In The Caress of Beautiful Lies (Kasamatsu x Reader)
Genre: Romance, Crime (Yandere!Kasamatsu x Reader)
Rate: T?
Saya kembali dengan request dari aozorayuki_3 ! (Saya gak tahu apakah yang bersangkutan masih ingat atau tidak. Wkwk. Gomen)
Karena ini yandere!chara, jadi saya tidak menyarankan anak di bawah umur untuk membacanya.
Btw, maaf kalau judul dan isi cerita tidak nyambung.
Saa, jaa mata, readertachi!
"(First name), apakah aku berharga bagimu?"
"Tentu saja."
"Apakah aku yang paling berharga bagimu?"
"Um... Maaf, tapi kau menduduki peringkat kedua setelah orangtuaku, Yukio. Hehehe..."
.
Brak.
"Apa itu?!"
(Your name) seketika terbangun dari tidurnya ketika mendapati sebuah suara dentuman keras di tengah malam. Sontak ia menengokkan kepala ke kanan-kiri secara gelisah, mencari asal datangnya suara tersebut.
Brak.
Buk.
"Aaa!"
Karena terlalu takut, (Your name) langsung menutupi dirinya dengan selimut hingga ke ujung kepala. Ia tahu suara itu berasal dari lantai bawah. Tapi nyalinya terlalu kecil bahkan hanya untuk memeriksa apa yang terjadi di bawah sana.
.
Keesokan harinya (Your name) turun ke ruang makan setelah sebelumnya menyiapkan diri untuk berangkat ke sekolah. Ia heran saat mendapati meja makan yang kosong. Tak ada satu orang pun disana. Bahkan seporsi hidangan pun juga belum tersaji. Mengedikkan bahu tak acuh, (Your name) segera berjalan ke dapur bersiap membuatkan sarapan untuk keluarganya.
"Tou-san! Kaa-san!" Seruan terdengar menggema di rumah keluarga (Last name).
Sarapan sudah selesai (Your name) buat dan kini gadis itu hanya tinggal menunggu kedua orangtuanya untuk keluar dari kamar dan makan bersamanya. Selama tiga menit (Your name) hanya duduk manis di depan meja makan. Ia tidak akan makan jika anggota keluarganya belum lengkap semua. Dan karena ia hanya anak tunggal, jadilah gadis itu harus menunggu kedua orangtuanya.
"Apa yang mereka lakukan sampai belum ke ruang makan juga? Mungkin aku harus memeriksa mereka di kamar," (Your name) beranjak dari ruang makan menuju ke kamar kedua orangtuanya yang berada di lantai dasar.
"Tou-san, Kaa-san, sarapannya—"
Seketika kegiatan membuka pintu yang (Your name) lakukan terhenti di tengah-tengah. Kini fokus pandangan gadis itu terarah ke hal mengerikan yang tersaji di depan matanya. Dengan bola mata yang membulat sempurna dan badan yang mulai bergetar karena takut, (Your name) berjalan gontai ke depan.
Tidak.
Ini pasti mimpi.
Kedua orangtuanya tak mungkin tergantung di langit-langit dengan tatapan tak bernyawa yang mengerikan tertuju ke arahnya begini. Tidak mungkin. Ini pasti hanya mimpi.
(Your name) harap ini semua hanya mimpi.
Tapi seluruh perasaan sesak di dadanya terlalu nyata untuk sekedar menjadi sebuah mimpi. Tak kuat menerima kenyataan itu, (Your name) terduduk seketika. Sebuah teriakan histeris ia lontarkan sebelum akhirnya kegelapan mengambil alih kesadarannya.
.
Ketika membuka mata, hal pertama yang (Your name) lihat adalah warna putih langit-langit kamarnya. Dan hal kedua yang ia lihat adalah bibinya yang berada di sisi ranjang dengan mata sembab akibat terlalu banyak menangis.
Dan sontak (Your name) teringat apa yang telah terjadi.
Tiba-tiba saja gadis itu beranjak dari kasurnya keluar dari kamar. Walaupun sesekali ia hampir menabrak objek di hadapannya, ia sama sekali tak menghiraukan. Kembali airmata menggenangi pelupuk matanya. Dengan tergesa-gesa gadis itu berlari menuruni tangga. Lalu ketika ia telah sampai di lantai dasar, ia melihat dua buah peti yang berada di tengah ruangan dengan hiasan bunga lily di sekitarnya.
Dengan langkah gontai (Your name) berjalan mendekati dua peti tersebut. Sang bibi yang melihat pun memutuskan untuk menyusulnya.
"Aku boleh melihat mereka?" Pertanyaan bernada lirih (Your name) ajukan. Sang bibi yang berada di sampingnya pun hanya menganggukkan kepala kemudian membuka tutup kedua peti di hadapan mereka.
Peti terbuka, menampakkan Ayah dan Ibu (Your name) yang telah terbaring kaku dengan mata terpejam dalam balutan jas dan gaun serta bekas lilitan tali di leher keduanya. Melihatnya sontak membuat (Your name) jatuh berlutut. Dan pelupuk matanya pun kembali basah karena airmata.
