Unforgettable (Midorima x Reader)
Genre: Angst
Rate: T
A/N: Happy (Late) Birthday, Midorima Shintarou!
Di sebuah kamar bernuansa putih dengan bau obat-obatan yang khas serta berbagai macam alat medis, seorang pemuda tengah duduk sendirian. Tidak sepenuhnya sendirian karena kini ia sedang menggenggam tangan seorang gadis yang tengah terbaring dalam koma. Pemuda itu menunduk, membuat surai hijaunya menutupi kedua manik sewarna yang ia miliki.
"Maafkan aku, nanodayo. Seandainya saja aku bisa menolongmu waktu itu"
Kesedihan serta penyesalan masih saja bersarang di hati pemuda itu. Ia merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi kepada gadis yang kini sedang koma tersebut. Walau kejadian itu sudah berlangsung selama kurang lebih tiga bulan yang lalu.
-Flashback-
"Apakah Midorima Shintarou dan Takao Kazunari ada disini?!"
Seorang gadis dengan santainya berteriak di kelas yang bahkan bukan kelasnya sendiri. Dia langsung melangkahkan kaki memasuki kelas tersebut. Mencari orang yang tadi ia cari.
"Woaa.. (Last name)-chan! Konnichiwa!", sapa pemuda berambut hitam bernama Takao Kazunari.
"Yooo, Takao!", gadis bernama (Your name) itu segera melangkahkan kaki menuju tempat dimana Takao berada. Didekat pemuda itu duduklah seorang pemuda dengan kacamata dan surai hijaunya.
"Kalian berisik, nanodayo", si hijau akhirnya angkat bicara.
"Mou, Shintarou. Jangan terlalu kaku seperti itu. Tertawalah. Nii~", (Your name) berkata sambil tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih.
"Benar, Shin-chan. Ikutilah kata kekasihmu", Takao ikut menimpali.
Helaan nafas dari pemuda berambut hijau tersebut terdengar. Kalau sudah seperti ini dia hanya bisa mengalah. Ia pun memutuskan bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kelas tanpa sepatah kata pun.
"Waa.. seorang Midorima Shintarou pergi meninggalkan kekasihnya begitu saja", ucap (Your name) dengan nada usil diikuti tawa dari Takao. Kemudian mereka berdua pun mengikuti pemuda berkacamata tersebut.
Canda dan tawa dari Takao dan (Your name) menghiasi perjalanan mereka bertiga. Sedangkan Midorima, hanya sibuk berjalan dengan mulut tertutup sambil membawa lucky item nya.
"Siapa yang terakhir kali sampai di gerbang harus mentraktir dua orang lainnya okonomiyaki!", seru (Your name) dengan bersemangat.
Tanpa basa-basi lagi gadis itu segera berlari meninggalkan Midorima dan Takao. Takao pun tak mau kalah, ia langsung berlari menyusul (Your name). Namun berbeda dengan Midorima yang masih berjalan dengan santainya.
"(Last name)-chan! Jangan berlari di tangga!"
Mendengar apa yang diserukan Takao, Midorima segera berlari menyusul mereka berdua. Tapi (Your name) tak mengindahkan perkataan kawannya yang berambut hitam tersebut. Ia terus saja berlari sekalipun sudah berada di tangga.
"Kyaaaaa!"
Teriakan dari (Your name) sontak membuat seluruh murid yang berada disana menatapnya. Tanpa diduga oleh siapapun, gadis itu kini telah jatuh terguling dari tangga karena ketidakhati-hatiannya. Tak ada satupun yang sempat menolong. Karena ketika kejadian itu terjadi waktu seolah-olah berhenti. Seluruh murid hanya bisa menatap tubuh gadis itu dengan ekspresi horror.
"(First name)!"
Hal terakhir kali yang dapat gadis itu lihat sebelum pandangannya menghitam adalah sang kekasih yang segera berlari ke arahnya dan wajah-wajah penuh kengerian dari murid-murid lain.
-End of Flashback-
"Kapan kau akan terbangun? Aku merindukanmu, nanodayo"
Midorima berbicara kepada tubuh yang tengah terbaring lemah didepannya. Kurang lebih selama tiga bulan ia tak mendengar suara kekasihnya itu. Jelas sekali dia merindukannya. Suara (Your name), tingkahnya yang seperti anak kecil, semangat gadis itu, dan semua yang ada pada gadis tersebut dirindukan oleh Midorima. Tapi apa daya, Tuhan yang sudah menggariskan semua ini. Midorima hanya bisa menunggu dan berusaha untuk bersabar.
