Dwiki dan Anis (Oneshoot)

Oneshoot from CAMK.
.....................

Dua lawan jenis saling berciuman dan meraba memuaskan diri masing-masing. Saat si wanita sudah melepas seluruh pakaiannya. Pria tampan itu langsung menjauh dan memakai kemejanya. "Maaf, waktu habis.. Gue mau kerja lagi."

Si wanita bayaran tampak marah. "Brengsek, bilang aja loe gak punya uang banyak jadi mainnya setengah-setengah." Ucap wanita cantik itu dengan ketus sambil memakai kembali bajunya.

Dwiki hanya tersenyum." Gak juga. Cumaa... Memang ga minat aja. Bye."

Sambil bersiul dia berjalan meninggalkan kamar motel. Lebih baik menghadapi tuannya yang dingin daripada si wanita murahan yang sering dia cumbu. Lagipula masih ada tugas penting buat mencari seorang wanita yang diduga istri tuan Sofyan dan pernah bekerja di mansion milik tuannya.

.......................................

Setelah laporan terakhirnya selesai di cafe tempat pertemuan. Dwiki ingin melepas penat dengan pergi ke club, lumayan dapet bonus naik gaji. Barusan dapat transferan dari si tuan. Kalau lagi marah ada untungnya juga. Ucap batinnya.

Lebih efisien dia sekarang lebih suka memakai motor ninja hitamnya selama menjadi pengintai. Namun ternyata motornya mogok. "Yaelaahh, Jhon, pakai acara ngambek segala. Belum lunas loe gue angsur!" Dwiki berdecak lalu menjitak motor ninja yang dia beri nama Jhonny.

Tak berapa lama rasa kesalnya hilang karena pandangannya menangkap seorang gadis muda yang dia kenali. Bukan hanya mengenal sebagai pelayan tuan Sofyan. Tapi juga adik kelasnya waktu SMA dulu saat di Tangerang. "Si Anis, samperin daahhh."

Di jalan terlihat Anis sedang membawa barang belanjaanya. Bunyi klakson motor mengagetkan Anis. "Hai, Anis habis belanja ya?" Dwiki membuka kacamata hitamnya menampilkan sederet giginya rapi dan putih.

Gadis itu tersenyum lega melihat Dwiki. "Bikin kaget aja. Gak, habis berenang... Udah tahu habis belanja." Awalnya tersenyum lega tapi kembali ketus. Melihat Dwiki, mantan kakak kelasnya dulu ada rasa senang dan sakit secara bersamaan.

"Cieeee sudah bisa meledek ya nih.... Manis... Manis." Dwiki terus menggoda Anis yang berjalan sambil mengayuh motor ninjanya dengan kacamata melorot di hidungnya yang mancung.

"Manis... Manis... Memang aku kucing apa?! Udah sana kerja aku mau cepat-cepat pulang. Mau masak buat makan malam. Abang pasti mau senang-senang kan sama cewek. Sana!"

Pria itu hanya menggeleng geli, "Ikut sama abang aja, yuk. Sayang ada motor nih." Dwiki menaik turunkan alisnya cepat.

"Tapi kayaknya mogok tuh, Bang." Balas Anis melihat pria itu yang daritadi mengendarai motornya tapi mengayuh pakai kaki.

"Ckk... Si jhonny biasanya kalau sama cewek cantik langsung hidup. Ayok, abang antar."

"Ya udah deh, rezeki anak Soleha karena membiarkan mang Dajah istirahat dapet juga tumpangan gratis." Anis langsung naik ke jok belakang motor yang agak tinggi. "Naik motor ninja gak nyaman." Keluh Anis.

"Biar nyaman naiknya sambil pegangan dong, manis." Dwiki menarik tangan Anis untuk memeluk pinggangnya.

Ajaib, motor ninja itu hidup dalam satu kali. "Tuh kan, benar." Dwiki melajukan motor ninjanya. Sedangkan Anis di belakang tersenyum. Dwiki masih pria yang sama membuat jantungnya berdegup tak beraturan.

Mereka berasal dari kampung dan sekolah yang sama. Dwiki adalah kakak kelasnya saat SMA. Sosok yang selalu menolongnya, dekat seperti kakak beradik. Pria itu dulu terkenal urakan tapi cerdas, jago bela diri, dan ulet jadi tak heran bagi Anis jika Dwiki diterima seorang konglomerat seperti Sofyan Hadikusuma untuk menjadi salah satu kaki tangannya.

Ada salah satu momen yang anis ingat hingga saat ini. Ketika Dwiki mengajari mata pelajaran pada Anis di bangku taman belakang sekolah negeri yang asri itu.

Saat SMA...

Anis yang saat itu masih berusia enam belas tahun tampak kikuk karena sedari tadi Dwiki memperhatikannya. Beberapa kali Anis melirik mendapati Dwiki yang mencuri pandang padanya. "Bang, kenapa lihatin aku terus memang ada yang salah ya?" Anis memperlihatkan dirinya pada cermin kecil yang dia bawa.

