Like (Hara x Reader)
Genre: Romance
Rate: T
"Maaf aku tidak jadi, (First name)-chan. Aku tidak bisa. Aku ada acara"
Suara yang terdengar dari handphone berwarna (Favorite colour) itu membuat sang pemilik telepon genggam hanya bisa menghela nafas. Sahabatnya tidak bisa datang ke cafe tempat mereka janjian. Apa boleh buat? Toh tadi sahabatnya bilang ada acara 'kan? Dia pun tak bisa memaksa.
"Baiklah. Santai saja. Jaa"
Dengan itu si pemilik handphone memutus sambungannya. Mencoba mengabaikan rasa kecewa yang dirasakan, dia mulai memanggil seorang pelayan dan memesan makanan.
"Milkshake chocolate dan sepotong strawberry shortcake. Selamat menikmati", ucap salah satu pelayan sambil membawa pesanan gadis itu dan tersenyum kemudian berjalan pergi.
Setelah mengucapkan terimakasih, gadis bersurai (Hair colour) itu mulai menikmati pesanannya. Rasa manis dari milkshake yang ia pesan cukup bisa membuatnya lebih tenang. Krim lembut dari shortcake juga mampu membuatnya melupakan kejadian pembatalan tiba-tiba tadi.
'Bagaimana bisa dia melihat dengan poni yang menutupi kedua matanya?', tanya gadis itu dalam hati ketika ia melihat seorang pemuda berambut ungu pucat berjalan melewati mejanya. 'Eh? Apa itu?'
Sebuah pertanyaan timbul di benaknya tatkala ia melihat sesuatu jatuh disamping mejanya. Sebuah permen karet. Gadis tersebut langsung mengambilnya. Lalu ia asumsikan benda itu milik si pemuda berambut ungu pucat tadi karena dia lah yang baru saja melewati mejanya.
"Hey! Ini milikmu 'kan?"
Si rambut ungu pucat menengok saat merasakan tepukan di pundaknya.
"Aku tanya sekali lagi. Ini milikmu 'kan?", tanya sang gadis bermanik (Eyes colour) untuk kedua kalinya sambil menyerahkan permen karet tadi.
Awalnya sang pemuda hanya menatap bingung. Lalu ia terima permen karet tadi sambil tertawa pelan.
"Ah ya. Arigatou, (Last name). Jaa"
Setelah mengucapkan hal itu, si pemilik rambut ungu pucat segera melanjutkan langkahnya keluar dari cafe. Meninggalkan gadis dengan manik indah itu menatap punggungnya penuh kebingungan.
'Darimana dia tahu namaku?'
.
Kini saatnya untuk istirahat bagi murid-murid di SMA Kirisaki Dai Ichi setelah beberapa saat hanya berkutik dengan materi pelajaran. (Your name), salah satu murid tahun pertama di sekolah itu mulai melangkahkan kaki menuju kantin. Pergi kemanapun sendirian sudah biasa bagi gadis itu. Selain karena dia termasuk anak yang kurang bersosialisasi, juga karena satu-satunya sahabat yang ia punya berbeda sekolah dengannya.
Koridor mulai ia susuri dengan langkah konstan. Kemudian membelok menuju tempat yang ia tuju, yaitu kantin sekolah. Sebenarnya gadis itu kurang suka dengan keramaian di kantin. Tapi karena perutnya minta diisi dan bento yang seharusnya ia bawa ketinggalan, akhirnya mau tak mau dia menahan perasaannya demi mendapat sesuatu untuk dimakan. Sebungkus roti isi dan sekotak jus seperti biasa menjadi pilihan untuk mengisi perutnya yang kosong.
Tanpa basa-basi, ia segera melangkahkan kakinya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Namun sayang, ketika ia sampai di kantin, roti yang ingin ia beli ternyata sudah habis. Bukan hanya itu, jus kesukaannya pun sudah tak ada lagi.
"Bagus. Sekarang mood ku seketika memburuk", lalu sambil menghela nafas pelan, (Your name) memutuskan untuk kembali ke kelas saja.
Sudah perut lapar, mood hancur, dan sekarang gadis itu jatuh terduduk karena tanpa sengaja menabrak murid lain.
"Oops. Gomen gomen"
"Tck. Ya", sambil mendecakan lidah kesal, (Your name) mulai bangkit berdiri.
Kemudian ekspresi kaget bersarang di wajah manisnya ketika ia melihat siapa orang yang baru saja ia tabrak. Pemuda bersurai ungu pucat yang kemarin baru saja ia temui di cafe.
"Kau? Kenapa kau bisa ada disini?", tanya (Your name) penuh kebingungan. Dia baru kali ini melihat pemuda itu di sekolahnya.
Sebuah kekehan terdengar dari si rambut ungu pucat.
"Kau itu terlalu penyendiri. Aku memang bersekolah disini sejak dulu"
"Apa?!", seru (Your name) kaget. "O-oh. Jadi begitu", kemudian ia kembali ke ekspresi awalnya.
"Hora. Kupikir kau perlu ini. Tapi maaf, aku tak memiliki jus nya", ucap pemuda bersurai ungu pucat itu sambil melemparkan sebungkus roti isi ke (Your name).
