Shoes (Midorima x Reader)
Genre: Friendship
Rate: T (or K+?)
Siang itu, shooting guard dari SMA Shuutoku tampak sedang menunggu seseorang di kamarnya.
Drrt.. Drrt...
Ponselnya bergetar. Menampilkan sebuah pesan.
From: (Full name)
To: Midorima Shintarou
Shin-chan, aku sudah sampai!
Tanpa membalas pesan tersebut, pemuda berambut hijau itu segera keluar dari kamarnya dan menghampiri si pengirim pesan yang tengah menunggu didepan rumah.
"Ayo masuk, nanodayo", ucap Midorima mempersilakan.
"Ok, Shin-chan~", namun anehnya gadis yang dipersilakan tidak segera beranjak dari tempatnya.
"Kenapa tidak masuk, nanodayo?"
"Karena pemilik rumah yang masuk lebih dulu", jawab gadis itu polos.
Menghela nafas pelan, Midorima segera melangkahkan kaki. Menuruti ucapan gadis berambut (Hair colour) itu.
"Baiklah, sekarang ayo, nanodayo"
Dan (Your name) pun langsung mengikutinya. Sesampainya di kamar sang tuan rumah, (Your name) segera menaruh tas nya lalu duduk. Kemudian Midorima segera keluar untuk memberikan jamuan kepada tamu nya. Tak lama kemudian, ia datang dengan membawa sebuah nampan berisi dua gelas minuman dan sepiring cookies.
"Makanlah, nanodayo", ucap Midorima mempersilakan.
Sebagai pembuka, (Your name) meneguk minuman yang disediakan, dilanjutkan dengan mencomot cookies yang ada lalu memakannya. Midorima pun melakukan hal sama. Kemudian ia memulai kegiatan belajar bersama mereka.
"Ano.. Shin-chan. Aku kurang paham dengan yang ini", ujar (Your name) sambil menunjuk salah satu soal di buku. Tak lupa dengan cookies yang masih ada di tangannya.
"Lihat jawabanmu, nanodayo", titah si hijau.
Setelah itu (Your name) segera memakan cookies nya dan mencari buku tempat ia menulis jawaban soal tersebut. Lalu ia mulai menunjukan jawaban atas soal yang ditunjuknya tadi ke Midorima. Melihat jawaban (Your name), si megane hanya bisa facepalm
"Baka. Kau salah. Seharusnya seperti ini, nanodayo"
Midorima mulai menuliskan jawaban yang benar dari soal yang tadi ditunjuk (Your name)
"Kan aku belum paham, Shin-chan! Tentu saja salah!", elak (Your name). Tidak terima dikatai 'baka'.
"Lalu kenapa tidak kau pahami, nodayo?"
Pertanyaan itu membuat (Your name) mati kutu. Eh, ternyata tidak. Rupanya (Your name) masih bisa membalas ucapan Midorima.
"Aku sudah berusaha untuk memahaminya, tapi tidak paham juga, Shin-chan! Makanya aku bertanya padamu! Shin-chan ini bagaimana?!", balas (Your name). Memang jawabannya terkesan memaksa sekali. Tapi daripada kalah omongan dari si tsundere, sepertinya jawaban memaksa lebih baik.
"Wakatta. Sekarang akan kuajari kau, nanodayo! Perhatikan!", seru Midorima mengalah. Yah, daripada meladeni sahabat sejak kecilnya yang 'oh-so-talkative' ini.
Midorima mulai menjelaskan jawaban yang benar dari pertanyaan tadi. Si penanya pun juga memerhatikan dengan saksama dan berusaha untuk memahaminya.
"Ooh.. Jadi begitu..", ujar (Your name) sambil mengangguk. Akhirnya ia paham juga. Setelah dipikir-pikir, caranya tidak terlalu sulit. Lalu kenapa kemarin ia kesusahan dalam mengerjakannya? Entahlah, hanya Tuhan yang tahu.
Beberapa jam telah mereka lalui dengan mengisi berbagai macam soal yang belum (Your name) pahami. Tak lupa diselingi keisengan gadis itu yang dengan senang hati mengusili Midorima.
"Berhentilah menggangguku, nanodayo", titah Midorima. Karena setiap si hijau itu menulis, (Your name) terus saja mengusiknya sehingga tulisan Midorima menjadi absurd.
