1. Raihan
بسم الله الرحمن الرحيم
🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌹🌿🌿🌿🌿🌿🌿
Assalamu'alaikum sahabat pembaca 🖐😊
Alhamdulillah akhirnya cerita ini bisa nambah part ya
Vote dulu yuk
Yang belum follow. Follow juga ya. Biar nggak ketinggalan notifnya.
Jangan lupa komentarnya ya☺
Happy Reading
🌿🌿🌿🌿🌿🌹🌹🌹🌿🌿🌿🌿🌿
"Ngelamunin apaan sih, Bro. Khusyuk amat."
Raihan tampak tersentak saat merasakan pukulan di pundaknya.
"Astaghfirullah. Kamu, nih, Vin. Ngagetin aja, sih," ucapnya kesal.
"Lagian lo, sih. Siang-siang bolong gini bukannya bahagia waktunya ke kantin. Malah ngelamun bae. Yok ke kantin," ajak Alvin, teman sekantor Raihan yang merupakan tetangganya, tetapi layaknya saudara sendiri karena saking baiknya terikat.
Semenjak Raihan tinggal di kota ini dan memboyong ibunya ikut serta, Alvin beserta adik-adiknyalah yang menjadi tetangga paling baik.
"Kalau itu mah kamu, urusan isi perut aja dirimu selalu bahagia."
Raihan memukulkan map di tangannya ke pundak Alvin. Gemas dengan pikiran Alvin yang tak pernah luput dari persoalan isi perut itu.
Alvin terkekeh lalu beranjak. "Udah ayo buruan ke kantin. Perut gue udah ngedemo, nih."
"Oke oke. Kamu, nih. Kalau belum diturutin, ngoceh terus kayak burung beo." Raihan beranjak mengikuti langkah Alvin lalu mensejajarkannya.
"Waw! pinter amat anda, Bung cari perumpamaan," kata Alvin dengan menjentikan jarinya ke depan wajah Raihan yang mulai berulah.
Raihan tampak mengukir senyumnya seraya memamerkan tangannya yang membentuk huruf V dengan jempol dan jari telunjuknya di bawah dagu.
Beginilah tingkah keduanya saat berkumpul. Suka bercanda satu sama lain. Persahabatan yang terjalin semenjak Raihan menetap di kota Jakarta, begitu kental dengan guyonan ala Alvin yang memang tipikal laki-laki humoris.
"Pesan mi ayam dua mangkok dan es tehnya, Mbak."
"Aish, tumben, nih lagi baik. Mau pesenin aku sekalian?" tanya Raihan menyenggol pundak Alvin.
"Iihh, ge-er banget dirimu. Itu pesenan gue. Lu, mah, pesan sendiri sono."
Alvin langsung mengambil langkah melewati Raihan yang masih melongo.
"Bukannya tadi dia pesan dua ya," gerutu Raihan menghitung jari telunjuk dengan jari tengahnya yang tegak, sedangkan jari yang lainnya ia lipat.
"Ah, kenapa aku lola gini, sih." Raihan menggerutu kesal pada dirinya sendiri yang baru sadar, jika Alvin selalu makan dan minum dua porsi.
"Bakso sama jeruk hangatnya satu ya, Mbak," pesannya langsung.
Raihan tak mau tenggelam memikirkan si gendut Alvin yang memang banyak makan itu. Setelah mendapat anggukan dari Mbak Popi, Raihan pun menghampiri meja Alvin. Dengan muka datarnya, Raihan duduk tepat di seberang depan Alvin. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam saku. Menyibukkan diri dengan menggeser-geser layar tipis itu tanpa sepatah kata pun.
"Ehm, ehm, kayaknya ada yang ngambek nih," ucap Alvin tampak bersandar sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
Raihan cuek, sama sekali tak menghiraukan ucapan sahabatnya.
----***----
Seperti hari-hari biasanya, Raihan akan kembali ke ruangannya seorang diri.
Karena selepas makan siang dan salat berjemaah, Raihan lebih melamakan waktu zikirnya hingga hampir habis waktu istirahat.
Ketipak langkahnya menguasai lorong lantai tiga ini seorang diri.
Sampai akhirnya ia tiba-tiba menghentikkan langkah, saat rungunya menangkap sesuatu yang janggal.
"Isakan? aku tak salah dengar, kan?" batinnya.
Dahinya melipat, sembari menajamkan rungunya.
Hiks hiks
Kalau saja ini tengah malam, pasti ia begidik ngeri. Jadi ingat film horor kan, di lorong sepi kayak gini terdengar suara isakan tangis perempuan. Netranya mengedar sekeliling. Tampak sepi, memang ruangan para karyawan masih beberapa meter lagi. Dia baru saja keluar dari lift dan baru beberapa langkah juga kakinya mengayun.
