Modus Terselubung

"Tas, laperrrr," rengek Kunir.

"Makan lah," sahut Tasya cuek.

Kunir beringsut mendekati Tasya yang tengah mengetik, "Kamu masih punya lauk?"

"Ya kagak lah, hari ini kan gua kagak masak." Tasya menjawab pertanyaan Kunir tanpa menoleh.

"Terus kamu nyuruh aku makan apa?" sahut Kunir dengan bibir mengerucut.

"Mie instan atau apa kek, serah lu lah!"

"Kemarin aku udah habis makan mie, masak sekarang mau makan mie lagi. Nanti usus aku bisa keriting kayak mie, Tas. Belum ada penemu catok usus loh, baru catok rambut aja kan yang ada?" keluh Kunir.

"Brisik lu ah! Ya udah sono bikin nasgor, kan masih ada nasi."

"Caranya?" tanya Kunir polos.

Tasya menoleh dan menatap Kunir gemas, "Lu punya hape, kan? Ada youtubenya, kan? Tanya ke youtube lah!"

"Kirain mau masakin aku," sahut Kunir lirih.

"Lu kagak liat makalah gua tiga hari kagak jadi-jadi?" Tasya melirik Kunir sinis.

"Ish, ya udah deh, aku coba," dengkus Kunir. Ia beranjak dari kamar dan menuju dapur sembari membawa ponsel.

"Hemmm, apa aja ya bumbunya?" gumamnya sembari membuka youtube. Namun, belum sempat mengetik 'cara membuat nasi goreng' di laman pencarian, matanya menemukan video dengan judul menarik yang berada di beranda teratas youtube.

"David buka suara terkait hubungan asmara dua rekan jurinya di Akademi Chef," bacanya lirih, "wah, berita tentang Chef Abey. Liat ini dulu deh, bentar." Ia duduk di meja makan dan urung mencari video tutorial memasak nasi goreng.

'Salah satu juri acara Akademi Chef, David Ferrow atau yang kerap disapa Chef David, baru-baru ini mengunggah foto kebersamaan bersama rekan kerjanya sesama juri, Alesha Zweeta Brielle yang kerap disapa Chef Ale, dan Abey Thomy yang kerap disapa Chef Abey. Dalam unggahannya, ia terlihat tengah duduk di belakang sepasang kekasih baru itu dengan ekspresi cemberut. Ia kemudian membubuhkan caption, 'Selamat menjadi obat nyamuk di sepanjang sesi kompetensi chef bergengsi, Aku!'. Banyak netizen yang kemudian mengomentari postingan ini dengan emoticon tertawa, dan kalimat-kalimat penyemangat yang lucu. Namun, tak sedikit pula netizen yang merasa jika postingan ini sengaja ditujukan untuk menyindir Chef Abey dan Chef Ale, karena dirasa tidak profesional dalam bekerja.'

"Chef, terkait postingan Anda di instagram beberapa hari yang lalu, apakah itu sebuah sindiran yang sengaja Anda tujukan untuk Chef Abey dan Chef Ale?" tanya seorang wartawan.

David tertawa, "Enggak lah, netizen tuh suka mengada-ada kalau komentar. Itu murni bercadaan aja. Kita bertiga kalau di belakang kamera tuh bobrok banget, biasa saling ejek, gak baper-baperan."

"Berarti Anda menyetujui dan mendukung hubungan asmara antara Chef Abey dan Chef Ale?"

"Loh, jelas, kenapa enggak? Mereka saling cinta, saling mengisi, saling menyemangati. Dan yang terpenting, mereka tetap profesional dalam pekerjaan. No problem here!"

Kunir mendengkus, "Kenapa banyak banget yang dukung Chef Abey ama Chef Ale, sih!"

Baru saja akan lanjut menonton, sebuah panggilan masuk di ponselnya. Kunir mengernyitkan dahi sebab panggilan itu dari Fauzi. Untuk apa ketua organisasinya itu menelpon malam-malam begini? Tumben sekali.

"Halo, assalamualaikum. Ada apa, Lek?"

"Waalaikumsalam. Belum tidur, Nir?"

Kunir semakin mengernyitkan dahi, ia merasa pertanyaan Fauzi terdengar aneh.

"Nir," panggil Fauzi.

"Eh iya, belum, Lek. Kenapa malem-malem telpon?"

"Itu, gue mau tanya, desain dekorasi buat acara di panti udah jadi?"

Kunir menepuk dahi. Terlalu sibuk mempersiapkan tetek-bengek lomba MTQ membuatnya lupa tanggungjawab organisasi. Ia dan Shela telah berbagi tugas. Ia bagian mendesain dekorasi, dan Shela yang akan membeli bahan-bahannya. Temannya yang satu itu jago sekali memilih kualitas bahan dekor. Itulah mengapa ia memilih bagian membuat desain saja.

"Nir,"

Kunir tergagap, "Eh i... iya. Aduh, maaf ya, Lek. Aku belum sempet bikin. Maaf banget. Ya Allah, aku ndak amanah, ya? Janji deh, malam ini aku selesaiin. Besok pagi aku setorin ke grup BEM biar dikomentarin sama anak-anak."

