Heart (Aomine x Reader)

Genre: Sci-fi, Hurt/Comfort (?)
Rate: T

Warning: OOC(?), weird, and many others.

  Pada suatu hari, hiduplah seorang scientist yang begitu hebat. Berbagai penemuan telah ia ciptakan. Semua penemuannya merupakan hal yang sangat berguna, begitu membantu masalah rumit yang orang-orang alami.

  Suatu ketika, sang scientist kembali berusaha menciptakan sesuatu. Kali ini bukanlah benda yang ia buat untuk membantu masalah orang lain. Namun suatu hal yang ia buat untuk dirinya sendiri. Lebih tepatnya untuk menemani dirinya yang merasa kesepian.

  Beberapa saat telah berlalu, dan kini penemuan sang scientist berambut navy blue tersebut telah menampakan bentuknya. Sebuah robot cantik dengan surai (Hair colour) yang indah. Banyak yang mengatakan bahwa robot itu merupakan sebuah 'keajaiban'.

  Akan tetapi, robot cantik itu belumlah sempurna. Masih ada satu hal yang belum dapat sang scientist buat. Dan hal itu adalah sebuah program yang diketahui bernama 'hati'.

.

  Beberapa bulan telah berlalu, selama itu pula Aomine —sang scientist hebat— berusaha untuk membuat 'hati' yang dimaksud.

  "Akhirnya aku telah dapat membuat hati untukmu. Kuharap ini berhasil", ujar Aomine sambil membawa sebuah container berbentuk tabung.

  Setelah sekian lama berkutik dengan berbagai percobaan, pada akhirnya 'hati' yang Aomine maksud telah berhasil dibuat. Dan selama itu pula, sang robot yang masih belum bisa bergerak bertanya-tanya kepada dirinya sendiri.

  'Mengapa kau melakukan semua ini untukku?'

  Dengan langkah perlahan, pemuda bersurai navy blue tersebut berjalan ke sebuah tabung kaca raksasa tempat si robot terbaring tanpa gerakan. Menekan beberapa tombol di samping tabung tersebut, kemudian pintu kaca tabung pun terbuka.

  "Kuharap dengan ini kau dapat bergerak dan kemudian menemaniku", ujar Aomine lalu memasang container tadi ke bagian dada si robot.

  Detik demi detik berlalu, belum juga ada reaksi yang keluar dari robot tersebut. Robot bersurai (Hair colour) itu masih terdiam. Aomine mulai berpikir bahwa penemuannya kali ini gagal. Namun segera ia tepis pemikiran itu ketika dengan mata kepalanya sendiri dia melihat robot buatannya perlahan menggerakkan tangan.

  "Akhirnya aku bisa membuatmu bergerak", ujar sang scientist dengan nada bahagia. "Selamat datang, (Your name)", lanjut Aomine memberi nama robot buatannya.

  Bangkit menjadi posisi duduk, kemudian robot bernama (Your name) itu menengok ke sekeliling, menatap Aomine tanpa ekspresi.

  "Aku adalah penciptamu. Namaku Aomine Daiki", tutur Aomine seolah mengerti kebingungan yang robotnya rasakan.

  "Aomine Daiki? Master? Penciptaku?", tanya (Your name) datar.

  Aomine mengangguk, dibelainya surai (Hair colour) (Your name) yang lembut sambil tersenyum.

  "Ya. Aku penciptamu. Mulai sekarang, temanilah aku"

  Membulatkan kedua mata kaget, (Your name) terdiam untuk beberapa saat. Perasaan apa ini? Diperlakukan dengan lembut penuh kasih sayang. Sejak awal proses pembuatannya baru kali ini robot cantik itu merasakan secara nyata sebuah kasih sayang. Dia merasa senang, namun tak menyadari kebahagiaan dalam hatinya. Tanpa sadar, (Your name) pun tersenyum.