Ia jadi teringat, sebuah kamar mandi yang berada di sebelah lift ini.
Ia pun nekat melongokkan kepalanya, karena penasaran dengan suara isakan itu.
Belum juga kakinya sempurna masuk.
Bugh, seorang perempuan menabrak tubuhnya. Untung saja tak begitu keras benturan kedua tubuh itu. Membuat keduanya hanya mundur beberapa langkah saja.
"Dini."
"Bang Rai, Eh ... Pak Raihan." Dini langsung menunduk, setelah sebentar menatap atasannya itu. Buru-buru ia mengelap pipinya yang masih basah.
"Maaf, Pak. Saya permisi dulu," ucapnya buru-buru dengan suaranya yang masih serak.
Tanpa aba-aba lagi, tubuh Raihan sedikit minggir ke kiri. Memberi ruang untuk Dini melewatinya.
"Hhhhuh," helaan napas keluar dari mulut Raihan, begitu punggung Dini tertelan oleh pintu ruangan yang berjarak sepuluh meter darinya.
"Wanita itu memang penuh teka-teki dan sulit ditebak. Bilang nggak apa-apa, tapi nangis?" gumam Raihan lalu melanjutkan langkah sembari kepalanya menggeleng beberapa kali.
Jangan lupakan gaya Raihan yang khas, memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku celana. Menambah karisma ketampanannya berkali lipat jika ditengok oleh para jomblowati.
Jadi jangan heran, kalau ia termasuk laki-laki yang banyak diidolakan oleh karyawati.

---***---
Senja mulai menyapa, Raihan baru saja keluar dari kantor. Tampak ia fokus mengemudikan kendaraan roda empat yang merupakan fasilitas dari kantor.
Berkat kebaikan Pak Ilyaslah, Raihan bisa masuk dan kerja di kantor ini. Karena secara riwayat pendidikan, Raihan bukanlah lulusan managemen.
Laki-laki berumur hampir kepala tiga ini, lulusan kairo dari Fakultas Dirasat Islamiyah wal Arabiyyah Banin, sama sekali tak ada sangkut pangkutnya dengan urusan perkantoran semacam ini. Hanya saja, jalan hidup manusia bukan kita sendiri yang mengatur. Kita hanya bisa berikhtiyar, tapi tetap hanya Allahlah penentu segalanya.
Setelah sebulan Raihan bekerja di kantor ini. Pak Ilyas merekomendasikan dirinya untuk melanjutkan kuliah secara gratis. Berbekal rajin dan tekun dalam bekerja, membuat Pak Ilyas puas dengan hasil kerjanya yang saat itu masih sebagai staf.
Baru setelah setahun bekerja, Raihan naik jabatan sebagai manager pemasaran.
Soal rezeki, rezeki itu minallah. Jika sudah Allah berkehendak, manusia tak mampu menahannya meskipun dengan usaha sekuat apa pun. Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman, dalam Al Qur'an surat Fathir ayat 2 "Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Kendaraan beroda empat ini terhenti, tepat saat lampu lalu lintas yang menyala berwarna merah.
Raihan menekan tombol power untuk menghidupkan MP3 murottal surat Ar-Rohman, suara merdu dari saad Al Ghamidi.
ٱلرَّحْمَٰنُ
عَلَّمَ ٱلْقُرْءَانَ
خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ
عَلَّمَهُ ٱلْبَيَانَ
عَلَّمَهُ ٱلْبَيَانَ
Baru saja ayat kelima dibacakan.
Cklek..
Tiba-tiba seseorang membuka pintu samping kirinya.
Orang itu dengan lancangnya masuk tanpa permisi dan sepatah kata pun terlontar.
Hhhuhh hhhuhh
Tampak ia ngos-ngosan. Napasnya menggebu seakan dikejar seseorang.
"Siapa anda?"
"Om ... tolong saya, ya. Please," ucap wanita berambut gelombang itu tampak memohon.
"Kamu siapa? Ayo cepat keluar."
"Please Om ... tolong saya," ucapnya begitu memelas seraya menangkupkan kedua tangannya di depan wajahnya.
"Tapi, kamu itu perempuan. Nggak--"
Tin tin tiiiinn
Suara bel mobil secara serentak langsung mengagetkannya.
Tanpa kata lagi, ia injak pedal gas dengan terpaksa melajukan mobil ini.
Hal ini terjadi juga karena kecerobohannya yang tak mengunci pintu mobil.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung.
Gimana?
Bikin Penasaran nggak dengan kelanjutannya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top