I Want to See You (Kuroko x Reader)
Genre: Songfic, Angst
Rate: T
Ini request dari @FlowerStarButterfly a.k.a FukuzawaAmanda
Btw lagu yang saya pake disini itu Aitai yang dinyanyiin Acid Black Cherry. Lagu aslinya punya Chikako Sawada kalo gak salah *plak
Semoga angst-nya ngena, ya! Tehehe.
Oh iya, saya saranin buat dengerin lagunya biar feel-nya dapet (?)
Saa, jaa matta, readertachi!
In the classroom where we could see all the buildings,
we spent days and months
sitting at desks side by side.
We learned a little English,
and basketball,
and then I learned to love you.
"Karena kita akan menulis recount atau cerita pengalaman, maka pola kalimat yang akan kita pakai yaitu past tense karena peristiwa itu telah terjadi. Ah, apakah aku menjelaskannya terlalu berbelit-belit?"
Sore itu (Your name) sedang membantu Kuroko mengerjakan tugas bahasa Inggrisnya di kelas. Meja keduanya yang bersebelahan mereka jadikan satu. Kuroko sejak tadi memperhatikan penjelasan (Your name) dengan seksama. Berhubung mereka sekarang telah duduk di kelas tiga SMA, maka tak heran jika keduanya memutuskan untuk memperbanyak belajar.
"Jadi seperti itu... Terimakasih, (Last name)-chan," Kuroko mengangguk paham—walaupun ekspresinya tetap datar.
"Un. Tak masalah," (Your name) tersenyum. "Ada lagi yang bisa kubantu, Kuroko-kun?"
Kuroko menggeleng. "Tidak. Aku sudah paham. Sekali lagi terimakasih, (Last name)-chan," ujarnya sembari berkemas-kemas. "Aku dan Kagami-kun akan melatih adik kelas. (Last name)-chan ingin ikut?"
(Your name) menatap Kuroko dengan manik (Eyes colour) yang berbinar senang. Karena dirinya sudah kelas tiga, (Your name) jarang sekali diperbolehkan melakukan kegiatan lain selain belajar dan membaca. Berhubung besok juga libur, maka (Your name) pun dengan senang hati mengiyakan tawaran Kuroko.
"Boleh? Kalau begitu aku mau!"
Kuroko tersenyum tipis kemudian bangkit dari tempat duduknya. Setelah mereka mengembalikan letak meja yang mereka pakai, keduanya pun segera berjalan keluar dari kelas.
Selama di perjalanan ke gymnasium, (Your name) terus saja berjalan pelan di belakang Kuroko, menatap punggung tegap yang terhitung kecil untuk ukuran pemain basket—walaupun nyatanya jauh lebih besar dari punggung (Your name) sendiri.
(Your name) tersenyum.
Ia sudah seringkali belajar bersama Kuroko. Apalagi semenjak kelas tiga yang notabene banyak ujian seperti ini. (Your name) sadar. Selain mempelajari berbagai mata pelajaran—khususnya bahasa Inggris—dan sedikit basket, ia tanpa sengaja juga belajar mencintai sosok baby blue itu. Perasaannya yang semula hanya sebatas rasa kagum kini tumbuh menjadi sebuah cinta yang besar—yang entah kapan akan ia ungkapan.
Even though we graduated,
you still treated me like a child.
You said, "Don't go too far away."
With half a smile, half a frown,
you hugged me.
Tanpa terasa (Your name) dan Kuroko akhirnya telah lulus dari SMA Seirin. Kini mereka berdua melanjutkan di universitas yang sama di Tokyo. Tak lupa pula keduanya yang semenjak beberapa minggu lalu telah menjadi kekasih. Berterimakasihlah kepada Kuroko yang pada akhirnya memutuskan untuk menyatakan perasaan.
"Tetsuya-kun, hari ini aku ingin pergi bersama teman satu jurusan. Tetsuya-kun pulang duluan saja."
