24. Kangen, tapi gengsi


💗💗💗💗💗💗

Tak semua harap bisa terpenuhi, karena adakalanya Allah memberi kesedihan agar kamu tak lalai untuk mensyukuri kebahagiaan yang lain.

💗💗💗💗💗💗

Semerbak aroma kelopak bunga yang masih terlihat segar, bertebaran di atas gundukan tanah. Manusia dari tanah dan akan kembali ke tanah, begitulah memang perjalanan manusia. Hidup di dunia hanya sementara.

Air mata Raihan tak bisa dicegah lagi, kini menganak sungai di pipi. Laki-laki itu teringat kenangan indah bersama seseorang yang kini tak bisa lagi ia jumpai. Rasa kehilangan benar-benar memilukan, seakan mencekik hati. Ia sangat sedih, tak menyangka jika sosok yang katanya sembuh. Kini telah benar-benar meninggalkannya.

"Maafin Raihan jika selama ini jika ada salah. Maaf, Raihan tak sempat menjenguk," ucap Raihan lirih, lalu mengusap sedikit cairan yang keluar dari lubang hidungnya. Sosok dalam liang lahat itu, memang bukan keluarga kandungnya. Namun, karena kebaikan laki-laki tua itu. Raihan begitu sayang kepada beliau, seperti kepada kakeknya sendiri.

Sepekan telah terlewati, semenjak Aisyah dinyatakan sadar--saat hari terakhir ia berada di rumah sakit Singapura. Kini gadis itu kembali ke tanah air, tetapi masih menjalani perawatan di rumah sakit.

Iya, Aisyah urung dirawat intensif di rumah pamannya. Karena mengingat kondisinya semakin membaik dan hanya membutuhkan waktu pemulihan yang bisa dikontrol oleh dokter di rumah sakit pada umumnya.

Pagi tadi, Raihan pamit sebentar untuk berkunjung ke pemakaman kakek Zaka yang dikabarkan meninggal sepekan lalu. Raihan datang sendiri ke sana, karena Ilyas dan keluarga kini bisa menggantikan posisinya menjaga Aisyah.

Berita gembira terkadang diiringi berita duka. Begitulah suatu waktu yang bisa saja dialami oleh manusia. Baru saja tersenyum bahagia, kenapa di jam berikutnya harus ada duka?
Terkadang, itu menjadi cara Allah menguji kesabaran dan keikhlasan hamba-Nya.

Usai membacakan yasin tahlil beserta doanya. Raihan kembali mengusap nisan itu dengan menghela napas cukup dalam. "Semoga Kakek min ahlil jannah," ucapnya dalam hati, penuh harap sosok yang ia kenal sangat baik itu mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya.

Mentari yang seharusnya terik tepat di atas ubun-ubun. Kali ini seakan tahu suasana hati Raihan, ia tak muncul sejak pagi karena tertutup awan mendung. Dengan kacamata hitamnya, Raihan keluar dari komplek pemakaman menuju tempat parkir mobilnya.

Sebelum ke makam, Raihan tadi ke rumah Kakek Zaka menemui istri beliau, mengucapkan belasungkawa. Jadilah, setelah ini ia bisa langsung pulang.

"Tak bertemu Aisyah beberapa jam saja, kok aku kangen banget, ya," ucapnya saat melihat foto sang istri begitu ia menekan kunci ponsel yang kini menyala.

Melihat senyum Aisyah yang begitu manis pasca pernikahan keduanya. Seakan menambah cinta yang tumbuh dalam hati, debaran itu tetap saja datang bersamaan dengan nyeri rindu yang tertahan. Bedanya, kemarin-kemarin Raihan merindukan Aisyah sadar. Sedangkan saat ini, merindukan perjumpaan dan melihat senyum manisnya.

Bunyi pesan masuk membuyarkan lamunan Raihan. Senyumnya semakin merekah saat membaca nama sang pengirim pesan. Buru-buru ia buka pesan itu.

[Sekarang lagi di mana? Sudah makan?]

Bibir Raihan tak luntur dari lekungan senyum saat jari jempolnya mulai menari pada layar ponsel. Apalagi mendapati pesan Aisyah yang menunjukkan sebuah perhatian. Kebahagiaan dalam hatinya semakin membuncah. Ia juga yakin, jika gadisnya kini menyimpan rindu yang sama--ingin segera berjumpa.

Raihan tak tahu saja, jika Aisyah di sana sebelum benar-benar mengirim pesan untuknya. Entah sudah berapa kali bolak-balik menghapusnya.

Semenjak menikah dengan Raihan, Aisyah benar-benar berubah drastis. Ia menjadi gadis pemalu dan tingkat kegengsiannya semakin meningkat. Jadi tak heran, jika Raihan sering menggodanya. Seperti saat ini, ide jailnya muncul kala akan membalas pesan sang istri.