  "Kau tersenyum? Apakah kau merasa bahagia?", tanya Aomine tatkala pemuda navy blue itu melihat senyuman robot buatannya.

  "Bahagia? Memangnya perasaan bahagia itu seperti apa?"

  Kini giliran Aomine yang tersenyum. Robot memang tidak begitu pandai mengenai perasaan dan Aomine baru mengingatnya, sekalipun (Your name) tampak seperti manusia, namun ia tetaplah robot. Sehingga kecil kemungkinan (Your name) akan dapat mengerti serta memahami apa yang kelak ia rasakan.

  "Ketika kau merasa senang atau nyaman, itulah yang disebut bahagia. Ah, mungkin kau tidak mengerti dengan ucapanku", Aomine menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bingung harus menjawab pertanyaan robot buatannya seperti apa.

  Mengerjapkan mata dua kali penuh keheranan, (Your name) kemudian kembali tersenyum.

  "Sepertinya aku mengerti, Master", ucap (Your name). "Dan aku harap Master bisa mengajariku lebih banyak lagi tentang perasaan manusia"

  Aomine membulatkan mata tak percaya. Tak disangka robot hasil karyanya akan sehebat ini, begitu mirip seperti manusia asli.

  "Ya. Aku akan mengajarimu lebih banyak lagi. Oleh karena itu, kita akan selalu bersama", jawab Aomine balas tersenyum.

.

  Waktu demi waktu telah Aomine lewati bersama robot buatannya. Tanpa terasa hampir dua tahun mereka bersama. Selama itu Aomine mengajari berbagai macam pelajaran kepada (Your name). Bukan hanya perasaan, namun juga tata krama dan sopan santun yang biasa dilakukan para manusia.

  Prang. Bruk.

  Tiba-tiba suara barang pecah serta sesuatu yang jatuh tertangkap oleh telinga (Your name). Sontak ia pun segera mendatangi asal suara tersebut, yang mana berasal dari ruang penelitian Aomine.

  "Master!", seru (Your name) ketika ia telah sampai di ruang penelitian milik master nya.

  Dengan langkah secepat mungkin, (Your name) mendekati Aomine yang saat itu tengah terbaring tanpa kesadaran. Sepertinya suara benda jatuh tadi berasal dari Aomine dan tabung kimia yang lepas dari genggaman pemuda navy blue itu.

  "Master! Apa yang terjadi?!", (Your name) berseru penuh kekhawatiran sambil menatap bingung sang master yang kini sudah ada di pangkuannya.

  Setelah beberapa kali berusaha membangunkan sang master, pada akhirnya Aomine mendapatkan kembali kesadarannya. Dengan tatapan lemas serta sayu, Aomine berusaha menatap robot buatannya.

  "(Y-Your name).. M-maafkan aku..", ujar Aomine lirih.

  "Master?! Bertahanlah! Tak perlu minta maaf!", seru (Your name) khawatir.

  "Aku tak bisa.. memenuhi ucapanku untuk terus bersamamu", ucap pemuda navy blue itu disusul ekspresinya yang menahan sakit.

  Melihat hal itu membuat (Your name) semakin khawatir. Apa yang sebenarnya terjadi kepada Aomine? Apakah semua manusia mengalami hal yang sama seperti itu?

  "Master.. Apa yang terjadi kepadamu?", tanya (Your name). Kini raut kesedihan terlihat jelas di wajahnya.

  "Aku.. harus pergi, (Y-Your name). Sa-sayounara", tutur Aomine lirih, ia sudah tak dapat menahan rasa sakit yang sejak tadi menyerang dadanya. Perlahan kedua matanya pun tertutup.

  'Maafkan aku karena telah membuatmu mengenal kesedihan, (Your name)', batin sang scientist sebelum pada akhirnya hanya kegelapan abadi yang ia lihat.