Untung saja gadis itu bisa menangkapnya. Tapi sebelum (Your name) sempat menanyakan alasannya memberi ia roti itu, si surai ungu pucat sudah lebih dulu melanjutkan perjalanannya.
'Kenapa dia tahu apa yang kuinginkan?'
Sekali lagi (Your name) ditinggalkan dengan penuh kebingungan.
.
"Aku ke ruang musik dulu. Jaa", ucap (Your name) kemudian memutus pembicaraan via handphone nya dengan sang sahabat.
Pelajaran telah usai. Kini saatnya bagi gadis itu untuk menuju ruang musik, tempat dimana ekstrakurikuler yang ia jalani berlangsung. Koridor mulai ia lewati, lalu berhentilah ia sesampainya didepan pintu ruang musik. (Your name) mulai masuk setelah mendapat izin dari guru yang bertanggung jawab. Tak perlu repot-repot untuk menyapa teman seangkatannya yang lain.
"(Last name)-san, minggu depan anda akan mewakili sekolah kita dalam perlombaan musik se-Tokyo. Apakah anda bersedia?", tanya sensei tiba-tiba ketika (Your name) sudah duduk manis didepan drum sekolahnya.
"Eh? Uh.. Itu.. Hai', sensei. Saya bersedia"
Walau pada awalnya ragu, namun (Your name) menerima juga tawaran itu pada akhirnya. Setidaknya dengan berlatih tiap hari di sekolah, ia tidak akan merasa kesepian seperti di rumah. Dan semoga saja, kedua orangtua nya mau menyempatkan diri untuk melihat penampilannya.
"Itu bagus. Kalau begitu, mulai hari ini anda akan berlatih dengan kakak kelasmu. Dia pemegang juara dua tahun lalu", ucap sensei. "Hara-san, silakan kemari"
Dengan itu, seorang pemuda mulai melangkahkan kaki ke arah (Your name) dan gurunya.
"(Last name)-san, ini Hara Kazuya. Dia adalah murid tahun kedua di sekolah kita. Dan Hara-san, ini (Full name), adik kelasmu", ujar sensei sambil saling memperkenalkan kedua murid itu. "Hara-san, tolong latih (Last name)-san. Dialah perwakilan Kirisaki Dai Ichi untuk perlombaan tahun ini"
Setelah itu, wanita paruh baya tersebut mulai melangkah pergi. Meninggalkan kedua murid itu yang kini saling bertatapan. (Your name) dengan raut yang seolah mengatakan 'what-the-hell-kau-lagi?!' dan Hara dengan senyuman usilnya.
"Saa, langsung saja kita mulai latihannya", tutur Hara dengan santai lalu mengambil kursi dan menempatkan diri disamping (Your name).
"Chotto matte! Kenapa kau bisa disini?!"
Entah takdir atau apa, (Your name) tak habis pikir. Mengapa sejak kemarin dia selalu bertemu dengan si pemuda peniup permen karet ini? Apa dia mengikutinya? Segera saja (Your name) menepis pikiran itu. 'Mana mungkin. Tak ada orang yang mau menghabiskan waktu hanya untuk men-stalk mu, (First name)', batin gadis itu meyakinkan.
"Bukankah tadi sensei sudah bilang? Aku adalah pelatihmu mulai sekarang", jawab Hara setelah ia meletupkan permen karetnya.
Geraman kesal terdengar disusul hembusan nafas pasrah.
'Tenang, (First name), demi perlombaanmu. Dia 'kan juara dua tahun lalu', ucap (Your name) dalam hati. "Baiklah. Mohon bantuannya", kata gadis itu dengan ketus.
Dan mereka pun mulai berlatih. Lebih tepatnya, (Your name) yang belatih dan Hara yang menjadi pengamat. Jika ada sesuatu yang kurang sesuai, si rambut ungu pucat akan segera memberi kritik kepada gadis itu.
.
Seiring berjalannya waktu, kedua senpai-kouhai itu semakin dekat. Tapi bukan berarti penuh keakraban diantara mereka. Dekat disini berarti, setiap (Your name) mendapatkan hal-hal buruk, Hara akan langsung mengejek atau paling tidak menertawainya. Dan jika Hara yang mendapatkannya, (Your name) akan langsung mengatakan 'Rasakan' atau 'Makan itu' kepada sang senpai.
Walaupun begitu, mereka juga bisa menjadi akrab. Terutama disaat membahas sesuatu yang berhubungan dengan musik dan drum. Apalagi setelah (Your name) berhasil meraih juara pertama di perlombaannya beberapa hari yang lalu. Hubungannya dengan pemuda berambut ungu pucat itu semakin membaik. Bisa dilihat ketika sahabat (Your name) tak bisa pergi bersamanya, sebagai ganti Hara lah yang mengajak gadis itu hang-out.
"Hey, bukankah besok kau berulang tahun?", tanya (Your name) saat ia dan Hara sedang di ruang musik. (Your name) menjadi juara pertama di Tokyo, dan oleh karena itu dia diajukan untuk mewakili Tokyo dalam perlombaan se-Jepang. Maka dari itu ia kembali mendapat ajaran dari Hara.