Tapi bukan (Your name) jika mau berhenti hanya karena perintah Midorima. Ia terus saja mengganggu sang shooting guard SMA Shuutoku itu.
"Hahaha.. Tulisanmu bagus sekali, Shin-chan!", (Your name) terbahak melihat tulisan Midorima yang jadi seperti cakar ayam. Perlu diketahui, kata 'bagus' pada ucapan (Your name) berarti 'absurd'.
"Urusai yo. Ini semua karena ulahmu, nanodayo", ujar Midorima menahan emosi.
"Pfft.. Iya iya", melihat raut jengkel pemuda disampingnya, (Your name) memilih untuk berhenti tertawa. Lebih tepatnya menahan tawa. "Ah ya, aku pulang sekarang saja, Shin-chan", ujar (Your name) tiba-tiba.
Tak terasa senja sudah menjelang. (Your name) pun pamit untuk segera pulang. Namun, suatu masalah terjadi ketika (Your name) akan memakai sepatu.
"Nng.. Shin-chan. Kau tahu dimana sepatuku yang sebelah?", tanya gadis itu yang hanya memakai sepatu kirinya saja.
"Aku tidak tahu, nanodayo. Bukankah tadi masih disini?"
"Tadinya memang begitu. Tapi sekarang sudah tidak ada, Shin-chan"
Helaan nafas dari si hijau pun terdengar. Setelah membenarkan letak kacamatanya, ia pun mulai mencari sepatu (Your name) yang hilang bersama si pemilik.
Beberapa menit sudah terlewatkan. Matahari juga sepenuhnya tenggelam. Namun hasilnya nihil. Sepatu (Your name) belum juga ditemukan.
(Your name) mendengus pasrah. Tak apalah kalau sepatunya hilang. Yang penting sekarang ia harus segera pulang karena hari sudah malam.
"Ya sudah, Shin-chan. Aku pulang saja sekarang"
"Kau pulang dengan sepatu sebelah saja? Setidaknya pakailah sepatuku dulu, nanodayo", tawar Midorima. "B-bukan berarti aku peduli. Hanya saja aku merasa tak enak hati sebagai tuan rumah, nanodayo", dan tsundere nya segera keluar.
"T-tidak perlu, Shin-chan!", tolak (Your name) sambil menggeleng-geleng.
Midorima tetap memaksanya. Tapi (Your name) juga tak mau berhenti menolak. Kalau seperti ini, mau sekeras apapun Midorima memaksa, pasti (Your name) juga tetap bersikeras menolaknya. Maka, Midorima memutuskan untuk mengganti pilihan.
"Kalau begitu pakai ini, nanodayo", perintah Midorima sambil mengulurkan sepasang sandal.
Untuk kali ini, perintah Midorima adalah mutlak (Tiba-tiba gunting melayang kearah author). Ya sudah, mau tidak mau (Your name) menerimanya. Toh jika tidak, perdebatan seperti tadi akan terulang lagi. Dan itu hanya akan membuatnya semakin telat pulang.
"Arigatou, Shin-chan. Jaa matta, ne!", seru (Your name) sesudah keluar dari rumah Midorima.
Si hijau hanya menanggapinya dengan gumaman. Setelah sosok sahabatnya itu sudah tak terjangkau lagi oleh iris hijau nya, ia segera masuk kembali ke rumah. Midorima tak habis pikir, bagaimana bisa sepatu (Your name) hilang? Padahal pintu rumahnya tertutup. Entahlah, sekali lagi hanya Tuhan yang tahu.
.
Keesokan harinya, (Your name) tengah menunggu Midorima didepan rumahnya. Tadi malam, pemuda berambut hijau itu mengajaknya berangkat ke sekolah bersama. Midorima juga menurut ketika (Your name) bilang ia akan berangkat lebih pagi dari biasanya.
"Shin-chan!", seru gadis manis itu ketika ia melihat sahabatnya tengah berjalan kearahnya.
Midorima diam saja. Seperti biasa, tanggapannya hanyalah sebuah gumaman.
"Ohayou!", sapa (Your name) dengan riang. Seolah-olah masalah sepatu kemarin sama sekali tidak berarti baginya.
