TERIMA KASIH CINTA
Kira-kira tiga tahun sudah aku menjalani hubungan ini dengan nyaman. Yah, semua aku jalani mengikuti arus yang mengalir tanpa pernah berpikir untukku harus melawan arus itu. Tak ada kata cinta yang pernah keluar dari mulut kami berdua. Nemun, semua orang yang ada di sekeliling kami tahu dan menganggap bahwa kami memang sepasang kekasih. Kami selalu kompak, saling mengisi dan melengkapi satu sama lain. Walaupun begitu, kami selalu bersaing dalam prestasi. Untuk urusan Matematika memang Rifky lah jagonya. Tapi jangan salah, untuk Bahasa Inggris Rifky lah yang sering meminta aku mengajarinya. Begitulah kami, saling berbagi.
"Er, PR Matematika sudah selesai semua?" Tanya Rifky begitu melihatku memasuki kelas.
"Ada 2 soal yang belum." Jawabku, menuju mejaku.
"Nih." Dia menyodorkan bukunya padaku.
"Apaan? Enggak ah. Kasih tahu caranya sajalah." Pintaku.
"Ya udah. 'Kan bisa lihat di bukuku itu. Sekalian periksakan ya, siapa tahu aku ada yang salah hitung." Ucapnya, lalu pergi menghampiri kedua sohibnya, siapa lagi kalau bukan Rizal dan Kurnia.
Aku pun membuka bukunya, mempelajarinya dan mencobanya sendiri.
"Rif...." Panggilku agak sedikit teriak karena kelasku sudah mulai ramai, anak-anak sudah mulai berdatangan. Agak lama aku menunggu, dia tak kunjung menghampiriku. Aku pun bersiap untuk memanggilnya lagi. Saat aku mulai membuka mulut dan menoleh ke samping...
"Gimana?" Tanyanya, mengagetkanku. Dia sudah berdiri di sampingku. Entah sejak kapan aku tak tahu. Aku gelagapan. Namun, aku berusaha untuk menyembunyikannya. Kulihat dia tersenyum. Mungkin dia mengetahuinya, entahlah.
"Ini kok bisa dapat 27 dari mana?" Tanyaku, menunjuk tulisan di bukunya.
"Lhah itu 6x4?" Jawabnya, sedikit bertanya balik.
"6x4 ya 24 lah." Jawabku cepat.
"Eh, iya, ya Er. Bentar-bentar." Dia mengambil bukunya, memperhatikan pekerjaannya, lalu menghitung ulang.
"Iya, bener kok Er. Ini hasilnya 24 trus di tambah keliling bangun ini 'kan 3. Ini 'kan gambarnya 2 Er." Menjelaskannya padaku. Aku mengangguk tanda mengerti. Kemudian melanjutkan menulis jawabannya itu. Dia pun tak beranjak dari dekatku sampai Rizal dan Kurnia harus menghampirinya.
"Rif, ayo. Dipanggil dari tadi juga." Ucap Rizal kesal.
"Bentar Zal. Ini Erika biar selesai dulu." Jawabnya.
"Iya deh... Tungguin aja teruuuusss...." Ledek Kurnia.
"Lah, dari pada nanti aku harus mondar-mandir kalau dia manggil lagi." Jawabnya cuek.
Via, Rifa dan April pun datang untuk bergabung.
"Eh, aku yang nomer ini belum. Ikutan ya?" April meminta persetujuan.
"Tanya Erika aja." Jawab Rifky jutek.
"Tapi bolehkan?" tanya April lagi. Ya maklumlah Rifky 'kan emang agak pelit kalau sama dia. Hehe.
"Iya. Minta jelasin sama Erika aja." Jawab Rifky agak kesal.
Aku pun membantu untuk menjelaskan pada kedua temanku itu.
"Haii...." Sapa seorang cewek dengan gayanya yang lebai akut itu.
"Wah, kalian lagi bahas PR ya? Ikut dong?" Ucapnya, langsung menerobos ketiga cowok yang ada di depanku.
"Emang kamu yang belum nomer berapa Fir?" Tanya Via. Iya cewek tadi adalah Fira.
"Belum semua. Hehe..." Jawabnya, tersenyum dan menggaruk-garuk kepalanya.
"Kebiasaan! Emang semalam ngapain aja? Kok sampai gak ngerjain satu pun?!" tanya Rizal mulai keluar tanduknya.
"Aku lupa. Eh bukan. Aku gak bisa ngerjain jadinya males nerusin. Terus aku ngerjain Bahasa Indonesia sama IPS." Jelas Fira, memasang wajah memelasnya.
"Gak bisa ngerjain apa emang malas ngerjain?!" tanya Rizal dingin.
"Aku udah usaha ngerjain tapi buntu jadi tidak aku lanjutin." Jawab Fira, membuka bukunya lalu menyerahkannya pada Rizal. Rizal hanya melihatnya sekilas.
"Ya udah tinggal dilanjutin 'kan?" respon Rizal sewot. Fira pun mengambil bukunya lagi. Saat ia hendak menulis...
"Gak usah nyontek! Ngitung sendiri masa gak bisa?" Ucap Rizal jutek, membuat Fira mengurungkan niatnya lalu bergegas menuju mejanya.
"Sabarlah Zal. Tuh lihat, matanya udah berkaca-kaca. Tanggung jawab sana." Ucap Rifa memberi peringatan, menunjuk Fira yang duduk dengan menunduk.