"Sepertinya abang mulai suka sama kamu manis."

Anis tersentak dengan perkataan Dwiki. Dari dulu Dwiki memang sudah memanggil "manis" pada nama Annisa. Gadis itu terpaku seolah terperangkap dalam tatapan dalam Dwiki.

"Hahaha.... Si abang suka becanda ya... Aku tahu bakat lain abang ngelawak. Tapi gak lucu yang ini." Anis merasa itu adalah candaan. Lagipula tak mungkin cowok seganteng dan cukup populer di sekolahnya itu suka sama gadis sederhana seperti dirinya. Tak terlalu gemar berdandan, tak juga modis, hanya berpenampilan rapi ala kadarnya.

Selang beberapa menit, Dwiki juga ikut tertawa bahkan lebih keras. "Iya...lucu ya. Hahaha..."

Setelah kejadian itu Dwiki mulai menunjukkan sisi playboynya. Bergonta ganti pacar baik dari teman sekelas, adik kelas, dan dari sekolah lain. Tak jarang Anis sering mendengar kabar Dwiki yang sering ketahuan kena razia lagi bermesraan di tempat sepi bersama cewek.

Walau sepuluh tahun berlalu tetap saja sifat Dwiki tak berubah. Tapi syukur sikap baik pria itu padanya tak berubah. Anis juga berhutang budi pada Dwiki.

Anis yang hanya lulusan SMA susah mencari kerja, ibu dan bapaknya hanya buruh pabrik kecil. Dia juga ingin membantu kedua orang tuanya. Dari lulus SMA dia hanya kerja serabutan, bantu cuci baju, menggosok dan lain-lain. Zaman sekarang sulit mencari lowongan kerja lulusan SMA.

Hingga, Tiga tahun yang lalu, Dwiki datang menawari pekerjaan di rumah Tuan Sofyan Hadikusuma. Pria itu nekat mengejar ojek yang ditumpangi Anis untuk pergi ke kantor agen TKW.

........................................

Saat ini...

Anis masih memakai pakaian pelayan hitam putihnya tertawa bersama Dwiki di Paviliun belakang. Katanya pria itu sedang libur bertugas. Menertawakan kisah masa lalu mereka yang kadang di selingi kejadian lucu.

"Tapi abang kok bisa nyasar di agen penyaluran bodyguard setelah lulus SMA. Sambil kuliah juga ya dulu?" tanya Anis ingin tahu.

"Sebenarnya abang males kuliah lagi, cuma si babe ngotot sampe jual tanah biar abang kuliah kalau masih tetap ikut agen penyaluran bodyguard. Ya udah dah abang jabanin. Kasihan udah tua." Dwiki berkata santai sambil memainkan tusuk gigi di mulutnya.

"Oh ya, dulu Jian itu orangnya gimana, Nis? Ya walaupun dia gak lama di sini." Dwiki berbincang bersama Anis sekalian mencari info tentang wanita yang dicari tuannya itu.

"Orangnya baik, cantik, telaten lagi."

Setelah itu bergulirlah cerita tentang Jian yang memang tak sepenuhnya diketahui Anis.

............................

Anis tampak cantik hari ini. Wajah sumringah menghiasi pipinya. Dwiki pernah memberitahunya jika libur datanglah ke apartemennya. Tapi karena Anis yang terlalu sibuk atau pulang kampung dia belum sempat berkunjung ke apartemennya. Mengingat kedekatan mereka yang semakin dekat akhir-akhir ini. Ya walau banyak membahas pelayan yang bernama Jian. Tapi Dwiki tetap bersikap perhatian padanya.

Anis mengenakan dress terusan kotak-kotak membawa tas plastik berisi keripik tempe kesukaan Dwiki dengan hati berbunga-bunga. Tiba di pintu apartemen yang tak terkunci rapat. Anis mendengar suara tawa menggelegar milik Dwiki.

Penasaran Anis mengintip celah pintu yang terbuka.

"Hahaha.... Anis itu cuma gue anggap adek aja. Gak mungkin lah ujung-ujungnya jadian sama dia. Loh liat nih, Ric, monik.... Cewek seksi di sebelah gue ini tipe gue."

Tubuh Anis menegang bagai tertiban batu besar tepat di atas kepalanya. Menahan sesak. Menahan air mata yang akan keluar melihat Dwiki yang duduk santai di sofa ruang tamu merangkul seorang wanita dewasa yang cantik dan seksi bebas mencium bibirnya.

Anis terisak kecil. Mencoba menjauh tapi tidak bisa. Akhirnya dia memilih pergi.

..........................................

Semenjak kejadian itu Anis mengindar dari Dwiki. Bersikap tak acuh dan lebih memilih menuangkan perhatian pada pekerjaan. Syukurlah Dwiki tidak sering berkunjung lagi di paviliun. Hal itu membuat Dwiki kesal dan menyesal.