-(Your name)'s POV-

  "Aku.. harus pergi, (Y-Your name). Sa-sayounara"

  Setelah mengatakan hal itu, Master pada akhirnya menutup mata. Mengapa? Mengapa dia menutup mata? Kemana dia akan pergi? Mengapa aku sama sekali tidak mengerti tentang apa yang terjadi sekarang?

  "Master.."

  Suara pelanku semakin lirih. Perasaan apa yang kini kurasakan? Mengapa dadaku terasa sesak? Berbagai pertanyaan berkecamuk di pikiranku. Aku terlalu larut dengan pertanyaan yang ada dalam benak ku sendiri hingga aku tak sadar tiba-tiba saja ada air yang mengalir keluar dari mataku.

  "Apa ini?", tanyaku kepada diri sendiri dengan heran. Bagaimana bisa ada air yang keluar dari mataku? Inikah airmata yang dulu pernah Master ceritakan?

  Seiring rasa sesak yang semakin terasa, air mataku pun terus mengalir. Mengapa airmata ku tidak mau berhenti? Mengapa hatiku terasa begitu sakit? Inikah hati yang benar-benar kuinginkan?

  "Master, sebenarnya mengapa kau membuatkan hati untukku?"

  Dengan perlahan kubelai surai navy blue nya. Mengapa dia tidak bangun juga? Aku masih belum mengerti kejadian saat ini.

  "Tolong. Sesuatu terjadi pada Master"

  Karena aku tidak mengerti apapun, kuputuskan untuk menghubungi seseorang. Lewat salah satu sistem yang ada dalam diriku, kuhubungi Momoi-san karena dialah satu-satunya manusia yang pernah kutemui.
  Tak butuh waktu lama, kini Momoi-san sudah berada di kediaman Master. Melihat keadaan Master yang tanpa kesadaran, Momoi-san segera mendatangiku dan menanyakan apa yang terjadi. Kuceritakan semuanya dan langsung saja Momoi-san memegang tangan Master, mengecek denyut nadinya kukira.

  "D-Dai-chan.."

  Gumaman lirih dari perempuan bersurai pink itu kudengar, disusul airmata yang mulai menggenangi kedua iris senada miliknya. Apa yang terjadi? Mengapa Momoi-san seperti itu?

  "Ada apa, Momoi-san?", tanyaku masih belum mengerti.

  Momoi-san menghapus airmatanya segera setelah mendengar pertanyaanku. Sambil tersenyum sendu, dia pun menjawab.

  "Dai-chan sudah pergi"

  "Kemana? Mengapa aku tidak diajak? Kapan Master akan kembali? Jika Master pergi, mengapa dia terus saja tidur?"

  "Dai-chan.. Meninggal.. (Your name)-chan.. Dia tidak akan kembali lagi", dan kini kulihat airmata kembali mengalir dari kedua mata Momoi-san.

  Meninggal? Aku pernah mendengarnya dari Master. Dia pernah mengajariku tentang arti kata itu. Meninggal sama saja mati. Dan mati berarti hilang dari kehidupan dunia ini. Master tidak akan pernah bisa bersamaku lagi. Tidak. Ini buruk. Apakah aku akan sendirian mulai sekarang?
-End of (Your name)'s POV-

.

  Setelah kejadian kemarin, (Your name) tetap saja tinggal di tempat kediaman milik Aomine dulu. Dia memang tinggal disana sendirian, namun setidaknya dengan begitu robot tersebut bisa dengan mudah mendatangi makam sang scientist karena letaknya yang dekat dari sana.

  Perlahan namun pasti robot itu semakin memahami hal-hal tentang manusia. Perasaan, kebiasaan, ekspresi dan sebagainya. Di satu sisi dia merasa senang, akan tetapi ada pula sisi lain dari dirinya yang merasa sedih.

  Bulan demi bulan telah berlalu. (Your name) terus saja dengan setia mendatangi makam Aomine. Disana (Your name) selalu membawa bunga dan sejenak berhenti untuk bercerita atau bertanya kepada si scientist sekalipun ia tahu Aomine tak akan pernah menjawabnya.

