Part 4

Malamnya aku kembali ke ladang, mencari kunang-kunang yang 'tepat'. Berharap dapat meminta Mama kembali ke bentuk semula. Namun, sebulan berlalu, aku tak kunjung menemukannya.

Seperti malam sebelumnya, aku masih di sini. Menyusuri ladang di malam hari, mencari kunang-kunang, lalu berdoa pada setiap ekornya. Memohon agar keajaiban datang lagi. Maafkan Lengka, Ma!

Aku menangkap kunang-kunang ke-22 malam ini. "Kumohon, kembalikan Mama!"

"Lengka!"

Sial. Laki-laki itu mengganggu lagi. Dia selalu menghalangiku menolong Mama. Apa dia senang Mama menjadi kunang-kunang?

Derap langkah kaki membuatku bergidik, lantas berbalik dan menatap nyalang. Berharap dia sadar kalau aku mau dia pergi, meninggalkanku sendiri. "Aku harus menemukan kunang-kunang yang 'tepat' lalu meminta Mama kembali!"

Kami terdiam. Suara jangkrik jadi terdengar semakin keras. Senter yang sedari tadi digenggamnya, dimatikan dan membabat jarak di antara kami. Meremas lembut kedua bahuku, ia memaksa mata kami bertemu.

Memuakkan. Lengka benci dia, Ma! Harusnya dia dan anaknya saja yang menjadi kunang-kunang lalu menghilang!

"Lengka, untuk pertama dan terakhir kalinya dengarkan, Papa!" ujarnya, suaranya bergetar entah menahan tangis atau berusaha tidak tertawa. "Mama tidak menjadi kunang-kunang, Nak. Itu hanya mitos!"

Tidak ada gunanya aku menjawab. Ini bukan perdebatan pertama kami tentang apa yang sebenarnya terjadi.

"Mama sudah meninggal, Lengka. Beliau sudah lama terkena kanker paru-paru. Ini bukan salahmu!"

"Bohong! Mama tidak pernah sakit!"

"Tapi kamu melihatnya juga, kan? Ketika Mama belum dimakamkan. Kamu berdiri di hadapan jenazahnya! Sadarlah Lengka! Sadar dan berhenti menyalahkan diri sendiri!"

"DIAM!" jeritku seraya mundur dan lari menjauh. Masuk ke dalam ladang, mengabaikan duri yang menggores kaki. "Pembohong! Mama tidak meninggal. Mama berubah menjadi kunang-kunang karena—"

Aku terjatuh.

Telapak tangan yang menopang tubuh malah tertusuk sesuatu hingga rasanya menyakitkan. Sontak air mataku mengalir, meringis menahan perih. Tidak lama, tangis pun pecah. Meluapkan semua sakit yang bersarang lama. Bukan hanya dari tangan, tapi juga dada yang rasanya seperti ikut tertusuk, lalu lebur.

"Mama!" Aku terduduk sembari terisak. Hingga seekor kunang-kunang terbang ke arahku dan hinggap di tangan yang terluka. "Kumohon. Kembalikan Mama!" pintaku.

Kunang-kunang itu kembali terbang, berputar di atas kepalaku, lalu menjauh.

Untuk kemudian, aku seolah tersadar dari mimpi panjang. Ingatan kembali pada bulan lalu. Kala aku pulang esok paginya setelah kabur dari rumah dan mendapati Mama sudah tidak bernyawa di ruang tamu, bersama Alena yang tidak hentinya menangis hingga matanya sembab.

Mama ... aku benar-benar menemukan kunang-kunang yang 'tepat'. Dia mengabulkan permintaanku.

Mengembalikan semua ingatan tentang Mama kala itu.

Selesai

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top