Saat itu dia baru sadar saat memeriksa handphonenya karena sms Anis yang berkata ingin berkunjung dan dia melupakannya. Terlebih melihat tas berisi keripik tempe yang teronggok di dekat pintu depan apartemennya. Dwiki menjambak rambutnya frustasi. Terlebih Rico dan Monik yang ikut memarahinya.

"Kau ini... Lelaki atau wanita masih saja gengsi kah?!" Rico menjitak kepalanya.

"Ini tambahan wakilin Anis." Ucap Monik lalu mejambak rambut Dwiki yang merintih kesakitan

.....................................

Hingga saat Dwiki datang ke kediaman Sofyan saat senggang. Hatinya memanas melihat Anis yang tampak tertawa lebar dan bersenda gurau bersama seorang tukang kebun muda. Setelah si tukang kebun pergi dengan langkah cepat dan rahang mengeras Dwiki menarik Anis yang tampak heran.

"Abang! Sakit! Apa-apaan sih?!" bentak Anis tapi Dwiki tak peduli dengan pandangan menggelap pria itu terus menyeret Anis hingga ke mobil. Tak mempedulikan Anis yang meronta-ronta hingga dibopong Dwiki menuju kamar apartemennya.

............................

Di dalam kamar itu, Dwiki mencium bibir Anis dengan brutal. Juga mencumbunya secara kurang ajar. Hingga satu tamparan menyadarkan Dwiki dari nafsu gilanya.

Anis langsung membenahi pakaiannya dengan cepat dan terisak. Dwiki menyingkir dengan raut menyesal bahkan takut-takut untuk menyentuh pundak Anis yang terguguh berdiri di pojok kamar sambil mengigit jari.

"Maafin, abang, Manis." Ucapnya parau mencoba menyentuh pundak Anis yang segera menghindar. Gadis itu menatap nanar pada Dwiki. "Abang benar-benar sebrengsek itu ya?" ucapnya dengan nada lirih terkesan tajam

"Aku bukan wanita murahan lainnya yang sering abang pakai. Waktu itu abang gak menganggap aku dan sekarang abang.... Mau melecehkan aku! Aku gak habis pikir. Sepertinya kehidupan ibukota sebegitu merubah abang ya?"

Anis tak tahan lalu beranjak pergi tapi Dwiki menarik tangannya lalu memeluk tubuh ramping Anis lembut. "Maafin abang, Nis." Suara bass serak Dwiki mengalun lembut di telinga Anis. Belaian di rambutnya juga terasa.

Anis hanya bisa menangis sambil memukul punggung lebar Dwiki yang perlahan menjadi pelan. "Sebenarnya... Dari dulu... Abang suka sama kamu, Nis. Sungguh!"

Anis terkejut melepas pelukannya. "Bercanda."

"Dulu kamu juga bilang begitu, Nis. Tapi kamu selalu anggap becanda. Jadi abang pikir... Kamu gak pernah suka sama abang. Bahkan mungkin sampai sekarang." Wajah Dwiki terlihat serius membelai wajah cantik Anis.

Gadis itu mencari kebohongan dalam mata Dwiki tapi nihil. "Ah... Abang juga waktu itu ketawa bilang becanda. Terus wanita cantik yang di apartemen itu bagaimana. Pasti abang juga sudah berbuat jauh sama mereka." Balas Anis sengit.

Dwiki langsung melumat bibir Anis lembut. Mereka berciuman diikuti oleh naluri kasih sayang. Setelah mangambil nafas Anis berucap, "Sebenarnya aku juga dulu suka sama abang. Hanya saja... Aku terlalu rendah diri dan menilai orang seperti abang gak mungkin suka sama tipe cewek kayak aku."

"Abang sama mereka cuma pelampiasan patah hati. Dan berani jamin gak lebih dari itu kok."

Dwiki terkekeh, "Nembak malah dikira becanda. Kamu gak nyadar sama perhatian aku selama ini? Bertahun-tahun aku bujuk kamu tinggal di pusat kota. Baru deh pas urusan pekerjaan kamu baru mau ikut." Dwiki cemberut tapi memeluk Anis erat.

"Tapi aku masih belum percaya."

"Ya udah, kita ke Tangerang ketemu orang tua kamu sama babe abang. Gimana?" Dwiki mencium pipi Anis

Anis tersenyum lebar.

.........................................

Kamar pengantin dalam kamar itu sudah seperti kapal pecah. Dua pasangan yang sudah sah mengikuti alur percintaan yang semakin panas dengan berbagai posisi. Desahan, rintihan, deru nafas, dan suara daging telanjang bertumbukan bagai nada indah bagi mereka.

Dwiki masih bergerak di atas tubuh Anis setelah puas menikmati setiap lekuk tubuh indahnya. Saling menatap penuh cinta hingga klimaks diraih.

"Abang cinta Anis." Ucap Dwiki sambil mencium leher Anis yang berkeringat.

"Anis juga." Gadis itu memeluk punggung suaminya yang berkeringat.

Tamat

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top