[Ecieee udah kangen ya?]
Begitu gambar kertas berbentuk pesawat itu di tekan. Pesan yang terkirim langsung centang dua warna biru, membuat Raihan tak berhenti tersenyum.

Tulisan "mengetik" muncul, Raihan tak sabar menunggu. Hanya beberapa detik berlalu, suara notif pesan masuk pun terdengar. Raihan bergegas membukanya.

[PD amat. Aku di suruh om ilyas nanyain.]

Raihan sontak terkekeh sembari geleng-geleng kepala. Sama sekali tak percaya alibi sang istri.

[Alah ... ngaku aja kangen kan?]

[Enggak]

[Ngaku dong, Sayang]

[Nggak ada yang perlu diakuin.]

[Kamu kangen, kan?]

[Iya, kangen]

Belum juga senyum Raihan mengembang sempurna. Ia memukul jidatnya, sedikit kesal dengan isi balasan pesan selanjutnya.

[Sama bantal.😝 bye aku tidur dulu.🥱]

"Syah, Syah. Ada-ada aja, sih. Gemesin. Gengsi amat bilang kangen." Raihan menggeleng-gelengkan kepala, lalu kembali tersenyum. Selalu saja gagal jailin. Istriku lebih lihai, batinnya.

Raihan yang tadinya akan meletakkan ponsel di saku, urung saat mendengar notifikasi pesan masuk.

[Hati-hati di jalan kalau pulang, dilarang keras ngelamunin aku saat nyetir 😝]

Raihan langsung terbahak. Buru-buru ia mengetik [Beres, Sayang]. Namun sengaja tak ia kirim pesan itu dan memilih menyalakan mesin mobil. Jiwa isengnya tak mau kalah, biarlah sang istri menunggu balasannya dengan perasaan kesal. Ia yakin, jika Aisyah di sana pasti dengan tidak sabar menunggu kabar kapan dirinya pulang.

Benar saja, Aisyah sedang menunggu di sana. Padahal tadi sedang mengetik, tapi kenapa pesan yag diketik tak kunjung muncul juga?

---***---


Tepat pukul 14.30 WIB Raihan sampai di rumah sakit. Tak lupa ia mengambil buket bunga yang dibelinya tadi. Ia pun tak lagi membuang-buang waktu, bergegas ia melangkah menuju kamar rawat sang istri.

Dalam langkahnya menelusuri koridor rumah sakit. Hatinya tiba-tiba berdebar, debaran itu semakin kencang saat netranya melihat pintu kamar yang bertuliskan Mawar 14. Tepat di sudut ruang Mawar yang memang berbentuk L.

"Belum juga lihat orangnya, aku udah deg-degan gini." Raihan geleng-geleng pelan seraya menahan senyum. Tak mungkin ia tiba-tiba tersenyum tanpa sebab. Apa kata orang-orang yang melihatnya nanti. Karena setelah melewati koridor ini, di depan ruang- ruang rawat yang akan ia lewati pasti ada saja segelintir orang, baik itu sedang duduk atau berdiri.

"Assalamualaikum," ucap Raihan setelah memutar knop pintu, lalu membukanya.

Sunyi, tak ada suara yang menjawab.
Raihan pun perlahan masuk, saat melihat Aisyah yang sepertinya sedang tidur. Tidak ada Pak Ilyas dan Bu Laila yang menemani. Mungkin mereka keluar, karena Aisyahnya tidur. Pikir Raihan.

Setibanya di dekat ranjang, Raihan perlahan meletakkan buket bunganya di meja samping ranjang.
Raihan memperhatikan wajah Aisyah yang masih memejamkan mata.

"Semakin hari, kamu makin cantik aja, Syah," ucap Raihan lirih, tangannya menyingkirkan anak rambut yang menutup sebagian pipi sang istri.

Raihan yang sedang asyik-asyiknya menatap wajah sang istri. Tiba-tiba nada dering ponselnya berbunyi. Mau tidak mau, akhirnya Raihan pun mengambil ponsel di saku, lalu menerima panggilan yang ternyata dari Pak Ilyas.

Obrolan pun tercipta beberapa menit. Raihan yang tadinya berdiri memunggungi Aisyah, kini akan berbalik saat merasa obrolan itu akan usai.

Bibir Raihan sontak tersenyum, netranya lebih cepat menangkap gerak sang istri yang ternyata kembali memejamkan mata.

Awas kamu ya, Syah. Ternyata sejak tadi kamu pura-pura tidur, batin Raihan yang berjalan mendekati ranjang sang istri.

.
.
.
.
.
Bersambung

Apa yang terjadi selanjutnya?
Penasaran nggak?

Jangan lupa Vote komennya ya teman-teman.

Maaf baru bisa Up malam ini 🙏
Semoga next nya nggak lama lagi.

Semangatin dong 🤧🤧🤧

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top