Tiadakah Kesempatan Kedua?
Aku melihat jam yang ada di HP-ku ternyata masih terlalu pagi untuk aku beranjak dari tempat tidur. Aku putuskan untuk kembali tidur. Tiba-tiba HP-ku berdering. Sms yang gak penting untuk dibalas. Aku membungkus tubuhku dengan selimut tebalku, udara pagi ini dingin sekali.
Saat aku terbangun, waktu menunjukkan jam 07.45 WIB.
"Aduh, gara-gara aku tidur lagi jadi kesiangan deh! Padahal aku harus jaga UTS jam 8." gerutuku karena orang rumah pun tidak ada yang membangunkanku.
"Hari Senin yang membosankan!" Aku mengomel sendiri.
Ternyata sesampainya di kampus, aku disambut dengam seuntai senyuman manis dari seorang gadis yang aku damba selama ini.
"Good morning, Sir." Sapanya.
"Morning." Jawabku dengan senyum mengembang.
Seorang cewek yang benar-benar sempurna, putih, tinggi, cantik dan selalu tampil rapi. Aku yakin setiap orang pasti terpesona melihat penampilannya. Sungguh menarik.
Sebelum aku mengenalkan siapa cewek itu, lebih baik aku memeperkenalkan diriku terlebih dahulu. Aku adalah seorang pendidik di sebuah Universitas swasta di salah satu kota yang ada di Jawa Tengah. Bisa dibilang usiaku masih muda karena aku masih berumur tidak jauh beda dengan mahasiswa-mahasiswa yang aku ajar, 22 tahun, cuma beda dikit kan?! Usia semuda ini udah dipanggil dengan sebutan Pak, aneh juga dengarnya. Orang-orang di kampus biasa memanggil aku dengan sebutan "Si Dosen Imut" hehe.... Namaku adalah... RIZAL AKHREZA.
Cukup panggil aku RIZAL. Nama yang cukup bagus kan? Kira-kira apa lagi ya yang harus aku perkenalkan? Aku rasa itu saja cukup. Eh iya ada satu yang kelupaan bahwa statusku masih single dan membuka lowongan buat siapa pun yang berminat, dengan syarat dia adalah seorang cewek. Hehe....
Sudah dua tahun aku mengajar di kampus ini. Dan ada seorang cewek yang mampu menyita perhatianku. Cewek yang menyapaku tadi itu lho?! Namanya FIRA DINIA, nama familiarnya adalah "Fira". Aku pernah mengajarnya selama dua semester dan dia seorang mahasiswi yang aktif dan pintar.
"Waduh, saking terpesonanya sampai lupa kalau harus jaga UTS." Seloroh seorang temanku yang kebetulan sepantaran denganku. Dia bernama Kurnia.
Aku tersentak. Ternyata dari tadi mataku sibuk memperhatikan Fira. Malu banget nih ketahuan. Wajahku terasa panas dan aku jamin kulitku juga memerah. Aku pun tersenyum dan beranjak pergi ke ruangan di mana aku harus jaga. Aduh, aku ini udah kecil, kurus, mungil kok ya dapat jatah jaga ruangan di lantai 3, gimana gak tambah langsing tuh?
Seusai jaga UTS, Kurnia mengajak aku lunch. sejak itulah rahasiaku terbongkar.
"Udahlah Zal, kalau emang suka bilang aja, jangan disimpan dalam hati." Ucap Kurnia.
"Maksudnya?" tanyaku pura-pura.
"Yang tadi pagi itu lho...." jawab Kurnia. Aku cuma tersenyum.
Berfikir sejenak. Mempertimbangkan usul Kurnia.
"Thanks bro. doain ya?" Kataku, menepuk bahunya.
Dari situlah keberanianku muncul untuk PDKT dengan mahasiswa kesayanganku itu.
"Maaf Pak, apa Pak Rifky sudah datang?"
Suara itu mengagetkanku dan membuatku menghentikan kerjaku sesaat. Aku menoleh ke asal suara itu. Dia. Iya, dia.
"Emm... kayaknya belum. Ada apa?" jawabku, tersenyum manis.
"Oh, ini Pak, saya mau ngumpulin tugas." Jawabnya.
"Oh... taruh aja di mejanya. Itu." Aku mengangguk-anggukkan kepalaku dan menunjukkan meja Rifky padanya.
