14. Berbagai Rasa
Assalamu'alaikum sahabat pembaca 🙂🙂🙂
Alhamdulillah aku bawa part baru nih.
Yuk vote dulu biar nggak lupa. 🙂
Happy reading 🙂
♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️
Apalah daya diri ini yang hanya seorang hamba. Selain jalani hidup sesuai takdir yang ada, berusaha terus agar senantiasa berada di jalan yang Allah ridai.
🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈
Menghindar tetapi malah semakin mendekat. Kesempatan seakan selalu memihak agar selalu bersama.
Ingin menyingkir tetapi malah menemani.
Entahlah, terkadang memang takdir yang terjadi, berbanding terbalik dengan keinginan hati. Namun, apalah daya kelemahan manusia. Anggap saja apa yang terjadi adalah sebuah ujian hidup yang harus dijalani dengan ikhlas dan sabar.
Sebenarnya Raihan ingin sekali menolak permintaan itu. Karena dengan waktu yang lebih banyak bersama Aisyah, ia merasa tak baik untuk hatinya. Namun, apa boleh buat, ia tak kuasa menolak hanya dengan alasan yang dirasa bisa saja konyol jika sampai orang lain mengetahui.
"Heran, deh. Suka banget lihat ponakannya jelek kayak gini. Udah gamis nggak modis, gelap lagi. Kayak emak emak banget kan jadinya. Berasa tua banget gue, Huh." Aisyah yang baru saja memasuki mobil, masih saja belum usai dengan gerutuannya. Tampak sekali wajah kesal dibalik hijab instan yang berukuran sedang, tak terlalu panjang tetapi menutupi dada.
Raihan yang sejak tadi di mobil bergurau dengan Syifa langsung sama-sama terdiam. Kompak menatap Aisyah, lalu terkekeh saat melihat muka cemberutnya.
"Hmmmm, tuh kan. Gue jelek banget ya?" Aisyah sontak menutup wajah dengan kedua tangan dan kedua kakinya menghentak-hentak.
"Tante emang jelek kalau cembelut. Coba deh gini." Syifa pun berdiri di kursi, lalu menghadap Aisyah. Tangannya mulai bergerak membuka kedua tangan Aisyah, kemudian menarik ujung bibir tantenya itu membentuk lekungan.
"Kalau gini cantik, deh. Iya kan, Om?" Syifa pun menoleh, meminta pendapat Raihan yang malah melongo sebentar lalu tergagap. "Eh, i-iya."
"Iya apa?" tanya Aisyah. Netra Raihan pun langsung beralih ke arah Syifa saat mendapatkan tatapan tajam Aisyah.
Syifa tampak tersenyum sumringah. Ia pun akhirnya menjawab. "I-iya. Ya cantik," ucap Raihan agak gugup. Namun, saat bibir Aisyah belum juga sempurna menarik lekungan. "Kalau dilihat dari lubang sedotan. Hahaha," sergah Raihan kemudian langsung menghadap ke arah depan--setir kemudi.
Aisyah yang belum menuntaskan senyum, langsung melotot diikuti memonyongkan bibir. Ia menghela napas jengah, kedua tangannya bersedekap erat. Sungguh-sungguh kesal kepada laki-laki yang ia tatap begitu tajam saat ini lewat kaca spion.
Raihan yang ditatap hanya sesekali meliriknya, lalu mengurangi tawa yang sempat tergelak tadi.
Syifa yang tak paham, hanya menatap keduanya bergantian dengan wajah heran.
"Syifa duduk manis ya. Kita jalan ke mall sekarang." Syifa pun mengangguk patuh mendengar perintah Raihan.
Melihat Syifa telah duduk manis, Raihan langsung menyalakan mesin mobil dan melajukannya setelah mengucapkan basmalah.
---***---
Setibanya di parkiran mall. Raihan turun setelah memastikan dua cewek yang sejak tadi duduk di belakang telah turun lebih dulu.
Melihat Aisyah yang berjalan dengan menjinjing gamis lebar dan panjang itu. "Aisyah tunggu."
Aisyah berhenti, "Apa? Belum puas lo ngetawain gue?"
"Aish, awet bener sih ngambeknya. Bercanda kok," ujar Raihan sembari menggeleng-gelengkan kepala.
"Terus kenapa panggil-panggil?"
"Tuh ...." Raihan menunjuk dengan dagunya ke arah bawah-- tangan Aisyah yang memegangi gamis di bagian bawah.
Tangan Aisyah sontak melepas genggamannya. "Nggak enak pakek ginian, suer deh. Ribet."
"Belajar anggunlah jadi cewek. Biar makin cantik," ujar Raihan lalu mengambil langkah, melewati Aisyah yang melongo. Tangan Raihan mengambil alih gandengan Syifa dan berjalan lebih dulu.
Pipi Aisyah menghangat, mendengar penuturan Raihan barusan. Tak hanya pipi, tapi efeknya juga berasa ke dalam hatinya yang saat ini berdebar tak beraturan.
"Astaga, gue kenapa ya? Dipuji dia, kok deg-degan. Apa gue laper, ya?" batinnya mulai ngawur.
