Talking to the moon

Berbicara pada bintang dan bulan di atas atap rumahku yang transparan...

Apa tetanggaku masih berpikir aku gila?  Mereka tak tahu apapun. Hufttt....

💥💥💥

Seorang wanita cantik terus berputar, hanya ingin memperlihatkan gaunnya di depan cermin bersih yang panjang. Raut ceria di wajah bermake up tipis itu menjadi unsur dari rasa bahagianya. Namun, siapa sangka bukan hanya cermin tersebut yang menjadi saksi.

"Hai, Unyil! Udah selesai belum narinya? Gue bosen nontonin tau. Loe pikir ini pentas opera receh?" dumel seorang sahabat yang ternyata sedari tadi kesal. Sepertinya sudah lelah menahan sebal.

Si wanita cantik akhirnya berhenti menari lalu membalik tubuh rampingnya yang berbalut gaun putih panjang itu. "Iihh, sirik aja... makanya cepatan kamu nyusul juga dong, Sisi," ujar si wanita cantik yang berusaha duduk dengan mengatur ekor gaun berpayetnya.

Si sahabat bernama Sisi hanya manyun mendelik sebal. "Yeee, gue kan belum kayak loe, Diva cantik yang berhasil menakhlukan 'crush' itu."

Diva, si calon pengantin tertawa keras. "Si Aymana Larosa... sayang. Loe harus belajar untuk mengubah panggilan 'crush' itu mulai sekarang. Teeeengg!"

Diva menyentil jidat si mungil Sisi saat mengucapkan kalimat terakhir. "Buseeetttt, sakit, dodol. Udah mau jadi istri terus ibu ntar gak boleh kasar. Kasian si cru... eh Ay-ay suami loe, tersiksa KDRT."

"HUHUHU... tenang cuma loe kok yang selalu jadi special samsak untuk gue." Diva terkekeh sambil merapikan kembali penampilan, riasan, dan tatanan rambut bersanggul kepang miliknya.

Hingga Diva berbalik lalu menampilkan raut tak enak. "Hmmm ... Sisi sayang..." tutur Diva sambil mengigit bibirnya.

"Iya, kenapa, Nyil?" tanya Sisi sambil berdiri untuk menghampiri Diva.

"Hehehe... gue mau pipis lagi. Temenin yuk, Say, "pinta Diva dengan cengiran.

Sisi tertawa kecil. "Karma akibat KDRT. Ya udah, yuk cepatan."

Akhirnya mereka berjalan keluar kamar hotel.

...........

Ternyata perjalanan mereka harus terhenti saat melihat sesuatu yang mengubah euforia seorang Diva. Bagai monokrom keadaan sekarang. Tak tersisa.

Di koridor daerah hotel, ada sepasang pria dan wanita yang tentu sangat mereka kenali. Sisi ingin mendekati tapi dihalangi oleh Diva yang berusaha tegar melihat kedekatan mereka. Tangan Diva yang bersarung kain brukat krem sudah bergetar. Mereka adalah Aymana Larosa Tandi dan Marla, sahabatnya juga.

Jarak sembunyi yang tak terlalu jauh masih mampu mendengar percakapan mereka. Hanya ingin mendengar walau kenyataan membuat Diva seperti patung merana. Penasaran yang membuat tak berkutik.

"Kamu terlalu baik, Mar. Kamu rela berkorban. Menyiapkan ini semua, menjodohkan aku dan Diva dan semua hal yang kamu lakukan ini...." Aymana terus berkata dengan nada sedih dan frustasi. Padahal pria itu sudah lengkap dengan tampilan jas pernikahan.

Marla yang memakai gaun bridesmaid krem yang sama dengan Sisi hanya menangis tertahan. Marla terus menatap Aymana penuh cinta. "Aku sayang kalian, walau cintaku sama kamu lebih besar, tapi kebaikan Diva padaku takkan pernah hilang. Dia juga selalu ada untukmu bukan disaat sedih?"

Aymana menatap nanar pada Marla. Memejamkan matanya, menelan saliva dan membuka kembali matanya lalu berkata, "Aku mencintai kamu, Marla."

Perkataan itu mengiringi setetes dua tetes air mata yang jatuh dari mata indah Diva. Sisi terkejut dan membulatkan matanya ikut shock. Dia menahan tubuh Diva yang seolah akan jatuh. Sisi tahu sepertinya sang sahabat juga pasti lebih sakit hati dan shock.

Memang benar, Diva juga sudah sakit hati. Diva menangis tertahan dan menarik Sisi untuk pergi dari sini. Namun, ketika pandangan Aymana beralih. Dia melihat ujung gaun bermanik payet milik Diva. Aymana terkejut lalu dengan cepat berlari diikuti Marla hingga mengejar Diva.

"Divaaaaa....!!!" teriak Aymana yang memenuhi lorong hotel mewah yang sepi itu.

Diva tak peduli dia terus berlari bersama Sisi. Teriakan Aymana dan Marla tak henti memanggil Diva yang berusaha berlari cepat sambil memegang gaunnya.

