Nenek Tersayang
Oleh RainbowTears15
Cintamu Ibu, tak akan terbendung walaupun aku tak didekatmu.
Doamu mengalir mengikuti langkah kakiku sepanjang dunia
Kasihmu menyelimutiku sepanjang hayat
Duniaku adalah pengharapanmu, dan Kau selalu berdoa yang terbaik untukku.
I love you so much Ibu.
Selamat hari Ibu...©
Aku tidak terlalu dekat dengan mama, karena beliau seorang wanita karir. Alm. Nenek banyak mengajari aku bersikap seperti perempuan. Separuh hidupku kasih sayang yang seharusnya diberikan oleh Mama digantikan Alm. Nenek. Aku seorang perempuan yang sangat tomboy dan tidak pernah peduli dengan penampilan. Lulus sekolah SMP, aku memutuskan sekolah SMA di kota kelahiranku Banjarmasin. Aku tidak mau bersekolah di kota besar karena pasti akan mengalami kesenjangan sosial dan pengaruh lingkungan yang buruk. Aku tinggal bersama Nenek dan Paman Heri yang merupakan adik kandung mama.
Nenek sangat senang mengetahui aku akan tinggal bersama beliau, karena sudah lama merasa kesepian bila paman berangkat kerja. Aku masuk sekolah setelah kegiatan OSPEK berlangsung, sehingga langsung masuk pada hari pertama kegiatan belajar. Paman Heri mengantarkan aku ke sekolah mengendarai motor, jarak rumah nenek dengan sekolah tidak terlalu jauh. Dengan menggunakan angkutan umum atau sepeda aku masih bisa menempuh dalam waktu 15 menit.
Nenek selalu memastikan aku sarapan sebelum berangkat sekolah walaupun hanya sekedar nasi dengan lauk telor dadar dan segelas teh hangat.
"Nina, kamu pulang sekolah jangan pergi kemana-mana langsung pulang. Kalau mau minta jempu sama Paman Heri telepon ke rumah, pinjam sama sekolah," ucap nenek.
"Iya, Nek, Nina akan langsung pulang ke rumah setelah sekolah. Lagipula Nina belum hapal klau mau pergi kemana-mana," balasku.
"Ibu, saya akan menjemput Nina sepulang sekolah biar nanti pastikan kepada guru di sekolah jam kepulangan dia," ujar Paman Heri.
"Baiklah, Nenek bisa tenang kalau pamanmu sudah memastikan hal itu."
Aku mencium punggung tangan nenek, "Nek, Nina berangkat sekolah ya, Assalamualaikum."
"Walaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh."
"Ibu, saya mengantarkan Nina ke sekolah dulu ya, apakah ibu mau titip sesuatu untuk dibeli?" Paman heri memastikan.
"Nak, Ibu tidak mau titip apa-apa, kamu pastikan saja Nina sampai dengan selamat di sekolah."
"Ok, Saya berangkat, Ibu, Assalamualaikum" Paman heri mencium punggung tangan dan mencium kening Nenek.
©©©©©
Sepulang sekolah aku dijemput paman, setelah sampai dirumah Nenek meminta aku langsung mengganti baju seragam dengan pakaian santai.
Nenek menyuruh aku mencuci pakaian seragam sendiri, karena tidak ada asisten rumah tangga seperti yang aku miliki di Jakarta.
"Nina, kamu harus belajar mencuci pakaian kamu sendiri, karena bila suatu saat menjadi istri tidak harus punya pembantu."
"Tapi, Nek, Nina belum pernah mencuci sebelumnya. Nenek bisa mengajari Nina dulu kan?" tanyaku.
"Baiklah, Nenek akan mengajari kamu mencuci pakaian yang tradisional, karena di rumah ini tidak ada mesin cuci. Lagipula, kurang bersih kalau pakai mesin, lebih baik dengan sikat dan tangan, agar beberapa bagian yang sulit seperti bagian kerak dan lengan hilang nodanya."
Aku mengikuti Nenek yang berjalan menuju ke arah samping rumah, terlihat sudah ada beberapa ember dengan ukuran berbeda, papan gilas kayu dan bangku plastik kecil.
Nenek memisahkan pakaian berdasarkan warna, jadi pakaian berwarna dengan putih harus beda tempat rendaman. Nenek mengammbil deterjen sesuai sendok ukur lalu memasukkan ke dua ember yang sudah berisi air dan pakaian.
"Kita merendam dulu pakain selama 30 menit, lalu setelah itu bagian kerah dan lengan kita sikat dengan menambahkan sabun cream agar lebih bersih. Setelah kita yakin semua bagian sudah bersih, bilas ke ember yang air bersih agar sisa busa sabun cream hilang, baru kamu peras dan jemur."
Aku melakukan semua hal yang telah Nenek beritahukan caranya, tanpa terasa sudah selesai semua pakaian tercuci bersih dan terjemur.
"Nina, setelah mencuci baju, kamu harus menyapu kamar kamu sendiri dan merapihkan tempat tidur setiap hari sebelum berangkat sekolah. Jangan lupa, baju yang kamu cuci setelah kering langsung setrika agar tidak terburu-buru kalau seragam mau dipakai kembali."
"Nina, kamu baru sekali cuci baju saja, sudah mengeluh lelah. Nenek yang selama ini sudah sering melakukannya malah biasa saja."