"Kau akan bangun 'kan, (First name)? Kumohon bangunlah, nanodayo", pemuda bersurai hijau tersebut semakin menunduk dalam. Airmatanya tak dapat ia bendung lagi. Entah sudah yang keberapa kalinya ia menangis sejak (Your name) koma. Setiap mengingat gadis itu, Midorima selalu merasa bersalah dan hanya bisa menggumamkan kata maaf serta menitikan airmata.
.
Midorima melangkahkan kaki keluar dari rumah sakit. Jam jenguk untuk hari itu telah habis, ia pun memutuskan untuk kembali ke rumahnya.
Ketika malam tiba, ia memutuskan untuk segera tidur. Berharap supaya hari esok, kekasihnya itu akan terbangun dari koma nya. Midorima mulai memasuki alam mimpi. Dalam mimpinya, ia bertemu dengan seseorang berjubah hitam. Orang itu mulai berjalan mendekati Midorima. Midorima tak bisa mengetahui dengan jelas siapa orang tersebut, karena kedua matanya tertutup oleh jubah, hanya menyisakan bibirnya saja.
"Nee, Shintarou"
Deg.
Suara orang itu sukses membuat kedua bolamata Midorima membulat. Suara yang dimiliki orang tersebut mirip dengan suara kekasihnya.
"(First name)?"
Suara tawa kecil terdengar sebagai jawaban. Orang itu semakin melangkahkan kakinya mendekat. Midorima tak sedikitpun berkutik dari tempat dimana ia berdiri. Pemuda itu hanya mematung. Ada sedikit harapan di hatinya bahwa orang yang tengah berjalan ke arahnya itu memanglah kekasihnya. (Your name), kekasih Midorima Shintarou.
"Nee, Shintarou. Aku hanya ingin mengatakan sesuatu", jeda terjadi selama beberapa saat. "Ketika hari ulangtahun mu, kau akan mendapatkan hadiah yang tak terlupa. Hadiah yang sangat berkesan", bibir gadis itu terangkat membentuk sebuah senyuman. "Dan kuharap..", gadis tersebut mulai membelai lembut pipi Midorima.
Seketika angin berhembus kencang, membuat jubah gadis itu terbang. Menampilkan kedua bolamata (Eyes colour) yang sedaritadi tersembunyi. Ya, gadis itu memanglah (Your name), kekasih pemuda berambut hijau tersebut.
"Kau tidak akan melupakan hadiah itu dan akan melewatinya tanpa kesedihan"
Tepat ketika Midorima akan segera menarik (Your name) kedalam sebuah pelukan, gadis itu telah menghilang bersamaan dengan dedaunan yang tertiup oleh angin kencang tadi.
Tiba-tiba saja Midorima terbangun dari tidurnya. Ia langsung terduduk. Keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Nafasnya pun terengah-engah.
"Apa maksudnya mimpi tadi? Kenapa aku merasakan sebuah firasat buruk?", tanya Midorima kepada dirinya sendiri.
Walaupun dalam mimpinya (Your name) tadi mengatakan tentang 'hadiah', namun Midorima tak bisa membantah bahwa ia justru merasa tidak enak sekarang.
Midorima melihat jam waker nya. Jam menunjukan pukul lima pagi. Ia pun segera turun dari ranjang dan bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Berusaha supaya tidak terlalu memikirkan tentang mimpinya tadi.
.
Tanpa terasa, sekarang sudah tanggal tujuh bulan ketujuh. Hari dimana seorang Midorima Shintarou berulangtahun. Setelah ia selesai dengan urusan sekolahnya, seperti biasa pemuda itu segera mendatangi rumah sakit untuk menjenguk kekasihnya. Sesampainya di ruang tempat (Your name) dirawat, Midorima mendapati bahwa kedua orang tua kekasihnya itu sudah berada disana. Bukan hanya mereka, namun anggota keluarga Midorima dan seorang dokter pun juga berada di ruangan tersebut.
"Ada apa ini?", tanya Midorima ketika merasakan atmosfir ruangan itu begitu penuh dengan kesedihan. Midorima segera melangkahkan kakinya kesamping ranjang tempat (Your name) terbaring.
Tak ada jawaban yang diterima oleh pemuda berambut hijau tersebut. Sesampainya disamping ranjang (Your name), Midorima mendapati bahwa semua peralatan medis sudah dilepas dari tubuh kekasihnya. Namun gadis itu tidak membuka matanya. Midorima dengan ragu mendekatkan jarinya ke hidung gadis itu. Tak ada hembusan nafas yang ia rasakan.
"T-tidak mungkin, nanodayo", gumam Midorima lirih.
