AKU WANITA KEDUA

Astari ragu-ragu melangkahkan kakinya memasuki sebuah rumah mungil berpagar kayu bercat deco putih yang nampak asri. Ada taman di halaman rumahnya yang juga mungil. Sebuah kolah ikan bersembunyi di sudut halaman tertutup pot-pot bunga mawar dan krisan yang asri. Di sudut lain tumbuh tegak pohon bunga wijayakusuma yang sedang berbunga. Kuncup-kuncup bunga yang hanya mekar di malam hari itu memenuhi hampir semua ranting pohon.

Astari menarik napas panjang, memasukkan sebanyak mungkin oksigen ke dalam paru-parunya. Dia sebenarnya gugup dan tak sanggup menemui penghuni rumah itu, namun itu harus dilakukan supaya semua masalah yang terjadi dalam rumah tangganya bisa diselesaikan secara tuntas.

Astari mengetuk pintu, hening, tak ada jawaban. Ia mengetuk kembali pintu untuk yang kedua kalinya. Kali ini lebih keras, sekeras niatnya menyelesaikan masalah rumah tangganya.

"Iya sebentar." Terdengar suara wanita dari balik pintu itu.

Beberapa detik kemudian seorang wanita muda membuka pintu untuknya. Seorang wanita cantik berkulit putih, rambutnya lurus hitam tergerai sebahu. Dalam gendongannya tertidur pulas seorang bayi perempuan merah yang baru berumur beberapa hari. Hati Astari remuk, mulutnya tercekat, napasnya sesak.

Belum selesai dengan pemandangan bayi kecil itu, tiba-tiba seorang anak perempuan berusia dua tahun berlari dengan langkah kecilnya menuju ibunya sambil memanggil ibunya dengan sebutan mama. Dalam sekejap gadis kecil itu juga telah berada di hadapan Astari, bergelayut manja di tangan kiri ibunya yang bebas.

"Maaf, Anda siapa dan ada keperluan apa?" Pertanyaan wanita muda itu memecah kesunyian diantara mereka berdua.

" Oh eh, perkenalkan saya Astari, boleh saya masuk? Ada hal penting yang harus saya bicarakan dengan Anda.

Wanita bernama Hana itu menyetujui Astari masuk ke dalam rumahnya. Aroma bayi segera menyergap hidung Astari. Rumahnya tampak rapi dan bersih.

"Hhmm, ada apa ya mba? Ada keperluan apa dengan saya?" tanya Hana begitu mereka berdua duduk di sofa ruang tamu.

"Saya istri sahnya Mas Gani." Astari menjelaskan statusnya dengan singkat dan lantang untuk menutupi kegugupannya.

Hana nampak terhenyak, wajahnya memucat. Segera ia memindahkan bayi dalam gendongannya ke dalam buaian yang berada di dekat ruang tamu.  Tangannya nampak gemetar, namun ia masih berusaha menguasai dirinya.

"Istri sah? Apa maksud mbak?" tanya Hana dengan suara bergetar.

"Ya saya istri sah Mas Gani, kami sudah memiliki seorang anak berusia tiga tahun." Astari berusaha setegar mungkin menyembunyikan rasa gugup, marah, dan cemburunya.

"Terus, maksud mbak kesini apa?" tanya Hana.

"Saya ingin Anda jauhi suami saya, jangan rusak rumah tangga kami," jawab Astari dengan suara bergetar.

"Sudah berapa lama kalian menikah?" Hana hanya bisa bertanya kepada Astari. Hana merasa bingung dengan apa yang terjadi.

"Empat tahun," jawab Astari singkat.

Hana tidak menjawab apa-apa lalu beranjak dari tempat duduknya. Dia terlihat memasuki sebuah kamar untuk mengambil sesuatu.  Kemudian Hana keluar dengan membawa sebuah buku kecil berwarna hijau di tangannya.  Buku nikah.

"Tanggal lima bulan ini, kami akan merayakan ulang tahun pernikahan kami yang ke sembilan." Hana menjelaskan usia pernikahannya kepada Astari dengan mantap.

Hati Astari bagai ditusuk-tusuk sembilu, perih dan nyeri menusuk hingga ke tulang-tulang dadanya. Astari bingung menterjemahkan perasaannya.  Antara marah dan malu.

"Kami baru memiliki anak setelah hampir tujuh tahun menikah. Di tahun kelima, rumah tangga kami mulai goyah. Tidak hadirnya anak membuat hubungan kami hambar, mungkin saat itulah Mas Gani mulai menjalin hubungan denganmu, Mbak." Dengan lemah lembut Hana menjelaskan posisi mereka berdua yang sebenarnya.

Astari hanya bisa terdiam. Lidahnya kelu, tak ada satu kata apapun yang bisa dia keluarkan. Tubuhnya kaku membeku membayangkan bahwa dialah yang selama ini merusak rumah tangga wanita lain. Astari hanya hanya bisa menangis tergugu menyadari bahwa selama ini dialah yang sebenarnya wanita kedua itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top