12. Demi Masa
Assalamu'alaikum sahabat.
Alhamdulillah akhirnya bisa nambah part baru nih 😃
Doakan ide yang manfaatnya lancar ya.
Biar bisa lebih cepat up nya. 😁
Yuk vote dlu sebelum baca. Biar nggak lupa 😄
Cekin typo juga boleh nih.
Belum cek soalnya langsung publish 😁
Happy reading. 🙂
❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣
وَٱلْعَصْرِ
(Demi masa)
إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِى خُسْرٍ
(Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian)
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ
(Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati dengan kesabaran)
Berulang-ulang Aisyah membaca ayat dan arti surat Al 'Asr itu. Penasaran dengan isi kandungannya, Aisyah mencari di youtube.
Bibirnya sontak tersenyum dan langsung menekan tombol play di video yang menyantumkan nama seorang ustaz yang terkenal sebagai hafidz Quran.
Hatinya benar-benar tercubit mendengar keterangan itu. Air mata penyesalan akhirnya mengalir, mengingat selama ini ia telah melalui waktu dengan sia-sia, bahkan dengan gelimang dosa.
"Astaghfirullahal'adzim," ucap Aisyah seraya mengusap wajahnya. Ia merasa benar-benar menjadi orang merugi selama ini.
Tampak kemudian Aisyah menghela napas. Netranya yang melihat jarum di dinding menunjukkan angka tujuh, membuat ia segera beranjak--bersiap ke sekolah.
"Om, nanti bisa nggak pulang sekolah anterin Aisyah beli seragam panjang?"
Aisyah yang baru saja menyelesaikan sarapannya melontar tanya.
Ilyas dan Laila menatap Aisyah dengan terkejut, disusul kemudian sunggingan senyum yang disertai ucapan hamdalah secara serempak.
"Dulu kan pernah Tante belikan, Syah. Nggak muat, ya?"
Aisyah menampakkan gigi putihnya. "Hehe iya, Tan. Pas banget, malah ketat kan sama aja boong dong."
"Ya sudah, insyaAllah nanti Om usahakan ya."
Aisyah mengangguk senang. Sebenarnya hari ini dia mau mengenakan hijab ke sekolah. Namun apa daya, seragam yang ada tak mendukung niatannya.
---***---
"Pagi, Sayang." Tiba-tiba datang seorang laki-laki yang mendekati Aisyah yang baru saja melewati koridor sekolah. Laki-laki itu Menyeimbangkan langkah Aisyah agar bisa berjalan beriringan.
Bukannya menjawab sapaan laki-laki itu, Aisyah malah tampak menghela napas jengah dan lebih mempercepat langkahnya.
Laki-laki bernama Alex itu terus mengejar Aisyah, ia pun nekat memegang pergelangan tangan Aisyah, agar gadis yang ia anggap pacarnya itu berhenti menghindar.
"Ada apa lagi sih, Lex. Buat apa lo nemuin gue lagi. Sono lo samperin cewek selingkuhan lo itu."
"Syah, maafin gue ya. Please maafin gue. Gue bener-bener khilaf, Syah. Gue baru nyadar kalau cewek yang gue cintai itu cuma lo."
"Bullshits!" teriak Aisyah sembari menghempas tangan Alex. Namun, tak berhasil. Alex memegangnya semakin erat sampai-sampai Aisyah akhirnya meringis kesakitan.
"Lepasin, Lex!"
"Maafin gue, Syah. Please." Mohon alex sedikit melonggarkan genggamannya.
"Oke, gue maafin!" ucap Aisyah tegas, membuat bibir Alex sontak tertarik mengukir senyum. Binar bahagia sangat jelas menyorot dari kedua matanya.
"Yes! Thanks, Beb. Jadi kita balikan ya?"
"No way." Begitu Aisyah merasakan tangannya terlepas dari cengkeraman Alex. Dengan cepat ia mengambil langkah dan berlari menjauhi laki-laki itu.