"Tante Icha ayo!" teriak Syifa. Aisyah terkejut dan langsung mengambil langkah, mengejar dua anak manusia yang saat ini bergandengan mesra layaknya seorang ayah dengan anaknya. Eh.
Tak butuh waktu lama, setelah Aisyah mampu mengiringi langkah keduanya. Kini tangan Syifa telah beralih menggandeng tangan Aisyah. Raihan hanya mengekori keduanya layaknya bodyguard.
"Tante Ica. Tante Ica. Itu ada boneka chutai lucu. Cifa mau yang red, Tan. Belum punya di rumah, beliin, ya," rengek Syifa menarik-narik tangan Aisyah.
"Iya, Sayang. Nanti Tante beliin ya."
"Maunya sekalang."
"Nanti dulu, Ya. Kita ke toko sini dulu."
"Sekalang, Tante." Syifa tak mau menyerah. Namanya juga anak kecil, apa yang ia mau akan terus diminta sampai ia dapatkan.
Tampak Aisyah menghela napas cukup dalam, jengah. "Hmmm ...."
"Biar Syifa sama saya. Kamu ke toko situ dulu aja," sanggah Raihan sebelum lisan Aisyah mengeluarkan jawaban.
"That's a good idea," celetuk Aisyah dengan cepat menyerahkan tangan Syifa. "Sekalian bayarin juga ya, Om," bisik Aisyah ke arah Raihan, lalu meninggalkan keduanya tanpa menunggu jawaban laki-laki itu sedikit pun.
Aisyah sangat bahagia sekarang, akhirnya ia bisa membalas kekesalannya tadi ke laki-laki. "Sukurin lo, laki-laki annoying," gerutu Aisyah sembari terkekeh pelan.
Selepas memilih tiga stel seragam. Aisyah keluar toko, kepalanya celingukan mencari dua makhluk tuhan yang tak ia ketahui keberadaanya sampai saat ini.
"Mereka ke mana ya?" batin Aisyah sembari terus melangkah masuk ke toko boneka yang menjadi tempat Syifa dan Raihan masuk tadi.
Aisyah telah berkeliling beberapa menit, tetapi belum juga tampak batang hidung mereka berdua.
"Aish, mereka ke mana, sih? Udah beli boneka bukannya nyamperin malah ngilang," gerutu Aisyah yang saat ini telah keluar dari toko. Netranya menyapu ke sekitar, mencoba mencari mereka. Namun tak kunjung juga ia temukan.
Tampak Aisyah menghela napas. Tangannya merogoh tas selempang guna mengambil ponsel. Untung saja saat Raihan meminta nomernya dan miscall, ia sempat men-save nomor itu. Jadi saat butuh seperti ini ia tak merasa menyesal meski terpaksa menyimpan nomer itu sebenarnya.
Aisyah pun mendial nomor Raihan. Tersambung, tetapi tak juga diangkat hingga panggilan berakhir. Ia coba menekan layar bergambar telepon lagi, lalu menempelkan benda pipih itu di telinganya.
"Posisi di mana?" tanya Aisyah langsung saat panggilan itu akhirnya terhubung.
Tak ada sahutan dari seberang, Aisyah kembali membuka suara, "Lo bawa Syifa ke mana?"
Setelah mendapat jawaban dari Raihan, Aisyah langsung memutuskan panggilan. Lalu berjalan menuju ke parkiran sesuai dengan tempat yang disebutkan Raihan tadi.
"Lo kok ningga ...." Begitu ia membuka pintu belakang mobil. Aisyah langsung berhenti mengeluarkan suara saat mendapati Syifa tertidur.
Raihan yang menoleh ke belakang melihat ke arah Aisyah, langsung memberi kode agar wanita itu duduk di depan. Aisyah pun menutup pintu dan menyeret langkah ke depan.
"Yakin, gue boleh duduk di sini?" tanya Aisyah begitu ia buka pintu depan mobil. Ia teringat dulu pertama kali bertemu dengan Raihan. Laki-laki itu marah-marah saat dirinya duduk di depan.
"Mau gimana lagi? Nggak mungkin kan kamu duduk di atas atap mobil?"
"Aishh, nyebelin banget sih," gerutu Aisyah lalu masuk dan duduk di samping Raihan. Namun, ia tata beberapa tas belanjaan di samping kanannya. Anggap saja itu sekat keduanya menurut Aisyah.
Dalam diam, Raihan hanya bisa menahan senyum. Entah mengapa, ia suka melihat Aisyah yang sedang kesal.
Dulu ia merasa puas dan menang saat berhasil melihat Aisyah kesal karena ia memang jengkel kepada wanita itu. Namun sekarang, semuanya telah berubah. Rasa suka itu lebih ke arah gemas seperti saat ia berhasil menjaili Nisa--keponakannya.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung
2 Sya'ban 1442 H
Gimana dengan Part ini?
Gimana dengan cerita ini menurut kalian? Kesan bertele-tele nggak sih?
Di tunggu krisannya ya. 🙂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top