Shut Up! (Nijimura x Reader)
Genre: Family, Drama (Father!Nijimura x Mother!Reader)
Rate: T
Ohisashiburi da ne, readertachi~! *gegulingan(?)*
Berapa minggu saya gak update ini cerita? Hiks. Maapkeun daku. Kali ini saya bawa request dari Iwantmymika_ Maaf sudah membuatmu menunggu lama, nee *bow* Oh iya, peringatan, mungkin ceritanya agak gimana gitu(?)
Saa, jaa mata, readertachi~!
"Kaa-chan..."
Seorang anak laki-laki melangkahkan kakinya ke arah sang ibu yang tengah duduk di sofa ruang tamu sambil menonton televisi. (First name), sang ibu, sontak mengalihkan perhatiannya dari acara televisi untuk menatap (Son's name) yang sekarang telah duduk disamping nya.
"Ada apa, (Son's name)-kun?" Jawab (First name) sambil tersenyum lembut. "Mengapa belum tidur?"
"Aku lupa memberi tahu Kaa-chan. Besok aku ada pelajaran menggambar tapi buku gambar ku habis. Maaf, Kaa-chan..." Lirih anak laki-laki itu dengan kepala tertunduk, merasa tidak enak hati kepada ibu nya.
Senyuman masih terkembang di wajah sang ibu. Tak ada sedikitpun rasa kesal saat sang anak mengatakan hal itu. (First name) hanya membelai rambut hitam putra semata wayangnya itu lembut, bermaksud mengatakan bahwa tak apa-apa jika ia lupa.
"Baiklah. Kaa-chan mengerti. Kaa-chan akan menghubungi Tou-chan. Sekarang (Son's name)-kun tidur saja. Mengerti?" Jelas wanita bermanik (Eyes colour) itu sembari mendongakkan kepala anaknya yang tertunduk.
"Un." Anggukan pelan pun menjadi balasan dari (Son's name). "Kalau begitu selamat malam, Kaa-chan." Kemudian anak laki-laki itu melangkahkan kakinya menuju kamar, bersiap untuk tidur seperti apa yang diperintahkan oleh sang ibu.
"Selamat malam, (Son's name)-kun. Semoga mimpi indah." Balas (First name). Ketika puteranya tidak lagi berada di ruang tamu, ia segera menghubungi suami nya lewat ponsel. Beberapa saat telah berlalu namun sayangnya panggilan tak kunjung dijawab. (First name) pun akhirnya memutuskan untuk mengirim pesan. Akan tetapi notifikasi bahwa pesannya terkirim tak juga tampak. Menghela nafas untuk menetralkan rasa kesalnya, ibu dari (Son's name) itupun memutuskan untuk menunggu suaminya pulang.
Tak berapa lama kemudian, suara pintu yang dibuka terdengar, disusul oleh suara yang sudah sangat familiar bagi (First name). Mendengar hal itu, (First name) segera melangkahkan kaki menuju pintu, menyambut kedatangan suaminya.
"Apakah tugas di kantor sedang banyak sehingga membuat mu baru pulang sekarang dan tak menjawab semua panggilanku?" Tanya sang istri sambil membawakan tas milik suaminya.
"Begitulah." Jawab Shuuzou singkat diselingi helaan nafas lelah. "Aku sibuk." Lanjutnya sembari terus melangkahkan kaki memasuki rumah.
(First name) mengikutinya di belakang. "Tapi, bisakah kau pergi sebentar untuk membelikan buku gambar? Buku milik—"
"Diam, (First name)! Kau tak tahu aku lelah?!" Sela Shuuzou jengkel kemudian melenggang ke kamar mereka begitu saja.
Untuk sesaat ibu dari (Son's name) itu hanya mematung, merasa terkejut karena bentakan sang suami. Namun setelahnya ia melangkah pergi keluar rumah untuk membeli buku gambar seperti yang diperlukan anaknya.
.
Keesokan harinya, Shuuzou kembali pulang larut. Ketika waktu makan malam tiba, pria bermahkota hitam itu baru pulang. Walaupun tak selarut kemarin, tetap saja (First name) menganggap suaminya itu sudah terlambat pulang. Karena biasanya, sebelum waktu makan malam tiba pun Shuuzou sudah berada di rumah.
Shuuzou melangkahkan kakinya menuju ruang makan tanpa berganti baju terlebih dulu. Di sana, (First name) tengah sibuk memasak untuk makan malam. Beberapa menit berlalu dalam keheningan hingga kemudian Shuuzou membuka suara.
"(First name)"
"Ada apa?" Jawab sang istri tanpa menghentikan kegiatannya.
"Cepatlah. Aku sudah lapar." Ujar Shuuzou seenaknya.
(First name) yang mendengar hal itu seketika menghentikan kegiatan memasaknya. Ia letakkan pisau di tangannya dengan cukup keras. Ekspresi kesal terlihat jelas di wajahnya.
"Aku juga lapar, Shuuzou! Kalau kau lelah, aku juga lelah! Bisakah kau bersabar sedikit saja? Kalau kau—"
"Diam!" Seru Shuuzou sembari menggebrak meja makan. "Aku lebih lelah darimu! Kau pikir siapa yang selalu bekerja untuk membiayai semua ini?!"