"Nek, wajar Nina kan baru pertama kali mencuci baju. Karena selama ini selalu pembantu yang mengerjakan."
"Oleh karena itu, nenek tidak suka kalau mama kamu punya pembantu. Kamu dan adik-adik jadi malas karena terbiasa dilayani orang lain. Nenek senang kamu sekarang tinggal di sini biar bisa mengajarkan kamu hal-hal yang seharusnya perempuan lakukan."
Aku memeluk Nenek," Uh, Nenek aku yang tersayang. Aku tidak keberatan bila Nenek mengajarkan kegiatan rumah tangga. Karena aku akan semakin mandiri bila suatu saat tinggl terpisah dengan kost yang jauh dari rumah."
"Ya sudah, kamu makan dulu sana. Nenek sudah memasak sayur lodeh labu dan lauk ikan bakar kesukaan kamu. Makan yang banyak biar makin gemuk. Nenek gak mau dikira tidak merawat kamu kalau terlihat kurus."
Aku langsung mengajak Nenek makan bersama di meja makan. Aku mengambilkan nasi dan lauk pauk untuk Nenek, baru untuk diriku sendiri."
©©©©©
Beberapa tahun kemudian, aku sudah lulus kuliah dan berkerja pada salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Paman Heri sudah menikah dan memilki seorang anak laki-laki. Karena sudah tinggal terpisah dari Nenek bersama istrinya. Mama mengajak Nenek tinggal bersama di rumah kami, berkumpul dengan Papa dan adik-adikku. Nenek dan mama tidak pernah punya pendapat yang sama baik dalam pengaturan rumah atau pun masalah kecil lainnya. Pertengkaran kecil selalu terjadi antara mereka, yang akan berakhir dengan saling memaafkan.
Saat mereka bertengkar aku selalu berusaha menemani nenek dan menghiburnya. Beliau mau jalan-jalan atau menginginkan sesuatu, aku akan memberikannya.
Suatu hari, Nenek dan mama bertengkar hebat tanpa menemukan solusi. Puncaknya Nenek memita aku membelikan beliau tiket pulang ke Banjarmasin. Sebagai cucu yang baik, aku mewujudkan keinginan beliau yang berujung dimarahi oleh mama. Karena mama belum sempat meminta maaf.
©©©©©
Beberapa Bulan Kemudian
Paman Heri memberikan kabar pada mama bahwa nenek mengalami kecelakaan diserempet oleh motor, beliau menolak mendaptkan perawatan dirumah sakit. Mama memesan tiket untuk lusa karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan.
Keesokan harinya, mama sedang menengok salah satu adik kakek yang sakit pada sebuah rumah sakit bersama adikku dan suaminya. Aku baru saja selesai rapat di kantor, langsung mendapatkan telepon dari tante Lina yang mengabarkan Nenek baru saja meninggal dunia. Aku merasa shock dan tidak percaya. Baru kemarin mendengar berita kecelakaan Nenek, sekarang beliau sudah menghebuskan nafas terakhir.
Aku mencoba telepon mama untuk memberikan kabar, ternyata adikku yang mengangkat telepon. Naila bilang mama langsung pingsan setelah menerima kabar tersebut.
Mama memutuskan memsan tiket hari itu juga untuk ke Banjarmasin, agar bisa cepat bertemu dan memandikan jenazah Nenek. Aku dan Papa menemani perjalanan Mama pulang ke sana. Mama menangis selama perjalanan dari rumah, di bandara sampai dalam pesawat. Papa setia memeluk, mengelus punggung mama dan mengucapkan kata tabah tanpa henti.
Setelah melakukan perjalan sekitar dua jam, kami sampai di Banjarmasin. Mobil yang menjemput kami di bandara, langsung menuju ke rumah buyut, tempat jenazah Nenek berada.
Kami tiba di rumah buyut, Papa masih menemani mama yang berjalan pelan karena masih shock dan sedih. Mama memasuki rumah buyut lalu menangis dengan keras karena penyesalan "Mah, kenapa pergi? Saya belum minta maaf karena pertengkaran terakhir kita. Mama cuma tidur kan, Mama gak mungkin pergi kan?. Mah, saya gak percaya kalau mama akan pergi secepat ini hiks...hiks...hiks..." beliau memeluk jenazah Nenek dengan terus menangis hingga sempat tersedak.
Mama terlihat masih dalam keadaan shock, beliau tidur disamping jenazah Nenek dan tidak mau makan sedikit pun. Aku dan Papa harus sedikit memaksa mama, karena bila beliau mau mengantar jenazah nenek, harus makan agar tidak lemah.
Semua proses pemakaman berjalan dengan lancer dan khidmat, kami sekeluarga langsung kembali ke rumah Buyut. Mama memutuskan untuk tinggal lebih lama di Banjarmasin untuk bisa melakukan Tahlil/ Pengajian 7 hari meninggalnya Nenek. Papa dan aku pulang duluan ke Jakarta karena harus kerja.
Hubungan Nenek dan mama mengajarkan aku, Ibu dan anak perbedaan pendapat akan terjadi namun bila cepat menemukan solusi akan saling bahagia, bila tidak maka rasa egois yang menimbulkan penyesalan.
Selamat Jalan Nenek Tersayang....Semua pelajaran yang telah Nenek berikan, akan selalu tersimpan dalam hati dan pikiran Nina.
***
With Love...
Via Lovely.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top