"Terima kasih Pak." Ucapnya setelah meletakkan kertas itu di meja Rifky. Tersenyum, menatapku.
"Eh, iya pak, bapak punya buku tentang grammar?" tanyanya.
"Iya, ada." Jawabku singkat.
"Saya boleh pinjam? Ada tugas nih." Pintanya.
"Oke, besok saya bawakan. Tapi tolong di sms ya diingetin." Jawabku. Modus nih, biar bisa smsan dengannya. Hehe.
Dia mengangguk lalu izin pamit. Senyumku pun mengembang. Memikirkan rencana-rencana selanjutnya biar bisa dekat dengannya.
Malamnya, Fira pun sms aku, mengingatkan tentang buku yang mau dia pinjam. Dan sms pun berlanjut tanpa membahas tentang mata kuliah lagi. Aku pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.
Sejak itulah, aku dan Fira semakin dekat. Bahkan, aku memberanikan diri memintanya untuk menjadi kekasihku. Dan aku senang banget ternyata perasaanku tak bertepuk sebelah tangan.
Hampir setiap hari, di kampus, saat aku dan Fira sama-sama sedang tidak ada jadwal, kami menghabiskan waktu untuk berdiskusi di tempat dudukku. Dia juga tidak pernah sendirian, selalu mengajak beberapa teman dekatnya. Ya, itu kami lakukan agar tidak ada yang curiga dengan kedekatan kami, karena aku tidak suka mengumbar maupun memamerkan di depan umum. Bukan backstreet loh ya? Bahkan, orang tua dia pun tahu kok kalau kami pacaran. Professional sajalah saat di kampus. Aku seorang dosen dan dia mahasiswa.
Di suatu siang,
"Eh, Zal, aku denger-denger nih kamu jadian sama Fira ya?" ucap Rifky menyelidik.
"Ah, itu bukan urusanmu." Jawabku dingin.
Aku memang tidak suka dengan orang yang selalu kepo dengan urusan orang lain.
"Ayolah Zal, cerita-cerita dong? Sama kita ini." Lanjutnya.
Aku hendak menjawab, namun,
Drrrttt.... drrrttt....
HPku bergetar. Aku membukanya. Ternyata sebuah pesan dari Tyas.
'Bro, ada kelas gak? Makan yuk?"
Aku pun membalas smsnya.
'Posisi? Aku aja yang ke sana. Tunggu."
Aku pun mengantongi HPku kembali.
"Eh, mau ke mana?" Tanya Rifky.
"Ada urusan." Jawabku, sambil melangkah keluar ruangan.
"Hey, udah lama?" tanyaku, saat kami sudah bertemu.
"Lumayan lah. Yuk, makan di mana?" Tanya Tyas, segera bangkit dan masuk mobilku.
"Di luar kampus aja deh. Tahu 'kan aku gak mau ada yang salah paham?" jawabku, memperjelas. Tyas mengangguk.
Setelah berputar putar mengelilingi kampus, akhirnya aku mengajaknya makan ayam bakar di seberang kampus. Begitulah, kalau pergi makan sama dia. Dia selalu jawab 'terserah' saat aku tanya 'mau makan apa?'
Oh iya, Tyas itu adalah mahasiswa pindahan dari luar kota. Awalnya kita gak sengaja hampir bertabrakan di pintu masuk ruang dosen, saat itu aku buru-buru keluar mau ke kelas karena sudah beberapa menit terlambat. Dari situlah, aku dan Tyas dekat. Yah, umur kami hanya beda satu tahun. Bukan aku selingkuh loh ya? Kami hanya dekat sebagai teman curhat.
Beberapa hari kemudian,
Aku meminta Tyas menemaniku ke rumah Rifky untuk mengembalikan buku yang aku pinjam. Ya, walaupun aku dan Rifky cukup dekat, namun jujur saja aku belum pernah main ke rumahnnya.
"Assaamu'alaikum." Aku pun memencet bel rumah Rifky.
"Waalaikumsalam." Jawab seorang perempuan. Dan pintu pun terbuka.
"Eh, Er." Sapaku pada Erika. Erika adalah tunangan Rifky. Dia juga teman dosen.
"Rifky ada Er?" tanyaku lagi setelah dipersilakan duduk olehnya.