Padahal sebenarnya gadis itu berangkat lebih pagi karena ingin menghindari kontak dengan kawan-kawannya yang lain. Sebab, dia tak mau teman-temannya melihat apa yang ia kenakan hari ini. Berhubung sepatu satu-satunya yang ia miliki hilang sebelah kemarin, ia pun sekarang memakai sepatu milik sang ayah. Kenapa? Karena sepatu yang dimiliki sang ibu hanyalah high heels saja.
"Ohayou", balas Midorima singkat. Dan dengan itu mereka pun mulai berjalan kaki ke sekolah.
Di perjalanan, (Your name) hanya berdiam diri tak seperti biasanya. Mungkin karena ia terlalu fokus dengan sepatu yang saat ini ia pakai. Sebenarnya Midorima ingin tertawa sejak tadi, hanya saja dia juga memikirkan bagaimana perasaan sahabatnya itu jika ia menertawainya. Alhasil, pemuda berambut hijau tersebut juga memilih untuk diam.
"Nee, Shin-chan. Um.. Apa aku terlihat aneh?", pertanyaan (Your name) memecah keheningan.
Sambil berjalan, Midorima menatap gadis disampingnya itu. Pandangannya terpaku pada sepatu yang dikenakan oleh (Your name). Sepatu yang seharusnya dikenakan oleh murid laki-laki, belum lagi ukurannya yang tidak pas karena terlalu besar.
"Begitulah", jawab Midorima sambil menatap kembali ke jalan. "Karena kau tidak cocok memakai sepatu itu, nanodayo", tambah si hijau.
"Huh?", (Your name) menatap sang sahabat dengan alis yang terangkat sebelah. "Tapi mau bagaimana lagi? Aku akan membeli yang baru nanti", lanjut (Your name) sambil mengerucutkan bibir.
"Tak perlu, nanodayo", seketika Midorima menghentikan langkahnya. Membuat gadis disampingnya ikut melakukan hal yang sama.
"Eh? Kenapa?"
Midorima tak menjawab pertanyaan gadis bersurai (Hair colour) itu. Ia justru mengambil sesuatu dari dalam tas nya. Sebuah kotak berwarna (Favorite colour). Dan kemudian memberikannya ke (Your name).
"Apa ini?", tanya (Your name) bingung sambil memegang kotak itu dengan kedua tangannya.
"Buka saja, nanodayo", jawab Midorima singkat sambil membenarkan letak kacamatanya. Setelah itu, ia segera berjalan pergi tanpa menunggu (Your name). Membuat gadis itu semakin bingung.
"Hey! Chotto matte, Shin-chan!", seru gadis itu. Namun si shooting guard tak berhenti ataupun sekedar menoleh.
Menghela nafas pelan, gadis itu mulai membuka kotak tadi seperti yang Midorima perintahkan. 'Padahal hari ini bukan ulang tahunku. Tapi kenapa dia memberi hadiah?', tanya gadis itu dalam hati.
Dan ketika kotak tersebut telah terbuka, kedua matanya berbinar penuh berbagai perasaan. Senang, terkejut, dan tak percaya bercampur menjadi satu. Ternyata isi kotak tadi adalah sepasang sepatu sekolah.
"'Jangan salah sangka. Aku hanya merasa bertanggung jawab atas hilangnya sepatumu'", ucap gadis itu membaca secarik kertas yang ada didalam kotak tadi. Senyuman pun terbentuk di wajah manisnya. "Arigatou, Shin-chan!", seru gadis itu sekeras mungkin. Memastikan kalau sahabatnya yang berambut hijau itu mendengarnya.
Di sisi lain, (Your name) tak mengetahui jika sebuah senyuman juga terukir di wajah pemuda berambut hijau itu. Ya, Midorima tersenyum.
"Douita, nanodayo", gumamnya pelan membalas seruan (Your name).
.
A/N:
Ahaha, readertachi~ Karena sedang kehabisan ide, akhirnya saya putuskan untuk memakai pengalaman saya saja sebagai ide. Cerita ini benar-benar berdasarkan pengalaman saya, lho. Tapi waktu masih SMP. Dan sampai sekarang sepatunya masih saya simpan. Tehehe. Maafkan author yang justru curhat.
Saa, jaa matta, readertachi~!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top