Kala itu (Your name) yang telah selesai dengan jam kuliahnya berbicara kepada Kuroko yang biasa menunggunya untuk pulang bersama. Melihat raut tak enak hati di wajah kekasihnya, Kuroko pun tersenyum sambil membelai lembut rambut gadis itu.
"Baiklah. Tapi jangan pergi terlalu jauh, (First name)-chan."
(Your name) menggembungkan pipinya sebal karena ucapan Kuroko. Sejak mereka menjadi kekasih Kuroko terus saja memperlakukan (Your name) seperti anak kecil. Memang bukanlah hal yang buruk karena Kuroko melakukan semua itu juga sebab ia menyayangi (Your name).
"Baiklah. Aku tak akan pergi jauh-jauh," (Your name) kemudian tersenyum tipis. "Sampai jumpa, Tetsuya-kun. Aku mencintaimu," kemudian memeluk sosok sang kekasih yang berada di hadapannya.
Kuroko membalas pelukan sambil tersenyum tipis, bahagia mendengar ucapan cinta dari sang kekasih. Namun tak dapat dipungkiri pula bahwa bibirnya ingin membentuk kurva ke bawah, merasa sedih karena hal yang ia sendiri tak ketahui. Ia hanya tak ingin membiarkan (Your name) sendiri saja.
On a winter night when the low clouds unfolded,
like a dream,
you died.
(Your name) membeku di tempatnya berdiri. Ia hanya bisa menatap mobil di hadapannya dalam diam. Ia tahu beberapa detik lagi mobil itu akan menghantam tubuhnya. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Mengapa di saat seperti ini kakinya seolah sedang dipaku di aspal? (Your name) dapat merasakan airmata menggenang di ujung matanya sebelum semua menghitam.
"(First name)-chan!"
Brak.
Tak dapat dihindari, kecelakaan pun terjadi.
Membuka kelopak mata, (Your name) mendapati beberapa orang mengelilinginya. Mengapa ia berada di trotoar? Bukankah seharusnya ia di tengah jalan?
Bayangan Kuroko tiba-tiba hinggap di benaknya.
'Tetsuya-kun!'
Berdiri pelan (Your name) mendapati beberapa orang yang tengah berkumpul di tengah jalan. Mereka terlihat panik. Salah satu diantaranya berteriak meminta yang lain untuk memanggil ambulans.
Ambulans?
Sontak (Your name) segera berjalan kesana ketika maniknya mendapati sekelebat helaian biru muda yang terkapar di tanah.
"Tetsuya-kun!"
Rasa panik mulai menggerogoti jiwa (Your name). Ia tak lagi bisa menahan airmata ketika melihat sosok sang kekasih yang terbaring di jalanan beraspal. Kedua mata Kuroko tertutup. Seolah tak cukup dengan itu, setengah wajahnya bersimbah darah serta luka lecet memenuhi tangan dan kakinya.
"Tetsuya-kun! Bertahanlah!" (Your name) menjatuhkan diri di samping tubuh kekasihnya. Air mata tak dapat lagi ia bendung dan kini mengalir begitu deras.
Tak lama kemudian ambulans datang. Petugas kesehatan mulai mendatangi tubuh Kuroko dan membawanya memasuki ambulans.
Didn't you promise
we would go to the beach again this year
and watch lots of movies?
Didn't you promise that?
I want to see you...
"Bukankah kau berjanji kita akan pergi ke pantai lagi tahun ini dan menonton banyak film?"
(Your name) meremas bunga lili yang dibawanya. Sekarang dia berada di makam Kuroko. Semua yang berkabung—bahkan orangtua Kuroko—sudah pulang. Kini hanya (Your name) saja yang berada di makam itu. Masih menangis karena nama yang terpampang di nisan.
"Kau suka ke pantai, (First name)-chan? Kalau begitu tahun depan kita akan kesini lagi."
"Sekarang sudah malam, (First name)-chan. Aku akan mengantarmu pulang. Lain kali kita akan menonton berapapun banyaknya film yang kau mau."