Suara lestusan permen karet terdengar. Hara terkekeh.
"Darimana kau tahu?", seringaian terlihat. "Ya. Umurku akan bertambah satu tahun besok"
Hanya gumaman pertanda paham yang (Your name) berikan sebagai balasan. Gadis itu mengangguk-angguk mengerti. Ia mulai memikirkan hadiah apa yang akan diberikannya ke pemuda berambut ungu pucat ini. Setidaknya hadiah itu bisa menjadi ucapan terima kasih karena sudah mengajarinya.
"Cepat berlatih. Atau kau ingin aku memberimu contoh?", tanya Hara diselingi sebuah tawa.
(Your name) mendecih. "Tak perlu", kemudian suara drum yang dipukul pun kembali terdengar.
.
(Your name) berlari secepat yang ia bisa. Tak peduli sudah berapa orang yang ia tabrak, ia tetap tak sedikitpun menurunkan kecepatannya. Saat ini ia hanya ingin menemui seseorang yang sudah membuat janji dengannya. Gadis itu sudah telat beberapa menit karena ia tertidur tadi. Padahal seharusnya pukul empat sore dia sudah disana. Dan sekarang sudah pukul empat lebih lima belas menit.
"Hey!", seru (Your name) sambil menepuk pundak seseorang.
"Kau terlambat. Apakah jam di rumahmu mati?", tanya orang itu kemudian tertawa.
"Berhentilah.. bercanda.. bodoh..", ucap gadis itu sambil menetralkan nafasnya yang tak teratur.
"Hahaha. Baiklah", jeda sejenak. "Jadi, apa perlumu?"
(Your name) berpikir sejenak sebelum akhirnya ia mulai mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, sebuah kotak berukuran sedang yang kemudian ia berikan ke pemuda didepannya.
"Selamat ulangtahun", ujar gadis itu sambil memalingkan wajahnya. Tak tahu mengapa, kini ia merasa jantungnya berdetak lebih cepat dan ia merasa gugup.
"Huh? Apa ini?"
"Sudahlah! Buka saja, bodoh!", seru (Your name) jengkel. Namun rona merah tampak di pipinya.
Kekehan dari pemuda bersurai ungu pucat didepannya terdengar. Jujur saja, dia bahkan lupa kalau hari ini adalah ulangtahunnya.
"Setidaknya panggil aku dengan namaku, (Last name)", senyuman usil tampak di wajahnya.
"Tck. B-baiklah. Buka saja.. H-Hara", ucap (Your name) dengan lirih ketika mengucapkan kata 'Hara'.
Namun hal itu sudah cukup bagi pemuda didepannya. Karena sejak mereka bertemu, (Your name) belum pernah sekalipun memanggil namanya. Biasanya gadis itu hanya berkata 'hey' atau 'bodoh'. Bahkan memanggilnya dengan 'senpai' pun belum pernah.
"Baiklah..", Hara mulai membuka kotak itu. Dan tampaklah hadiah ulang tahunnya. Sebuah drum stick, satu pack permen karet bermacam rasa, serta sebuah gulungan kertas. Ekspresi bingung terlihat ketika Hara membuka gulungan itu. "Apa ini aku?", lalu sebuah seringaian kembali muncul.
"B-begitulah. Kuharap kau suka. Maaf jika gambar buatanku tidak bagus"
Hara tertawa dan mulai menepuk pelan kepala (Your name).
"Kupikir aku akan membingkaikannya", lalu sebuah senyuman terlihat. "Arigatou"
Mendengar ucapan Hara, kedua bola mata gadis itu berbinar penuh rasa senang. Hal yang jarang terlihat dari seorang (Your name).
"Kupikir aku harus jujur. Aku menyukai semua ini", ujar Hara sambil mencondongkan tubuh ke arah (Your name). Membuat gadis itu sedikit memundurkan tubuhnya. "Dan juga aku menyukaimu", tambah Hara disertai senyuman khas nya.
"Huh?"
(Your name) hanya bisa mengerjapkan mata penuh kebingungan. Dia tidak salah dengar 'kan?
"Saa, jaa matta ashita!", kata Hara sebelum akhirnya membalikan badan lalu melangkah pergi. Senyuman tidak pudar dari wajahnya.
Entah untuk yang keberapa kali, (Your name) ditinggalkan dengan perasaan bingung oleh pemuda itu. Beberapa detik setelah itu, (Your name) baru menyadari apa yang diucapkan Hara tadi. Dan kini, wajahnya memerah kembali.
'Eh?! Dia menyukaiku?!', teriak batin gadis itu penuh rasa tak percaya.
.
A/N:
Nee, readertachi. Kupikir Hara itu kaya Undertaker dari Kuroshitsuji. Iya gak sih? Ah entahlah. Ya sudah, terima kasih sudah mau meluangkan waktu untuk membaca fic absurd saya yang lainnya ini, readertachi. Akhir kata, selamat ulang tahun untuk Hara Kazuya.
Saa, jaa matta, readertachi~!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top