Nerd, huh? (Midorima x Reader)
Genre: Romance
Rate: T+
Hello~ Kali ini saya bawa request dari N_Miharu amelia_putri02 @HayakawaAira
Sebelumnya maaf kalau ini gaje dan Mido jadi OOC. Entah kenapa saya bayangin Sakamaki Reiji dalam diri seorang Midorima Shintarou di sini XD
Saa, jaa mata, readertachi!
.
(Your name) belum lama ini selesai menjalani ujian masuk universitas favoritnya. Dan gadis itu berpikir daripada menganggur di rumah untuk menunggu hasil pengumuman lebih baik mencari pekerjaan. Selama beberapa hari (Your name) telah bekerja di sebuah toko baju dekat rumahnya. Betapa beruntungnya dia selain lokasinya yang tak jauh, gajinya pun lumayan. Tak hanya itu, seolah keberuntungannya belum lengkap baru kurang lebih dua minggu bekerja (Your name) sudah diangkat menjadi karyawan.
“Wah, (Last name)-chan! Selamat, ya!”
“Iya, (Last name)! Selamat!”
“Bukankah ini patut dirayakan? Saatnya pesta!”
Berbagai macam ucapan selamat terlontar dar kawan satu pekerjaan (Your name). Gadis itu hanya tersenyum kecil—agak canggung atas ucapan selamat yang ia terima. Walaupun pada akhirnya ia mau-mau saja.
“Baiklah, nanti malam ayo ke rumahku!” ajak (Your name) kepada teman-temannya. Setelah berkata demikian (Your name) dapat melihat bola mata berbinar milik gadis-gadis itu.
“Um... Kau mau mengundang kekasihmu itu?”
“Ah! Betul! Kudengar sebenarnya kau sudah punya kekasih, ya? Coba nanti ajak dia!”
“Ayolah, (Last name)... Kenalkan kami kepadanya...”
Kali ini (Your name) hanya bisa tersenyum tak enak setelah mendengar kalimat-kalimat tersebut. Dengan susah payah ia memutar otak mencari alasan supaya ia tak perlu mengenalkan kekasihnya kepada mereka. “Sepertinya lebih baik kalau tidak usah saja. Aku tidak yakin dia bisa menahan mabuk dengan baik. Dia bukan seorang yang alcohol tolerant,” ujar gadis itu mencari alasan. “Toh kemungkinan besar ia juga tidak akan mau. Dia itu tipe nerd yang lebih memilih seharian membaca buku di rumah daripada bergaul bersama teman-temannya. Dia itu... bagaimana, ya? Kaku mungkin?” tambah (Your name) sembari menggaruk pipi tidak enak kepada teman-temannya.
“Yah... Sayang sekali,” keluh Miki penuh kecewa. Tapi tak lama kemudian sebuah senyum usil terlihat. “Berarti dia itu tipe yang ‘jinak’,ya?”
Sontak muka (Your name) langsung memerah. Ia tahu maksud dari perkataan kawannya itu. “A-apa maksudmu?! Dia itu orang yang tenang. J-jadi kupikir... ya... b-begitulah...”
‘Aku bahkan berani bertaruh kalau aku lebih agresif dari dia. Wah! Apa yang kupikirkan?!’
(Your name) sontak menggelengkan kepala berusaha menghilangkan pikiran aneh itu dari kepalanya.
“Terserah kau sajalah,” ujar Miki setelah tawa mereka reda. “Yang penting nanti malam kita benar-benar pesta! Jaa~”
"Jaa, (Last name)~"
Setelah itu mereka berpamitan. Teman-temannya sudah berjalan duluan meninggalkan (Your name) sendiri di depan toko baju tempat mereka bekerja. (Your name) bediri di sana dalam diam sambil sesekali memeriksa jam tangannya. Gadis itu terbiasa menunggu sang kekasih sepulang kerja. Dan jika perhitungan (Your name) benar serta tak ada acara dadakan yang membuat kekasihnya tak bisa pulang bersama, seharusnya sekarang sang kekasih sudah berjalan ke arahnya.
Dan memang benar.
(Your name) mendapati sosok berambut hijau tengah berjalan mendekat.
“Shin! Di sini!” (Your name) menyapa dengan senyuman lebar di wajah dan lambaian tangan. Namun sapaan penuh semangat itu tak diindahkan kekasihnya yang justru hanya membenarkan kaca mata sambil terus berjalan. “Ayo, nanodayo.”
(Your name) yang sudah terbiasa dengan sikap dingin kekasihnya pun hanya menanggapinya dengan senyuman lebar. Gadis itu berlari kecil menyusul langkah kaki jenjang milik sang kekasih. “Ayo kita pulang, Shin! Kau berhutang cerita soal kegiatanmu di rumah sakit, loh!” seru (Your name) yang pada dasarnya menyukai hal-hal berbau kesehatan—dan beruntungnya dia memiliki kekasih seorang dokter.
.