"Eh, tenang tenang, kenapa panik gitu, sih? Gue kan cuma tanya," kekeh Fauzi.

"Ya Allah, Lek, aku merasa bersalah banget loh ini. Padahal aku sendiri yang udah janji ke anak-anak kalau besok desainnya jadi, biar bisa dikomentarin, terus segera dieksekusi. Eh, malah aku sendiri yang ndak amanah. Pokoknya aku minta maaf banget. Asli, khilaf astaghfirullah!" Kunir merasa sungkan. Desain itu seharusnya telah siap agar Shela bisa segera memberi bahan. Seluruh anak BEM tengah dikejar deadline dengan pekerjaan yang tidak sedikit. Dan, ia malah lupa mengerjakan bagiannya.

"Udah santai aja, gue tau lo sibuk. Lo kan harus nyiapin banyak hal buat lomba. Ini gue nelpon justru mau bilang kalo emang lo belom bikin, ya udah gak usah bikin aja gakpapa. Udah gue bikinin, filenya juga udah gue kirim ke email lo. Ntar lo cek, ya. Kalo ada yang gak cocok boleh lo rubah," sahut Fauzi.

Kunir kembali mengernyitkan dahi. Untuk apa Fauzi bersusah-payah mengerjakan sesuatu yang bukan tugasnya? Padahal, ada banyak sekali pekerjaan yang harus lelaki itu urus.

"Kamu kenapa repot-repot sih, Lek? Kerjaan kamu kan juga setumpuk. Aku kan jadi seneng kalau gini," kelakar Kunir.

Fauzi terkekeh, "Santai aja. Seharian ini gue udah nyelesaiin banyak kerjaan kok. Terus malemnya agak nganggur, ya udah iseng bikin desain, dan barusan kelar. Makanya sorry ya gue telpon lo malem-malem."

Kunir menatap jam dinding yang ada di dapur, pukul 23:30 wib. Niat sekali Fauzi mengerjakan sesuatu yang sebenarnya bukan tanggungjawabnya. Padahal, seharian ini ia telah lelah mengurus banyak hal. Seharusnya lelaki itu istirahat saja.

"Nir," panggil Fauzi.

"Eh iya, Lek. Gimana?"

"Sorry ya gue gak bilang dulu kalo mau ambil alih bikin desain. Kalo lo gak suka gakpapa kok, lo boleh hapus aja desain yang gue kirim," ucap Fauzi dengan nada bersalah. Kunir yang tak kunjung menyahuti ucapannya membuat ia berpikiran buruk.

"Eh, ya ndakpapa to. Justru aku yang harusnya bilang makasih. Kamu udah sesibuk dan serepot itu, tapi masih sempet mikirin tanggungjawab orang lain. Aku yang ndak seberapa sibuk ini malah ngelupain tanggungjawab sendiri," sahut Kunir cepat.

"Lo gak usah gitu deh. Ntar gue kepedean, kepala gue ngembang, helm gue gak cukup. Lo mau beliin gue helm?" canda Fauzi.

Kunir tertawa, "Eh, aku jadi inget. Tadi pas pulang kuliah, aku ngeliat anak kampus pakai helm yang ada kupingnya, Lek. Terus bahan helmnya tuh kayak kain boneka gitu. Aku jadi bayangin apa jadinya kalau helm itu keujanan, kan aneh banget pasti ya bentukannya."

"Bentar bentar, helmnya warna biru muda, bukan? Kupingnya panjang kayak kuping boneka kelinci?" Fauzi bertanya sembari ikut tertawa.

"Nah, iya iya, kayak gitu. Aneh banget, asli! Tapi gemes juga, pengen gitu aku tarik kupingnya. Eh, tapi ntar orangnya kejengkang kalau aku tarik, haha." Kunir menjawab pertanyaan Fauzi dengan antusias.

Fauzi terbahak, "Gilak! Itu helm temen kos gue, Nir. Jijik emang. Eh, tapi seriusan lo pengen narik kuping bonekanya? Besok gue pinjem deh, gue bawain ke kampus."

"Serius punya temen kamu? Ya Allah, bentar bentar, aku mau ketawa dulu," Kunir ikut terbahak. Siang tadi, ia hanya melihat helm itu dari kejauhan. Ia pikir helm itu dipakai oleh seorang perempuan, ternyata laki-laki.

"Gimana? Mau gue bawain?" tawar Fauzi diiringi tawa yang belum usai.

"Tadi kamu sendiri yang bilang jijik, kenapa sekarang mau bawain? Ndak usah, Lek, ndak kuat aku liatnya." Kunir masih tertawa. Kali ini ia justru membayangkan Fauzi, seorang presiden BEM memakai helm menye-menye macam itu. Pasti menggelikan sekali.

"Aduh, udah udah, Nir. Capek gue ketawa, kenapa malah bahas helm berkuping, sih," sahut Fauzi.

"Haha, iya juga, ya. Kenapa malah bahas helm sih. Ya wis, pokoknya aku makasih banget sama kamu, Lek. Makasih udah mau repot-repot ngerjain sesuatu yang harusnya jadi tanggungjawab aku. Terharu loh aku," kekeh Kunir.

