Good Bye (Sequel of "Four Sentences" )
Genre: Angst(?)
Rate: T
Warning: POV di fic kali ini berganti-ganti. Tapi cuma sebatas Aomine dan (Your name) saja. Douzo, readertachi~! Khususnya yang kemarin demo untuk sequel-an ini(?)
-Aomine's POV-
Kelopak-kelopak sakura yang baru mekar mulai berguguran. Sekilas tampak indah, namun di satu sisi sangat tidak cocok sebagai background untuk hal yang akan kulakukan sekarang. Di taman pada pagi yang cerah ini, seperti yang sudah kuucapkan kemarin, aku harus melakukannya.
-Flashback-
"Bisakah kita bertemu besok?", tanyaku kepada (Your name).
Hening mengambil alih selama beberapa saat hingga kemudian sebuah helaan nafas terdengar, disusul jawaban yang menyatakan kesanggupan dari seberang saluran.
"Baiklah. Oyasumi, Daiki-kun"
"Aa, oyasu—"
Dan sambungan diputus tiba-tiba. Ada yang aneh dengannya. Aku tahu itu. Tapi apa? Apakah dia tahu apa yang akan kulakukan besok? Itu tidak mungkin. Tak ingin ambil pusing, aku pun segera melangkahkan kaki ke ranjang.
-End of flashback-
Kutatap jam tangan yang kini sudah menunjukan pukul sembilan. Sekaranglah waktu yang sudah kutetapkan untuk bertemu dengannya. Dia adalah gadis yang disiplin. Dan benar saja, tak lewat dari sepuluh menit kini aku sudah bisa melihat sosoknya yang anggun. Seperti biasa dia selalu mempesona.
"Gomen. Daiki-kun sudah menunggu lama?", tanyanya dengan raut bersalah.
"Tidak juga", jawabku singkat. "Nee, (First name)"
Dia mendongakan kepala untuk menatapku. Pandangan bertanya dan gumaman adalah respon yang kuterima dari panggilanku tadi.
"Apa kau baik-baik saja? Sepertinya tidurmu kurang", tanyaku.
Apa yang kutanyakan bukanlah sekedar basa-basi. Dia benar-benar tampak sedikit kacau saat ini. Sejak awal tadi dia sama sekali tidak tersenyum, padahal biasanya ia akan menyapa dengan senyuman hangat penuh kegembiraan. Lalu saat kupanggil namanya dia hanya menanggapi dengan gumaman. Hal ini juga aneh, karena dia biasa menjawab panggilanku dengan kata-kata. Setidaknya hanya sebuah 'Ya, Daiki-kun?' atau semacamnya.
.
-(Your name)'s POV-
"Apa kau baik-baik saja? Sepertinya tidurmu kurang", tanyanya.
Apakah dia menyadari ada yang tidak beres denganku? Sepertinya iya. Aku memang baru tidur dua jam tadi. Semua itu karena pikiranku yang tidak mau berhenti memikirkan ucapannya kemarin.
'Aku akan memutuskannya besok..'
Kalimat itu terus terulang di benakku. Aku tidak bisa membayangkan jika dia benar-benar akan melakukannya sekarang. Dia satu-satunya orang yang dekat denganku. Bahkan bisa dibilang dialah satu-satunya temanku di sekolah. Aku tahu kedua bolamataku mulai berair dan hal itu membuatku hanya bisa menundukan kepala.
"B-begitulah", dustaku. Sampai kapanpun aku tidak mungkin mengatakan bahwa semua yang terjadi padaku sekarang dialah penyebabnya.
.
-Aomine's POV-
Sejak tadi dia hanya menunduk ketika berada tepat di hadapanku. Apa benar dia baik-baik saja? Aku tidak tahu. Yang jelas dia pasti tengah menyembunyikan sesuatu saat ini.
"Ano.. Ada perlu apa Daiki-kun memintaku kemari?"
Mendengar pertanyaannya aku hanya bisa diam sejenak. Untuk beberapa saat bernafas terasa sulit bagiku.
'Aku rasa hubungan kita sampai disini'
Mengapa hanya untuk mengatakan hal seperti itu saja terasa sulit sekarang? Kalimat itu terasa menyangkut di tenggorokanku, menolak untuk keluar, seolah tak ingin membiarkanku untuk mengatakannya.
"Aku.."
Aku harus mengatakannya sekarang. Aku tidak ingin membuatnya semakin curiga. Aku tahu dia pasti telah menyadari perubahan sikapku akhir-akhir ini. Dia bukan gadis bodoh. Dia pasti sudah mengetahui ada kejanggalan yang terjadi dalam diriku.
"Aku rasa hubungan kita sampai disini", ucapku. Pada akhirnya aku bisa menaikan suara hingga membuatnya mendengar apa yang kuucapkan. Setelah beberapa saat tadi hanya gumaman tidak jelas yang keluar dari mulutku.
.
-(Your name)'s POV-
"Aku rasa hubungan kita sampai disini"
Seperti yang dia katakan kemarin, ia akan melakukannya sekarang. Dan benar saja, kalimat yang baru saja kudengar itu membuktikan semuanya. Dia memutuskanku. Tepat seperti apa yang kudengar di locker room kemarin. Sepertinya Momoi membalas perasaanya ya?
"O-ooh. S-sou ka", ujarku lirih masih menunduk.
Airmata tak dapat lagi kubendung. Masih dalam keadaan menunduk aku pun menangis.
"T-tapi mengapa?"
Tak bisa kupungkiri bahwa aku masih ingin mengetahui alasan sebenarnya dari apa yang ia lakukan kini. Aku tidak yakin kalau alasannya hanya karena dia menyukai Momoi. Pasti ada alasan lain. Entah mengapa aku yakin akan hal itu.