Alex langsung mengejarnya, tetapi tiba-tiba terdengar bunyi bel sekolah begitu nyaring. "Sial!" umpat Alex yang mau tak mau akhirnya ia mengambil langkah ke kelasnya--urung mengejar Aisyah yang semakin menjauh.
Bukan Alex namanya jika ia menyerah begitu saja. Selama jam istirahat, ia terus menerus mencari gadis itu, tetapi Aisyah berhasil lolos--sama sekali tak menampakkan batang hidungnya.
Namun, saat jam pulang sekolah. Alex benar-benar mengincar gadis itu. Sengaja ia berlari menunggu Aisyah di balik gerbang sekolah. Netranya fokus, benar-benar ia tak mau gadis itu sampai hilang dari pengawasannya kali ini.
Beberapa menit ia berdiri di sana saat di depan gerbang telah cukup ramai oleh rekan-rekannya yang telah bersiap pulang. Tepat saat menoleh ke kiri, ia tampak menyeringai. Senang sekali akhirnya melihat Aisyah muncul, tampak berjalan cepat dengan sesekali celingukan. Alex sangat tahu, pasti gadis itu waspada dengan kehadirannya.
Sengaja Alex bersembunyi di balik punggung seseorang, lalu mengikuti arah Aisyah berjalan. Dengan hati-hati ia membuntuti Aisyah, sesekali ia pun bersembunyi saat gadis itu menengok ke belakang.
Helaan napas lega keluar dari mulut Aisyah. Ia pikir telah terlepas dan berhasil lagi lolos dari Alex. Ia sangat tahu karakter Alex, laki-laki itu tak akan melepaskannya jika ia tak mempunyai alasan untuk menolak balikan.
Aisyah pun akhirnya mengambil ponsel, berniat menghubungi sang om. Belum juga Aisyah mendial nomor kontak Ilyas. Tiba-tiba seseorang dari arah belakang memegang lengannya.
"Hai, Sayang. Balik bareng gue, yuk."
Aisyah melengos, tangannya berusaha melepas cengkraman Alex. "Lepasin, Lex."
"Hahahaha, nggak akan. Selama lo nggak mau balikan sama gue. Gue nggak akan menyerah."
Aisyah geram, tanpa ragu, ia mengangkat tangannya dan langsung menggigit tangan Alex. "Aaaaa!" jerit Alex, otomatis tangannya melepas tangan Aisyah.
Tak tinggal diam, Aisyah langsung berlari semakin menjauh dari Alex. Namun, saat ia berniat menyeberang jalan. Karena buru-buru dan kurang hati-hati. "Awaasss, Syah!" teriak Alex.
Membuatnya sontak terkejut dan berteriak "AAAAA!" Aisyah tampak memejamkan mata, saat sebelumnya melihat mobil telah begitu dekat dengan posisinya sekarang.
Ciiiiiiittttt! Suara decitan mobil yang mengerem mendadak sangat jelas di rungu Aisyah. Selang beberapa detik dia membuka mata dan langsung menghela napas legas saat mobil itu berhasil berhenti tepat satu centi dari kakinya yang tampak sedikit bergetar.
Hatinya berdebar begitu cepat diiringi deru napas Aisyah yang terengah-engah. "Hampir aja, namaku tertera dibatu nisan. Alhamdulillah ya Allah. Kau masih memberikan hamba kesempatan untuk bertaubat," ucap Aisyah lirih, asik dengan gumamannya sendiri. Sampai-sampai tak menyadari jika sang pengemudi mobil telah turun dan menghampirinya.
"Aisyah."
"Lo. Eh kamu."
"Syah. Lo nggak apa-apa kan?" Alex menghampiri Aisyah, tampak begitu khawatir. Aisyah dan Raihan menatap Alex.
Raihan pun sempat melotot ke arah kedua tangan Alex yang memegang pundak Aisyah. Tampak laki-laki itu sedikit menggerak-gerakkan tubuh Asiyah, guna mengecek keadaan wanita itu.
Aisyah yang sempat menoleh ke arah Raihan, langsung mendorong tangan Alex dengan cepat. "Lo enggak usah sok peduli sama gue. Gara-gara lo kan, gue hampir celaka."