Setelah itu hening kembali melanda. Dengan airmata yang mengalir, (First name) berusaha sesegera mungkin menyelesaikan masakannya. Beruntung menu makan malam saat itu tak begitu sulit. Saat masakan telah siap, tanpa sepatah katapun (First name) segera menyajikannya kemudian melenggang pergi dari ruang makan.
"Kaa-chan kenapa?" Dalam perjalanan menuju kamarnya, tanpa sengaja (First name) berpapasan dengan (Son's name). Raut wajah anak laki-laki itu penuh dengan kebingungan karena melihat lelehan airmata di pipi sang ibu.
"Tidak apa-apa." Dusta sang ibu sambil tersenyum paksa. "Kaa-chan hanya lelah."
"Benarkah?" Balas (Son's name) tak sepenuhnya yakin.
(First name) mengangguk. "Malam ini (Son's name)-kun makan bersama Tou-chan saja ya? Kaa-chan ingin tidur lebih dulu." Ujar sang ibu sambil membelai surai lembut milik puteranya lalu melanjutkan perjalanan ke kamar.
.
Sama halnya dengan kemarin, hari ini Shuuzou pun juga pulang larut. Kala itu (Son's name) telah tidur lebih dulu. Sedangkan (First name) tengah duduk di sofa ruang tamu, asyik melepas penat dengan berselancar di internet.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Shuuzou saat melihat istrinya yang tampak sibuk sendiri.
"Bukan apa-apa." Jawab (First name) singkat. Jujur saja, karena kejadian kemarin ia merasa tidak mood untuk berbicara dengan suaminya sendiri.
Shuuzou yang pada dasarnya lelah pun mulai merasa kesal hanya karena jawaban sang istri. "Tapi sejak tadi kau tampak sibuk. Kau bahkan senyum-senyum sendiri."
"Sudah kubilang bukan apa-apa. Lagipula kau tak akan peduli. Kau 'kan terlalu lelah sehingga—"
"(Full name)! Diam! Cukup! Jangan—"
"Tidak! Tempo hari aku bisa diam! Tapi tidak untuk sekarang!" (First name) bangkit dari duduknya sambil menatap Shuuzou penuh kekesalan.
"Aku tahu kau sibuk, tapi sesibuk itukah dirimu hingga kau bahkan tak sempat mengangkat panggilan dariku? Selelah itukah kau hingga menunggu beberapa menit saja tak sanggup? Apakah dengan menyuruhku diam dapat membuat penat mu sirna?" (First name) mulai menumpahkan semua rasa kesal dan sakit hatinya saat itu juga. Manik (Eyes colour) nya bahkan mulai berkaca-kaca. "Apakah kau tak sadar bahwa aku juga lelah? Kau—"
(First name) tak sempat menyelesaikan ucapannya karena tiba-tiba saja bibirnya mendapatkan kecupan dari sang suami.
"Diam." Titah Shuuzou balas menatap manik indah milik sang istri.
"A-apa yang—"
Sekali lagi sebuah kecupan didapat oleh (First name). Hal itu membuatnya seketika diam dengan rona merah di pipi.
"Kubilang diam. Mengerti?" Tanya Shuuzou sambil menatap istrinya dengan intens.
Sang istri tak mengucap sepatah katapun. Namun sebagai gantinya sebuah anggukan patah-patah lah yang menjadi gantinya. Melihat hal itu Shuuzou menghela nafas panjang.
"Dengar. Maafkan sifat ku akhir-akhir ini." Ujar Shuuzou penuh penyesalan. "Aku tahu tempo hari yang lalu aku sudah menjadi suami yang amat sangat menyebalkan. Tapi aku benar-benar lelah, (First name). Tugas di kantor sangat banyak. Kau paham 'kan? Maafkan aku." Sambung pria bersurai hitam itu kemudian memeluk istrinya erat, seolah memberitahu seberapa besar rasa penyesalannya.
Mendapat ungkapan penyesalan dan pelukan erat tiba-tiba ternyata membuat seorang (First name) hanya bisa mematung penuh rasa terkejut. Saraf-saraf otaknya belum bisa mencerna dengan keseluruhan apa yang baru saja terjadi.
"Um... (First name)?"
Karena tak mendapat respon dalam bentuk apapun, Shuuzou lalu menghadapkan sang istri ke arahnya. Dan saat itulah Shuuzou melihat airmata telah menghiasi pipi istrinya. Sontak Shuuzou pun menjadi panik.
"(F-First name)?! Ada apa?!"
"O-oh. T-tidak ada apa-apa." Balas (First name) sambil langsung menghapus jejak airmatanya. Rupanya tangisnya tadi adalah tangisan haru. Tak ia sangka sang suami bisa melakukan hal-hal yang menurut dirinya sangat menyentuh seperti tadi. "Aku tak apa. Terimakasih, Shuuzou. Sekarang aku paham. Maafkan aku juga." Lanjut (First name) sambil tersenyum manis.
Melihat senyuman di wajah jelita sang istri membuat senyum Shuuzou pun ikut terkembang. "Tentu saja." Jawabnya singkat kemudian membelai lembut helaian (Hair colour) milik sang istri.
Sementara sepasang suami-istri itu tengah asyik bermesraan, mereka tak menyadari bahwa sejak tadi sang buah hati telah mengawasinya. Ya, seorang bocah berusia delapan tahun sudah menonton sebuah adegan yang belum seharusnya ia ketahui.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top