"Akkhh .... gaun sialan! Bajingan!" geram Diva terus mengumpat sambil terisak.

Sisi juga terus berusaha membantu Diva. Lalu Aymana berhasil menangkap Diva tapi terjatuh karena enggan dipegang Aymana. "Di... va... maaf..." Aymana ingin membantu Diva berdiri tapi dihalangi Sisi.

"Diam loe brengsek! Berhenti dan jangan mendekat... Loe berdua... people garbage!" seru Sisi yang akhirnya mengeluarkan amarahnya.

Aymana dan Marla yang ada di belakang tampak tak enak hati. Mereka seperti kacau sekarang. Keadaan memang sudah kacau sekarang.

"Diva... aku mohon jangan mengubah apapun sekarang. Kita bisa bicarakan baik-baik setelah pernikahan ini, "jelas Aymana yang berusaha mendekati Diva yang masih terduduk diam dan hanya melirik dingin pada mereka.

"Diva... aku mohon... bicaralah. Kita bisa..." lanjut Marla yang ikut menjelaskan.

"BACOTTT!" umpat Sisi melirik sinis. "Memang manusia halus kalian. Udahlah.... diam aja." Sisi yang terus berkata seolah mewakili isi hati Diva.

Hening sesaat...

Diva berusaha berdiri dan akhirnya mampu berbicara di depan orang yang dia sayang tapi menyakiti. "Kita keluar, aku minta maaf pada kalian berdua karena aku menghalangi kebahagiaan kalian, "ujar Diva sedikit lirih. Raut Diva masih sembab tapi berusaha tersenyum.

Sisi prihatin melihatnya. Aymana dan Marla semakin tak enak hati. Belum sempat mereka berbicara Diva sudah berlari sendiri.

Diva berlari ke arah party garden di hotel dengan pemandangan indah dan kolam renang yang mengalir. Pastur, putra putri altar dan semua tamu termasuk para orang tua kedua mempelai terkejut mendengar teriakan Diva.

"Berhenti!!!"

Para pemain musik menghentikan permainannya. Anak-anak berhenti berlarian dan bermain riang. Mereka terdiam.

"Diva, papa cari kamu di kamar tadi malah tiba-tiba muncul seperti ini. Kejutan?" papa Diva yang masih tampak gagah masih heran.

Diva mendekati kedua pasang orang tua itu. Membisik lirih pada telinga papanya. "Pernikahan batal, Pa...." lirih Diva dan setetes air mata jatuh.

Aymana dan dua sahabat Diva muncul melewati gapura berdesain bunga. Pria itu mendapat tatapan sedih dari Papa Diva.

Setelah pernikahan yang batal. Diva justru tak pernah menjelekkan Aymana dan sahabatnya, Marla. Dia berkata bahwa dirinya adalah wanita jahat dan egois yang menghalangi cinta Aymana dan Marla.

Di malam itu saat semua sedikit mereda. Diva menyatukan tangan Aymana dan Marla lalu tersenyum pada mereka. "Maaf aku gak peka sama kalian. Maaf, Marla... maaf Aymana."

"Diva... Kamu gak salah..." Aymana berusaha menenangkan Diva.

"Maaf... Diva aku juga salah..." Marla ikut menjelaskan.

"Udah.... udah... sekarang udah selesai. Oke, semoga kalian bahagia. Kalian orang baik, "lirih Diva lagi memejamkan mata untuk menahan air mata yang akan keluar.

Langit kelam tak berbintang dan hanya bulan yang menjadi saksi kesedihan sekarang setelah bahagia ditelan cermin tadi pagi.

Diva pergi dengan ketegaran hati tak memakai gaun lagi. Namun, Aymana masih memakai kemeja dengan bunga mawar putih di sakunya. Marla juga sedikit berantakan.

Pria itu mengerang dan membuang mawar putih dari sakunya. Marla memeluknya dari belakang. Pria itu tak bisa mengejar Diva karena... memang tak bisa.

..........

3 Tahun kemudian ....

*lagu talking to the moon dari Bruno Mars mengalun di cafe bernuansa moderen white warm.

*nada pesan whats app berdering juga

Dari Sisi, si say2...

Loe tau gak... Loe itu bego. Kenapa musti loe yang minta maaf waktu itu? Mereka yang gak jujur. Mereka menyembunyikan semua itu dari loe! Gue harap loe udah bahagia, Diva. Jangan sedih lagi ya, Unyil.

"Dasar, bumil hormonnya mang aneh-aneh, "gumam Diva sambil tertawa kecil.

Bunyi sentakan jari dari bossnya membangunkan Diva dari keasyikannya. "Hello, Diva... do you hear me?

"Ah... maaf, Pak. Iya saya dengar tadi ada pesan penting." Berbohong sedikit tak apa menurut Diva. Dasar Sisi kampret.

Boss tampan berwajah blasteran itu mengedikan bahunya. Maklumi saja sekretarisnya itu. Diva sudah dianggap adik karena Gerald adalah sepupu jauh Diva. Masih bersyukur kerjanya bagus.