"Oh, dia baru keluar sebentar Zal. Ini aku juga nungguin dia, mau ke kampus bareng." Jawabnya.
"Ada apa?" tanyanya lagi.
"Oh, ini. Aku mau mengembalikan buku yang aku pinjam buat ngerjain thesis." Jawabku, sambil menyerahkan buku itu dan sebungkus jajan ala kadarnya sebagai ucapan terima kasihku.
"Oh, iya, nanti aku sampaikan. Oh iya, mau minum apa nih?" Erika menawari.
"Oh, gak usah Er. Kami langsung pamit saja. Sebentar lagi ada kelas. Terima kasih ya...." Jawabku, lalu pamit padanya. Tyas hanya mengekoriku.
"Eh, bro. itu tadi Bu Erika kan?" Tanya Tyas, setelah aku menjalankan mobil menuju kampus.
"Iya. Emangnya kenapa? Masak gak tahu sama dosennya juga?" tanyaku.
"Loh, kok dia ada di rumah Pak Rifky?" tanyanya lagi.
"Oh, itu. Dia 'kan tunangan Rifky. Sebentar lagi juga mau nikah." Jelasku. Tyas hanya manggut-manggut.
Beberapa minggu kemudian,
"Eh, Pak Rizal sudah datang?" Sapa Rifky saat aku memasuki ruang dosen. Aku hanya tersenyum.
"Gimana hubungannya dengan Tyas? Lancar?" tanyanya lagi.
Aku sedikit kaget dengan pertanyaan itu.
"Maksudnya?" tanyaku.
"Loh, bukannya beberapa hari lalu habis jalan sama Tyas ya?" Jawabnya.
"Cieee... ternyata... ada yang jalan bareng and lunch bareng ya? Udah deh ngaku aja." Ledek Kurnia.
"Sering kok." Jawabku singkat. Sengaja, biar mereka tambah kepo deh. Salah sendiri selalu pingin tahu urusan orang lain.
"Cieee... ngaku nih udah sering jalan ternyata ya?" Ledek Erika.
"Wah, ternyata Pak Rizal milih Tyas ya akhirnya? Trus gimana dengan Fira nih Pak?" Tanya April makin kepo.
Aku tak menjawab. Aku langsung bersiap dan bergegas menuju kelas. Mereka semua tertawa. Tapi aku, santai ajalah. Lagian Tyas udah pernah cerita kok.
Flashback on
Kejadian beberapa minggu setelah aku mengajak Tyas ke rumah Rifky.
"Lho, Kak. Sebenernya ceweknya Pak Rizal siapa sih?" Tanya Erika pada Rifky, saat Tyas bersama teman-temannya sedang menjenguk Rifky yang lagi sakit.
"Emang kenapa kok tanya itu?" Tanya Rifky balik.
"Kapan itu 'kan Pak Rizal pernah ke sini sama dia." Ucap Erika menunjuk Tyas. "Ingat gak yang aku pernah cerita itu loh." Jelas Erika.
"Oh, jadi cewek yang kamu maksud tuh si Tyas ini?" Tanya Rifky. Menoleh ke arah Tyas. Dia hanya senyum.
'Dikiranya aku tidak tahu apa. Dan jangan harap aku akan bercerita apa pun.' Batin Tyas.
"Bukannya cewek Rizal itu yang satunya ya?" Tanya Kurnia, yang kebetulan juga ada di rumah Rifky.
"Emang Rizal ke mana Yas, kok gak ikut ke sini?" Tanya Rifky.
"Saya tidak tahu pak." Jawab Tyas asal.
"Iya nih aku juga bingung sama Pak Rizal. Sebenernya mana sih yang dipilih? Si Fira apa Tyas?" Ucap April, salah satu teman dosen juga.
Kemudian Via dan Rifa mengalihkan pembicaraan. Bertanya tentang persiapan pernikahan Rifky. Tak lupa juga Kurnia mengajak bercanda jadi selamatlah kau Tyas.
Flashback off
Drrrt.... Drrrttt....
'Kak, bisa ketemu? Ada yang ingin aku bicarakan.' Sms dari Fira.
'Oke, jam 11 ya. Sebentar lagi aku ada kelas.' Balasku.
'Iya, kebetulan aku juga kosong. Nanti ketemu di mana kak?' tanyanya lagi.