(Your name) bisa merasakan dunianya runtuh saat itu juga.
.
Langit malam bertabur bintang terlihat menaungi wilayah Kanagawa kala itu. Di salah satu jalan yang tak begitu ramai, (Your name) tampak tengah berjalan bersama teman yang sangat akrab dengannya, bahkan sampai ia anggap seperti kakak sendiri.
"Yukio, terimakasih sudah mau menemaniku membeli semua ini," (Your name) tersenyum tipis kepada pemuda di sampingnya—Kasamatsu Yukio—sambil memperlihatkan belanjaan yang ia bawa.
"A-aa. Tidak masalah. Lagipula aku juga tidak sedang sibuk," Kasamatsu mengusap tengkuknya dengan gugup. "Hei, jangan dipikirkan terus. Aku tahu ini memang sulit, t-tapi orangtuamu tak akan mau melihat kau terus seperti ini, (First name). Sekarang sudah satu bulan semenjak kematian orangtuamu," ujar Kasamatsu ketika mendapati raut sedih milik gadis di sampingnya. Ia tahu (Your name) masih belum bisa merelakan kepergian kedua orangtuanya.
"Un," (Your name) mengangguk. "Memang sulit, Yukio. Buktinya sampai sekarang aku masih belum bisa merelakan mereka," kemudian helaan nafas panjang keluar. "Maaf, aku akan berusaha lebih keras mulai sekarang. Lagipula memang tidak ada gunanya menyesali apa yang sudah terjadi, 'kan?" Lanjut (Your name) diakhiri dengan senyuman.
Mau tak mau Kasamatsu ikut tersenyum juga melihatnya.
"Kau haus? Aku akan membeli minuman sebentar. Kau tunggu disini saja," tawar Kasamatsu kemudian berjalan ke arah vending machine yang berbada tak jauh dari sana.
.
"(First name), kau menunggu lama? Maaf, mesinnya bermasalah tadi—(First name)?"
Kasamatsu kembali dengan dua buah kaleng minuman bersoda di tangan. Tapi, ketika ia kembali pemuda itu tak mendapati gadis yang sejak tadi bersamanya berada disana. Sontak Kasamatsu mengedarkan pandangan ke sembarang arah dengan panik. Dan kepanikannya bertambah saat melihat (Your name) yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri tampak tengah memberontak dari cengkeraman seorang pemuda yang tidak ia kenal.
"(First name)!"
Tanpa basa-basi Kasamatsu langsung berlari mengejar (Your name) yang tadi ia lihat sedang dibawa ke sebuah gang di sekitar sana. Karena jarak yang tak begitu jauh, kini pemuda berambut hitam itu telah sampai di ujung gang tempat (Your name) dibawa pergi.
"(First name)! Apa yang—"
Kalimat Kasamatsu terpotong karena pemandangan yang ia lihat ketika menatap ke dalam gang di hadapannya.
"Mmph!"
Di gang tersebut tampaklah (Your name) dengan kedua tangan dicengkeram erat di atas kepala dan mulut yang juga dibungkam oleh tangan pemuda yang Kasamatsu lihat tadi. Kemeja yang dikenakan gadis itu kini telah terlepas semua kancingnya. Dan si pelaku semua perbuatan itu tampak tengah menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher (Your name).
Bahkan dari tempat yang hanya mendapatkan pencahayaan remang-remang dari lampu jalan yang berada di sekitar gang, Kasamatsu bisa melihat semua pemandangan itu dengan jelas.
Dan pemandangan bejat itulah yang Kasamatsu lihat terakhir kali sebelum pada akhirnya ia kehilangan kendali tubuh dan langsung menerjang si pelaku dengan murka serta tatapan berkilat penuh ancaman.
.
(Your name) hanya bisa meringkuk dengan kedua mata terpejam erat serta tangan yang seluruhnya menutupi telinga. Gadis itu tak sanggup melihat pemandangan di hadapannya kini. Ia terlalu takut bahkan hanya sekedar untuk bergerak.
Buagh.
Buagh.
Di hadapan (Your name) kini terlihat Kasamatsu yang sedang memukuli pemuda yang mengganggunya tadi secara brutal. Bahkan ketika pemuda itu tak dapat lagi melawan, Kasamatsu masih terus memukulinya tanpa segan. Seolah tak puas hanya dengan memukuli, kini Kasamatsu menghantam-hantamkan kepala yang sudah babak belur itu ke tembok di hadapannya.
Krak.
Suara sesuatu yang retak terdengar, bersamaan dengan darah yang semakin banyak keluar melumuri kepala pemuda yang tak lama tadi nyawanya telah menghilang. Namun sekalipun begitu, Kasamatsu belum juga menghentikan aksinya. Ia masih menghantamkan kepala si pemuda tadi dengan brutalnya ke tembok. Sekarang baik kepala pemuda itu, tangan Kasamatsu maupun tembok di depannya telah sukses berlumuran darah segar.
Bruk.