Malam pun tiba. (Your name) sudah selesai menyiapkan semua keperluan untuk pesta di rumahnya. Makanan berat maupun ringan, minuman biasa hingga beer kalengan. Yang kurang hanyalah sang pemilik rumah masih belum membersihkan diri.
“Yosh! Semua sudah siap! Aku mandi dulu~” seru (Your name) entah kepada siapa.
Tepat ketika ia baru saja mengambil perlengkapan untuk mandi, handphone yang ia taruh di meja berdering. Berjalan mendekat lalu mengambil ponselnya, (Your name) melihat nama sang kekasih tertera di layar. Kedua bola matanya membulat tiba-tiba dan dengan gugup ia pun mengangkat panggilan tersebut.
“M-moshi moshi,” sapa (Your name) yang sedikitnya merasa aneh juga karena tak biasanya sang kekasih yang menghubungi lebih dahulu.
“Kau sibuk?”
“Uh... Tidak?”
“Kalau begitu aku akan ke rumahmu.”
“OK--eh?! J-jangan! Ayah dan ibu sedang tidak ada di rumah...”
“Aku sudah mendapatkan izin dari mereka—“
“Tidak! Tidak bisa! A-Aku sedang tidak berada di rumah!” bohong (Your name) sebiasa mungkin terdengar meyakinkan. “Ah! Aku harus pergi. J-Jaa, Shin!”
(Your name) yang sudah sangat gugup seketika memutus sambungan. Menepuk dahi setelah menyadari betapa tidak meyakinkannya kebohongan yang ia lakukan, (Your name) menghela nafas. Kini ia hanya bisa berdoa semoga Midorima percaya—walaupun rasanya begitu mustahil.
Gadis itu bukannya tidak mau Midorima bermain ke rumah. Bahkan kalau boleh jujur ia benar-benar senang jika kekasihnya berkunjung. Hanya saja tidak untuk saat ini. (Your name) tidak ingin kekasihnya tahu jika ia mengkonsumsi minuman beralkohol. Ia juga tidak mau teman-temannya tahu bahwa kekasihnya adalah Midorima. Mengingat Midorima adalah orang yang kaku, berpakaian formal, sangat tertata. Berbeda sekali dengannya dan teman-temannya yang cenderung lebih bebas.
Bukan.
Bukannya (Your name) malu menjadi kekasih Midorima atau apa. Ia hanya tidak mau mendengar komentar kawan-kawannya yang blak-blakan. Itu saja.
.
Pesta pun selesai. tak ada satupun dari gadis-gadis itu yang berada dalam keadaan sadar sepenuhnya. Alkohol sedikitnya telah membuat berjalan dengan tegak saja terasa sulit bagi mereka. Namun dengan sebuah keajaiban, Miki dan Nana bisa berjalan pulang sendiri ke rumah masing-masing, meninggalkan (Your name) yang dengan sempoyongan berusaha kembali ke kamarnya.
Sayangnya baru dua langkah ia berjalan, gadis itu mendengar bel rumahnya berbunyi. Dalam hati (Your name) mengumpat. Dan dengan penuh rasa malas—serta sedikit pening—(Your name) membuka pintu. ‘Siapa yang bertamu malam-malam begini?’ gerutunya dalam hati.
Gadis itu mendongak guna menatap sang tamu. “Selamat malam—hik—tuan. Ada yang bisa kubantu?” tanya (Your name) yang berusaha keras menjaga matanya agar tetap terbuka.
Sebuah helaan nafas terdengar, disusul (Your name) yang tiba-tiba ditarik ke dalam rumah serta pintu yang dibanting tertutup. Tubuh gadis itu dihempaskan ke sofa begitu saja. (Your name) dapat merasakan tamunya kini berada di atasnya dengan kedua lengan berada di samping kepalanya untuk menjaga jarak.
“Tunggu dulu, tuan. Ini tidak—“ kalimatnya terhenti ketika ia bisa merasakan sebuah jari dari si lawan bicara menempel di bibirnya.
“Kau benar-benar tidak tahu?”
Kedua alis (Your name) mengernyit bingung. “Tak tahu apa? Baiklah, tuan. Jika kau—hik—ingin bermain, maka bermainlah dengan dirimu sendiri,” balas (Your name) di tengah cegukannya sebisa mungkin memberikan tatapan tajam yang mengintimidasi.
“Itu tidak lucu, (First name).”
Kerutan di dahi (Your name) semakin jelas tampak ketika ia mendengar nama kecilnya disebut oleh orang asing itu. “Hei, tuan. Asal kau tahu saja. Hik. Yang boleh menyebut namaku seperti itu hanyalah orangtuaku dan—hik—kekasihku,” jelas (Your name) sembari mendorong dahi laki-laki itu dengan jarinya. Sesaat kemudian (Your name) memiringkan kepalanya bingung. “Tunggu dulu...”
Dengan secermat mungkin (Your name) mengamati paras laki-laki yang berada di atasnya kala itu. Rambut hijau, mata hijau, suara berat, dan baru saja memanggil nama kecilnya seolah itu adalah hal yang lumrah. (Your name) merasa kenal dengan sosok itu.
“Shin?”