.
-Aomine's POV-
"T-tapi mengapa?"
Awalnya kupikir aku salah dengar. Namun tidak, nada bicaranya memang bergetar. Dia menangis. Bagus, Daiki, sekarang kau sudah membuat seorang gadis menangis.
"Karena.."
Aku tidak tahu mengapa, namun tiba-tiba saja tanganku mengangkat dagunya. Kini aku melihat airmata yang mengalir membasahi kedua pipinya. Hal itu membuatku semakin meragukan apakah hal yang kulakukan ini benar.
"... aku menyukai orang lain", jawabku menatap tepat di kedua iris (Eyes colour) yang dia miliki.
Dia hanya terdiam sambil membalas tatapanku. Apa yang kukatakan memang benar. Aku menyukai Satsuki. Tapi bukan hanya karena itu saja aku memutuskan hubunganku dengannya. Ada banyak alasan mengapa aku melakukan hal ini.
Aku tidak layak untuknya. Seorang pemuda yang suka seenaknya sepertiku tidak pantas untuknya yang penuh dengan kedisiplinan. Seseorang yang bodoh sepertiku tidak cocok dengannya yang selalu mendapat peringkat satu di tiap mata pelajaran.
.
-(Your name)'s POV-
"... aku menyukai orang lain", jawabnya sambil menatap lekat ke kedua mataku.
Mengapa dia tidak mengatakan alasannya yang lain? Aku yakin bukan hanya karena hal itu saja dia melakukan semua ini.
"Lalu?"
Aku berusaha memancingnya supaya dia mau mengatakan keseluruhan alasan dari apa yang ia lakukan kini. Dan aku berhasil. Ia mulai membuka mulut dan angkat bicara.
"Aku tidak pantas untukmu", ucapnya sambil tersenyum. Aku tahu pasti senyuman itu bukanlah senyuman karena bahagia.
Apa maksud perkataannya itu? Tidak pantas untukku? Mengapa? Jangan membuatku semakin bingung, Daiki-kun. Ungkapkanlah semuanya dengan jelas.
.
-Aomine's POV-
Dia menatapku masih dengan pandangan penuh tanya. Aku yakin dia masih ingin tahu lagi tentang jawabanku. Maka dari itu aku pun mengatakan semuanya.
"Kau terlalu baik bagiku, (First name). Jika bersanding denganmu, maka akan terlihat jelas perbedaan antara kita. Aku tidak mau jika hubungan ini dipertahankan, kau justru hanya akan merasakan kesedihan. Oleh karena itulah aku lebih memilih mengakhiri semuanya sekarang"
Setelah mengatakan hal itu, bisa kulihat kedua bolamatanya membulat sempurna. Dan kini aliran airmata yang tadi sempat terhenti sekarang mengalir lagi.
Maafkan aku jika hal ini menyakitimu. Tapi apa yang kukatakan memang benar. Aku sudah menyukai orang lain dan aku tidak bisa mempertahankan hubungan ini lagi.
.
-(Your name)'s POV-
Mendengar jawabannya membuat airmataku kembali mengalir. Jadi karena hal itu. Baiklah. Kalau begitu tidak ada yang bisa kulakukan lagi 'kan? Dia sendiri sudah berpikiran seperti itu. Satu-satunya hal yang bisa kulakukan kini hanyalah menerimanya saja.
"Sou ka", ucapku lirih.
Kepalaku kembali kutundukan. Menatap iris navy blue nya hanya akan membuatku menangis semakin keras. Aku tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Menunduk dan menangis hanyalah hal yang kutahu saat ini. Terlalu sakit rasanya mengetahui apa yang sedang terjadi sekarang.
"Jangan tundukan kepalamu"
Tiba-tiba sebuah tepukan di kepala kurasakan. Dia yang baru saja melakukannya. Aku jelas merasa kaget. Namun tak sedikitpun ada niat bagiku untuk mendongakan kepala menatapnya.
"Aku yakin kau pasti akan mendapatkan yang lebih baik dariku. Seseorang yang lebih pantas untuk bersanding denganmu. Kau memiliki senyuman yang indah. Bahkan semua yang ada dalam dirimu nyaris seperti sihir. Percayalah, cepat atau lambat kau pasti akan menemukan pengganti yang lebih baik"
Mendengar ucapannya mau tak mau membuatku mendongakan kepala. Dia tersenyum. Senyuman tulus penuh kepercayaan. Dia seolah-olah tengah menyemangatiku dengan ucapnnya. Dan tanpa sadar aku ikut tersenyum melihatnya.
.
-Aomine's POV-
Dia tersenyum. Syukurlah. Setidaknya dengan begini perasaan bersalahku sedikit berkurang.
"Oi, (First name)"
"Nani, Daiki-kun?", balasnya sambil menatapku penuh tanya.
"Wasurenai de ne?"
Sesaat dia tampak kaget mendengar ucapanku. Tapi setelah itu dia tersenyum kembali.
"Hai'. Saa, sayounara, Daiki— eh ano.. Aomine-kun", ucapnya sambil kemudian membalikan badan, berjalan menjauh dari hadapanku.
Ya, tetaplah seperti itu, (Last name). Jangan berbalik kembali. Dan dalam suara rendahku, aku hanya bisa mengatakan 'Sayounara' sambil perlahan melambaikan tangan di balik punggungnya.
.
A/N:
Gomen, readertachi. Seandainya POV yang bergonta-ganti ini membuat readertachi kurang nyaman, saya benar-benar minta maaf. Karena saya sedang punya masalah dengan kesehatan, membuat fic jadi lebih susah saat ini. Hontou ni gomennasai.
Saa, jaa matta, readertachi~!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top