Ia masih belum mau mengakui apa yang sudah terjadi. Langsung saja ia mengecek denyut nadi gadis itu. Namun hasilnya nihil. Hanya satu kata yang menjelaskan semua itu. (Your name), kekasihnya, sudah tiada.
"(Full name)-san menghembuskan nafas terakhirnya tak lama sebelum anda datang. Sebelum itu, ia sempat sadar dari koma nya lalu menanyakan tanggal berapakah sekarang. Setelah saya menjawabnya, ia segera menutup mata kembali dan detak jantungnya berhenti", tutur dokter dalam ruangan tersebut panjang lebar.
Mendengar penjelasan itu, Midorima semakin merasa tak berdaya. Seketika ia jatuh berlutut. Semua kekuatan yang ia miliki untuk menopang tubuhnya serasa hilang seketika. Airmatanya pun mulai mengalir.
'Ketika hari ulangtahun mu, kau akan mendapatkan hadiah yang tak terlupa. Hadiah yang sangat berkesan'
Mengkinkah ini maksud dari perkataan (Your name)? Akankah hilangnya nyawa gadis itu di hari ulangtahun kekasihnya adalah hadiah yang dimaksud? Benak Midorima tak henti-hentinya mengeluarkan berbagai macam pertanyaan.
.
Dibawah naungan mendung di kota Tokyo, sebuah upacara pemakaman dilakukan. Kesedihan, airmata, dan isak tangis mewarnai acara tersebut.
"(Last name)-chan, aku pasti akan merindukanmu", seorang pemuda bersurai hitam bergumam pelan sambil meninggalkan setangkai bunga diatas sebuah nisan.
"Tak kusangka kau akan pergi bahkan sebelum kami lulus, (Last name)", sang kapten tim basket SMA Shuutoku angkat bicara. Mewakili teman-teman seangkatannya.
Setelah semua ucapan ketidakpercayaan serta berbagai kata kesedihan, perlahan satu persatu dari mereka pun pergi meninggalkan tempat itu.
"Shin-chan, ayo kembali", Takao berujar sambil menepuk pundak seorang pemuda berambut hijau.
"Pergilah. Biarkan aku sendiri, nanodayo"
"Demo—"
"Pergilah, nanodayo!"
Bentakan dari Midorima mau tak mau membuat Takao menutup mulutnya. Tak ada yang bisa ia lakukan sekarang selain menuruti perkataan temannya itu. Akhirnya, dengan sedikit ragu ia pun meninggalkan Midorima.
Tanpa sepatah katapun Midorima mulai meletakkan setangkai bunga diatas nisan kekasihnya. Lidahnya terasa kelu sekalipun hanya untuk mengucapkan kata semacam 'Rest in peace'. Kesedihan yang ia rasakan terlalu mendalam. Ketika bunga itu sudah berada diatas nisan yang dimaksud, Midorima baru menyadari bahwa ada sebuah buku yang terletak disana.
Tak bisa memungkiri bahwa ia merasa penasaran, Midorima pun perlahan mengarahkan tangannya untuk mengambil buku bersampul hitam polos tersebut. Namun ketika ia hampir menyentuh buku itu, tiba-tiba angin kencang datang. Membuat halaman pertama dari buku itu terbuka sendiri.
'Rupanya hanya kertas kosong, nanodayo', gumam Midorima setelah mendapati bahwa buku itu hanya berisi lembaran kertas polos.
Tapi seketika keterkejutan mendatanginya ketika ia melihat sebuah tulisan yang muncul tiba-tiba di buku itu.
'Shintarou?'
Begitulah bunyi tulisan dalam buku tersebut. Diikuti kemunculan sesosok gadis yang sangat Midorima rindukan.
"(First name)?!"
Seketika Midorima menatap sosok (Your name) yang tampak transparan. Gadis itu hanya tersenyum simpul.
'Ya, Shintarou. Ini aku'
Sebuah kalimat kembali tertulis dibuku itu. Dan sosok yang transparan tersebut juga mulai melangkahkan kaki mendekati Midorima.
"Bicaralah, nanodayo", titah Midorima lirih. Ia sangat merindukan suara (Your name).
'Aku tidak bisa. Dan lagi, waktuku terbatas'
"Lalu apa perlumu kesini, nanodayo?"
Midorima menatap kekasihnya itu dengan pandangan penuh kesedihan. Apa gunanya (Your name) menemuinya jika pada akhirnya gadis itu akan pergi juga? Hal itu hanya akan menambahkan perasaan sakit di hati Midorima.
Lalu halaman buku tadi terbalik. Membuat lembar baru yang kosong. Kemudian sebuah kalimat tertulis lagi.