“Kau baru sadar, nanodayo?”
Nanodayo?
“Astaga, Shin! Kau benar-benar Shin?! Apa yang terjadi padamu?!” pekik (Your name) kaget sambil dengan spontan mendudukan diri tiba-tiba, membuat Midorima melakukan hal yang sama.
(Your name) yang kala itu sedang dalam keadaan mabuk saja dapat dengan jelas melihat penampilan Midorima yang begitu berbeda dari biasanya. Kacamata yang biasa ia kenakan kini tidak ada. Pakaian formal yang sering kali ia pakai berganti kaos dengan balutan kemeja santai. Dan rambutnya entah atas dasar apa ia rubah menjadi sedikit acak-acakan. Oh, (Your name) yang notabene kekasihnya sendiri saja sampai pangling.
Bukannya menjawab, Midorima yang mendengar kata-kata menuntut penjelasan dari kekasihnya itu justru menarik sang gadis hingga jatuh ke atas tubuh jangkungnya. “Dia itu tipe nerd yang lebih memilih seharian membaca buku di rumah daripada bergaul bersama teman-temannya. Dia itu... bagaimana, ya? Kaku mungkin?”
(Your name) merasa kalimat itu aneh keluar dari mulut Midorima. Tapi entah mengapa (Your name) juga merasa kalimat itu familiar baginya. Dan ketika sadar, bola mata (Your name) membulat sempurna.
“A-aku tidak bermaksud menyinggungmu!” seru (Your name) ketika ia menyadari bahwa kalimat yang barusan Midorima ucapkan adalah kata-katanya tadi sore sepulang kerja.
Midorima tak membiarkan kekasihnya berkata lebih lama lagi. Dengan cepat ia membungkam mulut sang kekasih dengan miliknya sendiri. Hal itu sukses membuat (Your name) terdiam seketika serta membuat wajahnya yang sudah merah karena mabuk menjadi lebih parah.
“Aku tidak tersinggung. Mengingat dirimu, kau tak akan berkata seperti itu untuk menyinggung. Kau melakukannya lebih karena kau tidak mau teman-temanmu mengetahuiku. Lebih tepatnya kau tidak mau mereka kemudian berkomentar yang tidak-tidak tentang hubungan kita. Itu tipikal dirimu sekali, (First name).”
“B-bagaimana kau tahu?”
“Aku suka membaca, termasuk membaca pikiranmu, menebak lebih tepatnya,” jawab Midorima sambil berdiri membuat (Your name) yang masih duduk di sofa mendongakan kepala menatapnya. Ia pun mengulurkan tangan untuk sang kekasih. Sebuah kerutan tampak cukup jelas di dahinya. “Kau mabuk. Kau harus istirahat—”
(Your name) hanya bisa tertawa malu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal sebelum kemudian menerima uluran tangan tersebut dengan ragu. “Kau—hik—benar. Aku—woaah!” kalimat (Your name) tak terselesaikan karena Midorima tiba-tiba saja menggendongnya bak putri kerajaan.
Lelaki bersurai hijau itu membungkukan badannya sedikit guna mengarahkan mulutnya ke leher sang kekasih, menyisakan jarak hanya beberapa senti saja dari kulit gadis itu. (Your name) sukses dibuatnya merinding seketika. Dengan perlahan pemuda itu memberikan jejak berupa kecupan-kecupan ringan. Mulai dari leher, rahang bawah, pipi, lalu berhenti tepat di samping telinga.
“—tapi setelah game kita malam ini. Bukankah kau menyukai game, (First name)?” tanyanya dengan suara yang entah mengapa terdengar lebih berat dari biasanya. Seandainya (Your name) dapat menengokkan kepala, ia akan mendapati sebuah seringai yang sangat jarang kekasihnya tunjukkan. “Untuk malam ini, kau tak akan menemukan sosok kaku dan tenang dalam diriku. Aku bisa menjaminnya. Tidak ada Shintarou mu yang nerd untuk malam ini.”
Wajah (Your name) mendadak menjadi merah, bahkan warna buah ceri pun tak ada apa-apanya dengan wajah (Your name) kala itu. Ia paham dengan apa yang Midorima maksud, maka sontak saja gadis itu meronta.
“Shin! Lepaskan! Tidaaaaak!”
‘Tuhan! Kembalikan kekasihku seperti semulaaaa!’
.
Omake:
"Kau bilang aku lebih suka berada di rumah, bukan? Dan kau tidak?"
"Un," (Your name) mengangguk.
Midorima mencium bibir kekasihnya itu singkat sebelum kemudian bangkit dari ranjang untuk bersiap kerja.
"Untuk beberapa hari kedepan kau yang akan menjadi diriku. Tetap tinggal di rumah--tidak. Tidak. Tinggal di kamar lebih tepatnya karena kau tidak dapat berdiri sebab sakit di bagian bawah tubuhmu."
Wajah (Your name) meledak merah. Sebuah bantal melayang namun berhasil Midorima hindari.
"DIAM KAU, MIDORIMA SHIN-AHO!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top