9. Kehadiran Dawson
“Dari mana saja kau, Joya?” tanya Tuan Mus saat Joya membuka pintu rumah mereka. Lelaki berkumis itu nampak sangat kesal, karena saat pulang ke rumah tidak mendapati istrinya di sana.
“Mari masuk.” Joya membuka pintu rumahnya lebar dan mempersilakan tamunya masuk. Tuan Mus memperhatikan tamu istrinya dengan kening berkerut. Wajah pria dewasa itu asing dan ia sama sekali belum pernah melihatnya.
“Siapa ini?” tanya Tuan Mus pada istrinya.
“Namanya Dawson. Ayo, silakan duduk. Aku akan mebuatkan teh sebentar. Kalian bicaralah terlebih dahulu.” Joya pamit masuk ke dapur untuk membuatkan teh. Saat melewati kamar Sera, Joya sempat mengintip apa yang tengah dilakukan putri sambungnya itu—ternyata Sera tengah meringkuk dengan sangat menyedihkan dengan tubuh yang semakin kurus. Ia menghela napas berat dan tidak tahu harus bagaimana lagi membujuk Sera agar mau makan dan kembali ke sekolah.
“Jadi, katakan anda siapa? Dan dari mana anda bisa mengenal putri saya?” tanya Tuan Mus sambil menatap tajam tamu pria dewasa di depannya. Perasaan lelaki itu tidak enak saat memperhatikan tamunya dengan seksama.
“Saya temannya Manda. Saya turut prihatin dengan peristiwa perampokan yang dialami Sera. Sebagai teman, mungkin saya bisa membantu ….”
“Siapa yang mengatakan putriku dirampok? Pasti ibunya.” Tuan Mus menoleh ke belakang—sudah ada Joya membawakan dua cangkir teh di atas nampan.
“Tentu saja. Aku tidak akan mungkin menyebarkan berita kalau putriku hampir saja diperkosa beramai-ramai.”
“Apa?” Dawson berdiri dari duduknya karena kaget dengan ucapan Joya. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat dan napasnya juga mendadak terasa sesak. Tuan Mus melayangkan pandangan pada tamunya karena terlihat sangat aneh dengan respon terkejut yang menurut pria berkumis itu terlalu berlebihan.
“Duduklah. Untung saja aku datang tepat waktu sambil membawa senapan. Jika tidak, mungkin saja aku oun juga akan menajdi santapan para berandal itu.”
“Sayang, kamu membawa senapanku?” Joya tersenyum kaku saat menyedari keteledorannnya. Wanita itu menyembunyikan kenyataan sebenarnya pada suaminya—bahwa ia membawa senjata api malam itu hanya untuk menjaga diri.
“Iya, maafkan aku, Sayang. Aku membawanya hanya untuk berjaga-jaga saja. Apakah menurutmu pantas seorang ibu yang sedang mencari putrinya tengah malam, berjalan dengan tangan hampa?”
“Sayang, berjanjilah kamu tidak akan melakukan hal itu lagi. kamu membuatku takut saja.” Wajah Tuan Mus benar-benar pucat dan itu membuat Joya tersenyum sangat manis pada suaminya.
“Baiklah, aku berjanji. Dawson, silakan diminum. Maafkan pasangan tua ini.” Joya kembali tersenyum pada tamunya. Sedangkan Dawson mengangguk patuh denagn senyuman amat canggung. Meraih gagang cangir dengan tangan sedikit gemetar. Sebenarnya ia ingin memberitahu yang sebenarnya terjadi pada Sera sebelum kejadian perampokan yang ia dengar dari Manda, tetapi saat ia tahu kenyataanya—Daswon merasa harus mengasihani gadis itu. Sera yang malang.
“Jadi, apa yang bisa saya lakukan untuk sekedar membantu Sera?”
“Apa kamu punya banyak uang?” tanya Tuan Mus dengan serius. Joya memainkan bola mata malasnya. Satu hal yang sangat tidak ia sukai dari suaminya. Terlalu mata duitan. Ekor mata Joya melihat Dawon tertawa kecil sambil mengangguk.
“Yah, lumayan. Saya bekerja di perusahaan konstruksi di kota dan berkunjung ke Ojai setiap akhir pekan,” terang Dawson sambil memberikan kembali senyumannya.
“Kalau kamu memang banyak duit, apa kamu mau menikahi Sera setelah dia lulus?”
“Tuan Mus, sebaiknya anda menarik kembali ucapan sampah itu!” Joya tampak sangat tidak senang dengan perkataan suaminya yang terlalu berlebihan, apalagi pada pria asing. Lelaki setengah baya itu hanya bisa menyeringat setelah ditegur oleh istrinya dengan mata yang mendelik.
“Tuan tidak perlu melakukan apapun. Doakan saja Sera segera pulih dan bisa kembali ke sekolah. Tuan tahu sendiri, bahwa dua bulan lagia akn tiba waktunya ujian dan bila sudah saatnya, aku harap Sera sudah sehat dan dapat mengikutinya dengan baik,” jelas Joya panjang lebar.
Dawson kembali tersenyum samar, lalu mengeluarkan sesuatu dari dompetnya. Lelaki itu tidak tahu nominal itu cukup atau tidak untuk membantu meringankan beban keluarga Sera, yang jelas ia takkan buka mulut perihal kejadian yang sebenarnya terjadi pada gadis itu.
"Ini, ambilah, Nyonya. Memang tidak banyak, tetapi saya harap bisa membantu. Bukankah Sera harus mendapatkan terapi? Saya rasa itu perlu biaya.” Joya ragu menerima berlembar-lembar uang yang diletakkan Dawson di atas meja, tetapi ia juga perlu uang itu untuk membawa Sera terapi ke psikiter.
“Jangan ragu, Nyonya. Saya memberikannya dengan senang hati. Ini bukan utang. Ini adalah bentuk simpati saya atas kemalangan yang menimpa Sera. Ambilah, anggap saja itu pemberian Manda,” katanya lagi sambil memindahkan uang itu ke atas telapak tangan Joya. Tuan Mus mengangkat bahu tanda tak paham. Ia menyerahkan keputusan pada istrinya.
“Baiklah ….”
“Jangan pernah ambil selembar pun uang dari lelaki baji**an ini! Dialah penyebab semuanya. Pergi! Enyahlah kau dari rumahku! Pergi!”
Brak
Brak
Brugh
Brugh
Sera melempar semua barang yang ada di dekatnya ke arah Dawson. Gadis itu berteriak histeris sebelum akhirnya terkulai tak sadarkan diri.
“Sera!”
*****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top