanyaan sang kakak membuat (First name) tanpa sadar menjatuhkan rahang bawahnya dengan sangat tidak elite.
"Ya. Mungkin kau tahu beberapa tempat romantis yang cocok untuk menyatakan perasaan. Nii-san tahu kau termasuk siswi populer di sekolah. Jadi, pastinya, mengetahui tempat-tempat seperti itu di sekitar sini bukanlah hal yang sulit."
Dan setelah mendengar penjelasan panjang lebar Shun, (First name) hanya terdiam. Pandangannya menatap kosong ke arah sang kakak. Mulutnya dengan terpaksa membuat kurva ke atas. Terus seperti itu selama beberapa saat. Bahkan lambaian tangan sang kakak di depan wajahnya tak ia hiraukan.
Dalam hati (First name) sungguh-sungguh ingin berteriak kesal. Bahkan mengumpat dengan berbagai kata-kata yang dilarang kedua orangtuanya untuk diucapkan.
Pokoknya kali ini salah sang kakak. Semua rasa kesalnya saat ini karena Izuki Shun.
Shun tidak peka!
Shun yang hobinya bikin baper!
Shun yang (First name) benci—
— atau setidaknya itulah yang (First name) inginkan. Membenci kakaknya. Tapi sayang, perasaannya sudah terlanjur sulit untuk dihapuskan dan diganti dengan benci.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top