"Sama sekali gue nggak ber-"
"Kamu mau balik ngantor, kan?" Aisyah sengaja memotong ucapan Alex dan melontar tanya ke arah laki-laki yang sejak tadi membisu.
Raihan yang sempat bingung dengan ulah dua remaja itu, detik selanjutnya kepalanya mengangguk.
"Aisyah nebeng, ya." Tanpa menunggu jawaban Raihan. Aisyah pun langsung mengambil langkah. Alex tak tinggal diam, dia masih sempat-sempatnya mencekal tangan Aisyah.
"Syah," ucap Alex tampak memohon.
Aisyah tak menoleh sedikit pun, tetapi tangannya terus bergerak agar bisa terlepas dari cekalan Alex.
"Hormatilah wanita dengan cara tak menyentuh dan memaksakan kehendakmu." Raihan yang sejak tadi sebagai penonton akhirnya angkat suara dengan tegas.
Alex pun hanya menatap tajam ke arah Raihan.
Tin tin tin
Bunyi klakson dari belakang mobil Raihan membuat Aisyah mengambil kesempatan untuk menghempaskan tangan Alex.
Raihan pun tampak langsung berjalan cepat dan langsung masuk setelah menangkupkan kedua tangan sembari menatap ke arah mobil belakangnya, pertanda minta maaf.
Hening.
Tak ada obrolan sedikit pun sejak keduanya berada di mobil. Aisyah duduk di belakang dan Raihan yang mengemudi.
"Tadi itu pacar?" Akhirnya Raihan berbasa-basi. Seharusnya tanpa tanya pun, ia mengetahui status mereka. Bukankah laki-laki itu merupakan laki-laki yang pernah membogem pipinya tempo lalu.
Aisyah sempat terkejut dengan pertanyaan Raihan. "Tumben kepo." Bukannya menjawab, Aisyah malah ngeledek.
Raihan sempat membalas tatapan Aisyah lewat spion. Mendengar jawaban itu, Raihan hanya bisa mengendikkan bahu.
Melihat respon Raihan, Aisyah pun akhirnya menjawab, "Bagi gue mantan. Tapi dianya nggak mau."
Raihan hanya mengangguk-angukkan kepala tanda paham.
"Lo pernah pacaran nggak?" tanya Aisyah menatap Raihan lagi. Entah mengapa tiba-tiba rasa penasaran menyelimuti hatinya.
"Tumben kepo," balas Raihan. Bibirnya langsung mengukir senyum saat melihat Asiyah mencebik kesal. Namun akhirnya Raihan pun menjawab, "Belum pernah."
"Nggak laku, ya? Hahaha." Aisyah terbahak setelah melontar tanya. Lucu saja menurutnya. Mana ada cewek yang mau sama cowok keselin macam dia, batinnya.
"Ngawur, cewek yang ngejar-ngejar aku banyak kok. Akunya aja yang nggak mau?" jawab Raihan tak terima.
"Emm kok aku nggak percaya, ya?" ledek Aisyah semakin menjadi, jemarinya mengetuk-ngetuk dagu-- ekspresi tak percaya.
"Terserah," jawab Raihan tak mau ambil pusing dan memilih lebih fokus mengemudi.
"Kenapa nggak mau pacaran?"
"Haram."
"Em iya, sih. Cuman kan kalau nggak saling mengenal, gimana mau dapat pasangan hidup?"
"Jodoh sudah ditentukan oleh Allah. Waktu dan tempatnya sudah diatur juga. Jadi enggak perlu khawatir."
"Emm gitu ya."
"He'em"
Aisyah yang mendengar bunyi dering ponsel dari sakunya, langsung mengambil benda pipih itu.
"Astaga. Om Ilyas," ucapnya menepuk jidat. Lupa jika ia ada janji di jemput omnya di sekolah.
.
.
.
.
.
Bersambung.
Gimana dengan part ini?
Komenin yg banyak ya 🙂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top