'Aku harus memastikan bahwa kau melewati kejadian ini tanpa kesedihan'
(Your name) berdiri disamping Midorima yang kini tengah berlutut disamping makamnya. Setelah itu ia pun ikut berlutut dan menyandarkan kepalanya di bahu sang kekasih.
"Bagaimana bisa? Aku kehilanganmu di hari ulangtahunku, nanodayo. Bukannya kebahagiaan yang kudapat, namun justru sebaliknya", lirih Midorima. Airmatanya mengalir lagi.
'Jangan menangis. Tersenyumlah. Nii~'
Kalimat di buku itu membuat Midorima mengingat masa-masa ketika kekasihnya masih hidup. Saat dimana mereka berdua masih bisa merasakan kebahagiaan bersama. Senyuman (Your name) yang tak dapat Midorima lupakan. Perlahan ia sadar, memang tak ada gunanya bersedih. Ia tahu bahwa kehilangan (Your name) memanglah hal yang menyakitkan. Namun jika ia terus bersedih, kekasihnya itu tak akan tenang di alam sana.
"Aku tidak menangis, nanodayo", ucap Midorima. Walau jelas sekali terlihat aliran airmata yang belum berhenti.
'Benarkah?'
"Tentu saja, nanodayo"
Namun airmata itu masih mengalir dari kedua irisnya yang berwarna hijau.
'Benarkah? Benarkah?'
(Your name) mulai mengusap airmata Midorima. Pemuda bersurai hijau itu bisa merasakan sentuhan dari (Your name) walaupun terasa samar. Dan hal itu justru membuat ia semakin ingin menangis.
"Iya, nanodayo. Aku.. tidak menangis"
'Jangan berbohong, Shintarou'
Lalu sebuah pelukan diberikan oleh (Your name). Ia dekap pemuda itu dengan erat. Sekalipun mungkin yang dapat Midorima rasakan hanyalah sebuah sensasi dingin dari kulit (Your name).
"Aku tidak berbohong, nanodayo"
Midorima membalas pelukan (Your name) dengan erat. Di pundak gadis itulah ia terisak. Mengeluarkan segala kesedihan yang berusaha untuk ia pendam. Hal itu juga membuat (Your name) ikut menangis di pelukan Midorima.
'Maa, Shintarou. Kau juga membuatku menangis'
Pemuda berambut hijau itu tak menjawab apa yang tertulis di lembar baru buku tadi. Ia masih saja membenamkan muka di pundak kekasihnya. Hal itu berlangsung selama beberapa saat hingga (Your name) mendongakan kepala pada akhirnya. Menatap bolamata hijau milik Midorima yang pelupuknya membengkak akibat menangis. Gadis itu menunjuk buku diatas nisannya. Kalimat baru sudah tertulis disana.
'Nee, Shintarou. Waktuku hampir habis. Bolehkah aku meminta sesuatu? Yah, walaupun aku tahu di hari ini adalah kau yang berulang tahun'
"Apa yang kau mau, nanodayo?", tanya Midorima sambil membalas tatapan (Your name).
'Bisakah kau tersenyum sekarang? Aku ingin melihat senyumanmu untuk yang terakhir kali sebelum aku pergi'
(Your name) tersenyum. Iris (Eyes colour) nya yang tampak kosong berbinar penuh harap. Pada awalnya Midorma ragu akan permintaan kekasihnya itu. Namun akhirnya ia tersenyum. Lebih tepatnya berusaha untuk tersenyum.
Setelah melihat senyuman Midorima. Perlahan (Your name) berdiri dari posisinya dan berjalan menjauhi sang kekasih. Sebelum dirinya menghilang sepenuhnya, ia sempat berbalik dan memberikan senyuman paling tulus yang ia miliki dan menunjuk buku diatas nisannya.
'Arigatou, Shintarou. Sayounara'
Itulah kalimat terakhir yang tertulis pada buku tersebut. Lalu setelah kepergian arwah kekasihnya, Midorima perlahan mengambil buku itu.
"Sayounara, (First name)"
Dan pada akhirnya Midorima tak dapat menahan kembali airmatanya untuk tidak mengalir.
.
A/N:
Hi, readertachi~! Saya absen kemarin. Karena sedang ada beberapa faktor yang membuat saya tak sempat menulis. Ah ya, untuk scene terakhir, kalau readertachi ngerasa pernah tahu adegan itu, saya kasih tahu sesuatu. Itu adegan saya nyontek dari ending nya Dusk Maiden of Amnesia. Hehehe. Gomen. Baru kehabisan ide.
Saa, jaa matta, readertachi~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top