Sampai Diva merasa waktu seakan menertawakan dirinya karena klien kerja sama dengan perusahaan mereka adalah Ayamana Larosa Tandi. Saat itu seolah semua bergerak lambat dan hanya mereka berdua yang tampak nyata.

Aymana bersikap biasa dan Diva berusaha santai. Yang paling membuat Diva kesal tingkah sok perhatian Aymana. Dari Diva yang ingin melihat makanan yang dia inginkan takut dimakan dulu sama teman sekantornya. Namun, Aymana sambil tersenyum mendorong piring kecil berisi kue itu ke arah Diva.

Diva tampak ragu tapi diambil dan dimakan juga. Lalu dia menunduk dan mengucapkan terima kasih dengan kode menunduk. Diva juga merasa malu saat Aymana menangkap dirinya yang memperhatikan Gerald dekat dengan wanita cantik.

Saat itu acara berganti dengan berbincang santai di ruangan VIP cafe lain yang indah dengan desain kaca dan lampu indah. "Sepertinya kamu sudah baik-baik saja," kata Aymana yang menghampiri Diva. Berdiri di sampingnya ikut memandang kota Bandung di malam hari.

Bulan juga bersinar di langit yang lumayan ada bintang. "Ya, sampai aku udah bisa ngomong sama bulan sampai dikira gila sama tetangga. Masa bodo, enak sih, "balas Diva santai tak mau ambil pusing segan terus.

Mereka diam sesaat.

Diva ingin beranjak tapi terkejut karena Aymana yang begitu dekat dengannya. "Hei, jangan sedekat ini, "tegur Diva yang langsung mencubit hidung mancung Aymana.

Namun, hal itu justru malah membuat mereka terlempar ke masa lalu. Masa menyenangkan mendekati Aymana yang dingin, masa dia selalu menceritakan kegalauannya pada Marla dan Sisi, masa mereka terjebak hujan di pondok mungil yang bak rumah hobbit.

Aymana pria yang baik. Bahkan dia tak berbuat kurang ajar dulu saat mereka berteduh di pondok karena hujan. Tak salah dulu Diva mencintai sang senior satu tingkat di atasnya itu saat kuliah. Cinta dari saat pertama kali masuk kampus dan Aymana jadi wakil BEM kala itu.

Saat itu pertama kali membuat Aymana tersenyum karena melihat Diva yang akhirnya jatuh terpeleset setelah berusaha berdiri seimbang di atas lantai licin. Bahkan gerakan Diva saat itu seperti tarian aneh tapi ujungnya jatuh juga. Diva kesal lalu mencubit hidung Aymana. Lalu kebiasaan itu terus berlanjut sampai mereka benar-benar dekat dan sebelum rahasia terbongkar di hari mereka hampir jadi suami istri.

Diva melepas cepat cubitan di hidung pria itu. "Eh, maaf kebiasaan lama memang susah hilang, "cetus Diva sambil menggaruk belakang leher jenjangnya.

Aymana juga tersadar setelah ikut larut bernostalgia. "Kamu gak kedinginan pakai gaun terbuka di punggung? Hmmm...

Aymana justru balik bertanya tak menanggapi pernyataan Diva yang membuatnya merasa tak enak lagi.

Diva menatap dalam Aymana. Lalu tersenyum. "Kak Gerald suka wanita seksi dan anggun."

Aymana menaikkan sebelah alisnya. "Cinta duluan lagi?"

Pertanyaan Aymana membuat Diva agak tersinggung lalu memilih pergi dengan raut datar. Namun, Aymana menyusul. "Divaa... maaf. Aku cuma asal ngomong untuk basa basi saja."

Diva tetap diam dan terus berjalan hingga ke ujung ruangan diiringi Aymana. "Divaaa..."

Diva berhenti dan pria tampan itu juga. "Yaaa, gak apa-apa. Bagaimana kamu sama Marla? Udah punya anak berapa?" tanya Diva kembali bersikap elegan.

Aymana terlihat kesal. "Diva... berhenti bikin kamu nyakitin diri sendiri."

Diva tertawa menutup mulut. "Ya oke, aku duluan takut kak Gerald nyari. Daaaah..."

Diva berjalan cepat lagi. Namun, ternyata ada pandangan berkaca-kaca di matanya. Aymana hanya menatap punggung Diva, menekan bibir tebalnya.

"Aku dan Marla gak menikah. Kita putus dua tahun yang lalu."

Ucapan Aymana membuat Diva berhenti sejenak dan mengerutkan dahi. Namun, Diva menggelengkan kepala dan kembali berjalan lagi. Pria itu terlihat murung saat Diva berjalan.

"Sifat tak menentuku saat itu adalah kesialan." Aymana kembali saat melihat Diva menghampiri Gerald dengan bahagia. Menghentikan langkahnya karena Diva sepertinya sudah singgah lagi di pelabuhan hati yang baru.

Talking to the moon , I want do it now

Batin dari dua manusia itu....

Finn

Wahh pnjang juga  .... inspirasi dari lagu ini

Jumat, 2 April 2021



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top