Kasamatsu menjatuhkan tubuh pemuda yang kini dalam kondisi mengenaskan itu begitu saja. Pandangan matanya yang sedari tadi berkabut sekarang sudah kembali normal. Manik obsidiannya telah kembali jernih, walaupun saat itu masih diliputi rasa kesal kepada tubuh tak bernyawa di bawah kakinya.
'(First name)!'
Seakan tersambar petir, Kasamatsu berjingkat kaget saat memikirkan kehadiran teman semasa kecilnya. Sontak ia membalikkan badan dan mendapati (Your name) masih dalam keadaan yang sama sejak beberapa saat tadi. Posisi meringkuk dengan mata terpejam erat serta kedua tangan yang menutupi telinga. Gadis itu bahkan tak menyadari ketika Kasamatsu tengah menghampirinya.
"(First name)! Buka matamu! Hei! Tenanglah... Semuanya telah selesai... Kau aman sekarang..." Kasamatsu berusaha menenangkan gadis di hadapannya sambil memegangi kedua bahu gadis itu.
(Your name) tahu yang memegangi bahunya adalah Kasamatsu. Hanya saja gadis itu masih terlalu takut bahkan sekedar untuk membuka mata. Tapi di satu sisi ia ingin mengatakan kepada pemuda di hadapannya bahwa ia tidak apa-apa. Karena itulah kemudian (Your name) memeluk pemuda di hadapannya dengan erat, menyembunyikan wajahnya di dada Kasamatsu yang terbalut kaus bernoda darah.
"H-Hei... Kau tak apa?" Tanya Kasamatsu khawatir. "M-maafkan aku..." tambahnya sendu sembari balas memeluk gadis dalam dekapannya.
Balasan yang (Your name) berikan ialah sebuah gelengan cepat. Ia menangis. Tapi bukan berarti ia menganggap Kasamatsu bersalah. Tidak sama sekali. Ia hanya terlalu shock dengan kejadian yang dia alami dan sempat dilihatnya. Tentu saja semua bukan salah Kasamatsu. Karena jika Kasamatsu tak datang, entahlah, (Your name) terlalu ngeri membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika pemuda itu tidak datang.
"Tidak! K-kau tidak salah, Yukio! Hiks... Maaf... Maaf, karena aku kau jadi begini..." Dan (Your name) mengeratkan pelukannya, semakin menenggelamkan wajah di dada bidang Kasamatsu.
Kasamatsu mendongakkan kepala (Your name) dengan perlahan. Dia tersenyum lembut sembari menghapus linangan airmata di manik indah gadis itu dengan ibu jarinya, membuat noda darah yang berada di tangannya berpindah tempat ke pipi (Your name).
"Tidak masalah bagiku. Asalkan semua itu membuatmu selalu berada di sisiku, aku tak masalah."
(Your name) ikut tersenyum. Walaupun tadi sempat membulatkan kedua mata karena ucapan Kasamatsu, tapi kemudian ia tersenyum juga. (Your name) senang, rupanya ada orang lain yang rela berkorban demi dirinya selain sang Ayah dan Ibu.
"Terimakasih, Yukio. Kau benar-benar satu-satunya orang yang selalu berada di sisiku sejak dulu. Kumohon, jangan tinggalkan aku seperti Tou-san dan Kaa-san. Cukup mereka saja yang pergi. Aku tidak mau kau juga. Aku sangat menyayangimu, Yukio. Aku membutuhkanmu," ujar (Your name) sambil kembali terisak. Untuk kedua kalinya gadis itu memeluk Kasamatsu erat.
Walau sempat kaget sesaat dikarenakan ucapan gadis itu, akan tetapi Kasamatsu balas memeluk (Your name) juga pada akhirnya. Kini tangannya sibuk membelai lembut surai (Hair colour) milik sang gadis dalam dekapan.
"Sama-sama, (First name)," lirih Kasamatsu sambil tersenyum.
Seandainya (Your name) mendongkakkan kepala saat itu, pasti ia akan dapat melihat senyuman janggal yang terpatri di wajah Kasamatsu. Senyuman lebar yang memiliki berbagai makna. Sebuah senyum sarat akan obsesi ditambah rasa bahagia. Senyuman janggal yang dijamin dapat membuat (Your name) merasa aneh saat itu juga.
Sayangnya gadis itu tidak mendongakkan kepala.
Alhasil (Your name) tak akan melihat senyum itu dan tak akan menemukan kebenaran yang tersimpan di baliknya. Seandainya (Your name) tahu kenyataan pahit yang disimpan rapat-rapat oleh Kasamatsu. Seandainya gadis itu tahu siapa dalang sebenarnya dalam kasus pembunuhan kedua orangtuanya. Maka bisa dipastikan gadis itu tak akan sudi berteman—bahkan mengenal pemuda yang kala itu tengah memeluknya.
Akan tetapi (Your name) tak mengetahui semua itu.
Betapa malangnya dia. Selama berhari-hari tanpa sadar selalu berada dalam pelukan dari kebohongan manis sahabatnya sendiri.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top