Fauzi tertawa, "Santai aja kali, Nir. Sebagai raja yang baik dan tidak sombong, gue emang harus mengayomi rakyat."

Kunir berpura-pura kesal, "Yah, malah jadi sombong. Aslinya kalau ndak sombong mau tak bikinin masakan apa gitu buat balas budi."

"Syukur deh gue sombong, daripada harus lo masakin. Kenyang enggak, keracunan iya," ejek Fauzi.

"Jangan sering-sering gaul sama Pras deh, Lek. Ketularan nyebelinnya ntar," sungut Kunir.

Fauzi kembali tertawa, "Ya udah, pokoknya abis ini lo cek email, ya. Eh tapi kalo lo udah mau istirahat besok aja juga gakpapa."

"Ndak kok, aku belum mau tidur. Habis ini aku cek."

"Oh, oke. Udah ya, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Kunir mematikan panggilan sembari menggeleng takjub. Fauzi benar-benar orang yang bertanggungjawab. Pantas jika banyak dosen senang dengan kinerja lelaki itu.

"Mana nasgornya?"

Kunir terperanjat, "Tasya, astaghfirullah! Jantungan aku."

"Aww, sakit, Nir," pekik Tasya sembari mengusap lengannya yang terkena pukulan refleks Kunir. "Lagian lu jam segini ngelamun sendirian di dapur, kesampet mantep!"

Kunir mengusap dadanya yang masih berdebar sebab kaget. Ia menatap Tasya dengan ekspresi kesal.

"Mana nasgornya gua tanya?" Tasya mengulang kembali pertanyaannya.

Kunir menepuk dahi, "Eh astaghfirullah, kok aku lupa. Belum buat, hehe."

"Ha? Sumpah demi apa? Bisa-bisanya lu mau masak lupa? Terus dari tadi lu ngapain aja di dapur? Ngelamun berjam-jam?" omel Tasya.

"Tadi udah mau cari tutorial di youtube, Tas, terus ada berita tentang Chef Abey lewat, ya udah aku nonton itu dulu sebentar. Habis itu temen aku ada yang... "

"Udah kagak usah diterusin, alesan lu sepanjang rel Jakarta-Yogya," potong Tasya sembari membuka magic com dan mengeluarkan nasi.

"Eh, kamu ngapain?" tanya Kunir.

"Masak nasgor lah, menurut lu?"

Kunir tersenyum semringah, "Ih, kamu so sweet banget sih, Tas, terharu loh aku. Makasih, ya."

Tasya mengernyitkan dahi, "Kenapa lu? Seriusan kesambet?"

"Ih, ngawur kamu. Aku seneng soalnya kamu mau masakin aku," sahut Kunir.

"Astaga, pede amat. Gua mau masak ya karena gua laper."

"Ih, ndak jadi so sweet kalau gitu." Kunir mengerucutkan bibir.

Tasya tak lagi menanggapi ucapan Kunir. Ia sibuk memasak nasi goreng. Sepuluh menit kemudian, sepiring nasi goreng dengan uap mengepul tersaji di atas meja.

"Ikut makan kagak lu?" Tasya duduk di atas kursi setelah mengambil sendok sembari menatap Kunir.

Kunir mengangguk cepat, "Ikut lah."

Tasya menyodorkan sendok yang lain pada Kunir, kemudian mulai menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.

"Abisin deh, kenyang gua." Tasya membalik sendoknya di pinggiran piring.

"Kamu kan baru makan tiga sendok, Tas," protes Kunir.

Tasya mengendikkan bahu, "Ye gimane, orang udah kenyang."

"Ya udah aku habisin, ya," izin Kunir.

"Asal kagak sekalian piringnya lu telen aja," sahut Tasya.

Kunir mengulum senyum. Ia paham jika Tasya sebenarnya tak lapar. Temannya itu hanya memastikan apakah ia benar-benar bisa mengolah masakan atau tidak. Tasya memang galak dan sering mengomel, tapi Kunir tahu, gadis itu begitu peduli padanya.

"Napa lu senyam-senyum gitu? Seriusan kesambet? Makin malem lu makin horor ya, Nir." Tasya menatap Kunir sembari bergidik.

Kunir seketika menarik garis bibir, "Tas, jangan ngomong gitu terus, dong. Takut aku."

"Ih, jam 12 malem pas, Nir. Gua ke kamar dulu ah." Tasya segera berlari keluar dari dapur. Ia sengaja menakut-nakuti Kunir.

"Tasyaaaaa, tungguin! Awas kamu, ya." Kunir mengerjar Tasya sembari membawa piring nasi gorengnya.

*****

Fauzi gabut banget, ya. Mau-maunya ngerjain tanggungjawabnya Kunir. Gak ada modus terselubung kan, Jik? Haha.

Selamat membaca dengan penuh cinta 💙.

Jangan lupa,
Tetap jadikan Allah sebaik-baiknya tempat bersandar, ya.

Sidoarjo, 05 Maret 2021
Disuntin di Semarang, 17 Maret 2021

Naya Zayyin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top