"Aku berjanji, (First name)-chan."
"Bukankah kau berjanji padaku?" Airmata (Your name) masih belum mengering. Suasana cerah siang itu seolah menghina (Your name) yang tengah berduka. "Aku ingin bertemu denganmu..."
I try to go to the beach,
but suddenly give up and turn back.
Just walking alone on the beach,
I don't know
whether I want to be mad or want to cry.
Gulungan ombak yang terus mengenai kaki gadis itu sama sekali tak dihiraukan. (Your name) masih setia berdiri di pinggir pantai walaupun hari telah menginjak senja. Wajah manis itu sama sekali tak menyiratkan kebahagiaan. Walaupun pemandangan matahari terbenam di hadapannya sangatlah indah.
"Ini semua salahku... Kenapa aku begitu bodoh dan tidak berguna?!" (Your name) berseru, hanya untuk suara penuh amarahnya teredam oleh deburan ombak. "Kenapa harus dirimu yang pergi? Maafkan aku..." kini lirihan penuh rasa sedih terdengar. Manik (Eyes colour)nya mulai berkaca-kaca. Namun amarah masih dapat ia rasakan.
(Your name) dilema antara ingin berteriak penuh amarah atau menangis meluapkan rasa sedihnya.
I unconsciously stare at those who greet me,
thinking if he was you...
if only he was you...
"(Last name)?"
Sebuah suara bariton memasuki indra pendengar (Your name). Ia menengok, mendapati salah satu teman semasa SMA nya dulu. Kagami—pemuda yang tadi memanggilnya—terkejut ketika melihat kondisi gadis itu. Kulitnya pucat dan pandangan matanya kosong. Kagami tahu pasti bahwa (Your name) masih memikirkan Kuroko.
"Berhentilah memikirkannya, (Last name)," ujar Kagami pelan, sebisa mungkin menjaga perasaan (Your name).
(Your name) tak menganggapi, hanya menatap Kagami tanpa ekspresi walau sebenarnya berbagai perasaan tengah bergemuruh di dada.
Bagaimana jika kecelakaan itu tidak terjadi?
Akankah Kuroko berada di depannya seperti Kagami saat ini?
Tanpa sadar setetes air mata meluncur pelan. Perlahan namun pasti (Your name) mulai terisak. Kagami yang berada di depannya terkejut, dan walaupun masih memiliki keraguan pemuda itupun mendekap gadis didepannya erat sesaat kemudian.
'Seandainya dia adalah dirimu, Tetsuya-kun'
As I act tough, I wish you'd grasp my shoulders
and scold me for being stupid.
I wish you'd gently kiss me
and tell me it's all a lie as you hold me.
I want to see you...
"Aku tidak apa-apa."
Semua yang mengkhawatirkan (Your name) hanya akan mendengar kalimat itu keluar dari mulutnya ditambah senyum palsu yang terkembang. Di depan orang lain (Your name) dapat tersenyum dengan cerah, mengelabuhi mereka sehingga berpikiran bahwa gadis itu memang tidak apa-apa.
Padahal kenyataannya berbanding terbalik.
Wajahnya memang tersenyum manis. Namun hatinya masih menangis.
Setiap (Your name) telah sampai di kamarnya, ia akan mengurung diri dalam kegelapan. Meringkuk di atas kasur sambil terus meratapi kepergian Kuroko yang masih terpatri jelas dalam benaknya.
"Seandainya kau masih hidup, Tetsuya-kun..." lirihnya disela isakan.
(Your name) terus berada dalam posisi seperti itu. Terus menangis. Tak henti-hentinya berharap semua ini hanyalah mimpi dan Kuroko akan merengkuh bahunya, memberinya ciuman manis dengan lembut dan yang paling (Your name) harapkan ialah memberitahu dirinya bahwa semua ini tidaklah benar.
'Aku ingin bertemu denganmu...'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top