'Oke, tunggu di depan perpus ya?' balasku.
Perpus
"Kak, aku minta kita putus." Pinta Fira setelah beberapa lama kami hanya terdiam.
"Maksudmu?" tanyaku tak mengerti. Karena aku merasa hubungan kami baik-baik saja. Bahkan aku selalu menghubungi dia, kalau tidak bisa menelefonnya, pasti aku usahakan untuk sms dia.
"Udahlah kak. Aku udah tahu semua kok. Kakak dekat dengan Kak Tyas 'kan?" jawabnya.
"Iya, 'kan kamu udah tahu itu. Terus apa masalahnya?" Aku meminta penjelasan darinya.
"Ya, udah kak. Pokoknya aku minta putus. Aku capai kak. Aku gak tahan dengan gossip-gosip itu." Jawab Fira, lalu pergi meninggalkanku tanpa memberiku kesempatan untuk menjelaskan satu kata pun.
Sejak itu, aku dan Fira tidak pernah berkomunikasi lagi. Aku juga menjauh dari Tyas. Aku tahu Tyas tidak salah apa-apa. Bahkan aku tak menceritakan hal ini ke Tyas. Untungnya dia lagi sibuk KKN, jadi aku gak perlu cari alasan apapun jika dia bertanya.
Bebrapa bulan kemudian,
Kehadiran dua cewek di rumahku membuatku kaget. Malam minggu pula. Masa iya mereka mau ngapelin aku? Aku menemuinya setelah ibuku mempersilakan mereka masuk.
"Ada apa nih?" tanyaku, berusaha setenang mungkin. Melihat Fira sekilas lalu tersenyum pada Tyas.
"Ya, udah cepetan ngomong dong Fir." Pinta Tyas.
"Kamu aja deh kak." Jawab Fira.
"Kan kamu yang minta aku nganterin ke sini? Udah, ayo sampein aja." Pinta Tyas lagi. Aku hanya menunggu mereka berdiskusi sambil memainkan HPku.
"Emm... bro, aku ke sini nganterin dia. Katanya dia mau minta maaf." Akhirnya Tyas mengalah untuk memulai pembicaraan.
"Minta maaf?" Jawabku, eh bukan itu tanyaku.
"Iya, maaf ya kak, aku sudah salah paham dengan kakak. Dulu, aku bahkan tak mau mendengar penjelasan kakak. Hingga akhirnya kak Tyas menjelaskan semuanya padaku tadi siang." Fira menjelaskan maksud kedatangannya ke rumahku. Aku menghela nafas.
"Ya, udahlah Fir, yang lalu biarlah berlalu aku juga minta maaf ya." Jawabku.
"Tapi kak, apa kita tidak bisa seperti dulu?" tanyanya lagi.
Tyas hanya menjadi pendengar setia obrolanku dengan Fira.
"Maaf Fir, mungkin aku tidak bisa. Tapi kita tetap jadi teman kok." Jawabku.
"Oh, iya, maaf ini aku harus pergi. Ada acara. Udah ditunggu sama keluarga." Imbuhku.
Aku bukan mengusir loh... tapi emang bener aku mau malam mingguan dengan keluarga menikmati jagung bakar.
"Oh, gitu ya? Maaf ya kak sudah mengganggu. Kalau gitu kita pulang dulu. Yuk kak." Fira mengajak Tyas pulang.
"Aku pamit ya bro." Tyas berpamitan.
"Coba dipikirin lagi bro." pinta Tyas sedikit berbisik setelah Fira keluar dari rumahku. Aku menggeleng dan tersenyum padanya.
Tyas mengangkat bahunya sebagai tanda bahwa dia tak mengerti.
"Udahlah Yas. Gak usah dibahas lagi. Nasi udah jadi bubur Yas. Lagian kamu kan tahu aku orangnya gimana? Udah sana pulang. Fokus sama skripsimu aja." Pintaku pada Tyas, sambil sedikit mendorong punggungnya. Akhirnya mereka pun pulang.
Maaf Fir, aku tak bisa kembali padamu. Kita tak bisa seperti dulu lagi. Aku bener-bener gak bisa. Karena ternyata kamu lebih percaya dengan apa omongan orang lain dari pada kekasihmu sendiri waktu itu. Dan sekarang kita jalani aja hidup kita masing-masing.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top