  "Master.. Aku sejak dulu ingin tahu.. Mengapa kau membuat hati ini untukku? Mengapa kau menciptakanku?", tanya robot manis itu lirih sambil menyentuh tempat dimana hatinya berada.

  Seiring berjalannya waktu robot itu paham. Ia mulai mengetahui jawaban dari pertanyaannya sendiri, alasan mengapa dirinya dibuat. Ia tahu bahwa ia dibuat untuk menemani hari-hari Aomine, karena scientist berambut navy blue itu selalu merasa kesepian. Kemampuannya terlalu hebat hingga bahkan tak ada yang berani untuk bersamanya.

  "Master.. Sekarang aku mengerti. Menjadi dirimu pasti terasa begitu sepi. Kau tak punya teman bukan? Maka dari itu kau membuatku", tanpa sadar airmata mulai mengalir dari kedua mata (Your name) ketika robot itu mengingat kejadian-kejadian yang dulu ia alami bersama Aomine. Semua kenangan indah mereka dulu perlahan mengalir dalam ingatannya.

  "Nee, Master. Sejak dulu aku juga bingung harus berkata apa ketika hati yang kau buat ini bekerja. Tapi sekarang aku sudah tahu harus bilang apa ", ujar (Your name) lirih sambil tersenyum tipis. "Terimakasih karena telah membawaku ke dunia ini. Terimakasih atas hari-hari yang pernah kita lewati bersama. Terimakasih untuk segalanya yang sudah kau berikan padaku. Terimakasih..", dan airmata pun kembali mengalir dari kedua bolamata (Your name). "Mulai sekarang aku akan bernyanyi untuk selamanya"

  Kemudian bait demi bait lagu mulai (Your name) nyanyikan. Lagu yang dulu sangat disukai oleh Aomine. Tanpa berhenti robot itu terus bernyanyi. Terus seperti itu untuk selamanya.

.

Omake:

  Entah sudah berapa hari bahkan minggu terlalui namun suara nyanyian dari robot cantik di dekat sebuah nisan terus terdengar. Walau keadaan cuaca seperti apapun, robot itu terus saja bernyanyi tanpa henti. Dengan setianya ia duduk di samping sebuah nisan dan terus menggumamkan sebuah lagu.

It was exactly a miracle
The robot that obtained "heart" kept singing
She sang all of feelings

  Akan tetapi semua itu tidak bertahan lama. Karena seluruh perasaan yang ia rasakan berkat hati yang ada dalam dirinya, robot itu mulai mengalami gangguan. Kesedihan akan kehilangan orang yang begitu berarti membuat keadaannya semakin tak stabil. Perlahan-lahan mesin dalam robot itu mulai tak bisa berfungsi dan pada akhirnya tak dapat bekerja lagi.

But the miracle lasted only a moment
The "heart" was far too big for her
Unable to withstand that weight, the machine shorted
And was never to move again

  Robot berparas cantik itu terjatuh dari posisi duduknya. Kedua bola matanya mulai menjadi tak berwarna. Suara nyanyian yang tadinya keluar dari mulut itu sudah tak terdengar lagi. Si robot sudah tidak dapat bergerak. Hatinya sudah tak berfungsi. Ia hanya terbaring disana layaknya barang yang terbuang. Akan tetapi seulas senyuman terpampang jelas di wajah anggun nya.

However her face was filled with smile
She look like an angel

.

A/N:
Ohoho~ Setelah sekian lama saya menghilang, akhirnya author somplak ini kembali lagi. Bagaimana fic saya kali ini, readertachi? 'Makin hancur ya? Aomine nya OOC ya? Amburadul ya? Maa, gomen. Maklum lah. Lama tidak menulis. Fic ini saja saya dapat ide nya berkat "Kokoro" dari Kagamine Rin.
Saa, jaa matta na, readertachi~!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top