"Udah sana Zal. Sabar kaliii..." Lanjut Kurnia, mendorong agak kasar agar Rizal menhampiri Fira. Setelah sampai di dekat Fira, Rizal pun menoleh dan aku, Rifa, Via juga April hanya mengangkat ibu jari kami dan tersenyum.
"Sini aku ajarin." Ucap Rizal akhirnya setelah kami beri semangat. Fira tidak menoleh sedikit pun. Dia tetap menunduk, namun memperhatikan apa yang diajarkan Rizal lalu mulai menulis dan mengerjakannya. Kasihan juga sih lihat Fira mati kutu gitu. Begitulah mereka, selalu berantem tapi tetap aja terlihat romantis.
Kalau aku dan Rifky jarang sekali berantem. Kenapa? Karena dia selalu bersikap manis terhadapku. Dia selalu menghiburku di saat aku lagi sedih atau pun bete. Dia selalu mengerti dan peka dengan keadaanku. Dia selalu bisa mengembalikan senyumku. Dan sikapnya itulah yang buat aku nyaman dan makin lama membuat aku jadi menyukainya.
Banyak juga lho cewek yang naksir dia. Siapa sih cewek yang gak naksir cowok tinggi, putih, dan pintar? Tapi satu hal yang buat aku senang. Dia gak pernah gengsi nunjukin perhatiannya padaku di depan orang lain. Bahkan di depan orang tuaku sendiri.
--- II ---
Suatu hari di kelas,
"Er, nomer 3 ini gimana?" Rifky bertanya tentang PR Bahasa Inggris.
"Oh, itu tinggal jawab aja yes or no." Jawabku singkat.
"Ini yes 'kan jawabannya? Terus yes apa lanjutannya?" tanyanya lagi.
"Yes, it is lah, 'kan pertanyaannya diawali dengan kata Is it...." jelasku.
"Kalau yang nomer 8?" tanyanya lagi.
"Kalau yang itu disuruh nyebutin nama-nama makanan tradisional. Ada 'kan di paragraph 2?" jelasku lagi. Dia mengangguk lalu menuliskan jawabannya.
"Udah selesai nih. Sekarang simak ya? Nanti retelling 'kan?" pintanya setelah selesai mengerjakan PRnya.
"Tapi entar gentian ya?" pintaku, sambil membuka buku bersiap untuk menyimaknya.
"Halah... kamu tuh udah gak perlu disimak. Udah pasti hafal lah." Jawabnya.
Bel masuk pun berbunyi. Hari ini keadaan kelasku sedikit aneh. Tak ada seorang siswa pun yang berkeliaran di luar. Padahal biasanya mereka akan masuk kelas jika sudah melihat guru yang akan mengajar berjalan ke arah kelas kami. Namun, hari ini berdeda. Mereka duduk di bangku masing-masing. Sibuk untuk menghafalkan. Iya, sekarang waktunya pelajaran Bahasa Inggris. Hari ini akan ada ulangan harian dan ulangannya itu adalah retelling tentang teks prosedur. Suasana kelas pun jadi agak tenang menunggu kehadiran guru.
"Kalian masih hidup?" tanya si ibu guru di ambang pintu.
Kami segera menoleh dan tertawa serempak mendengar pertanyaan itu. Si ibu guru tersenyum dan berjalan ke arah meja guru. Lalu berkata "Biasanya 'kan gak seperti ini. Tadi ibu pikir kalian sudah pada pulang lho, kok sepi banget." Dan lagi kami tertawa menanggapinya.
"Lagi deg-degan bu." Jawab beberapa anak. Si ibu guru itu kembali tersenyum.
"Baiklah sekarang siapa yang mau maju duluan? Seperti biasa 3 orang pertama mendapat nilai plus." Lanjut si ibu guru.
Aku dan Rifky pun berebut untuk maju duluan demi nilai plus. Yah, begitulah kami. Hampir semua nilai PR dan tugas kami berdelapan selalu sama. Misalkan terpaut nilai ya hanya sedikit. Yang membedakan nilai kami nanti hanya nilai ulangan harian, UTS dan UAS. Iya karena saat itu kami harus mikir sendiri-sendiri. Apa lagi saat UTS dan UAS gak mungkin 'kan kami bisa kerja sama? Ruangan kami saja berbeda. Biasanya aku satu ruang dengan Via. Lalu Fira dengan April. Sedangkan Rifa, dan Trio cowok gila itu satu ruangan. Seperti halnya UTS kali ini.
"Er...." Seseorang yang suaranya sudah tak asing lagi memanggilku saat aku baru saja keluar ruangan. Aku menoleh. Seseorang tersebut berjalan ke arahku. Siapa lagi kalau bukan Rifky.
"Jawabanmu nomer 17 tadi apa?" tanyanya, setelah ada di dekatku.
"Aku tadi ngawur jawabnya b, habis gak ketemu sih aku hitung ulang pun masih gak ketemu." Jawabku.
"Iya nih. Aku juga tadi sempat bingung. Eh pas waktu kurang 10 menit aku coba cek lagi. Akhirnya ketemu. Pasti tadi kamu lupa...." Ucapnya, terpotong karena Rizal, Kurnia dan Rifa ikut nimbrung.
"Pasti bahas nomer 17?" Tebak Rizal.
"Kamu tadi jawab apa Zal?" tanya Rifky.
Belum sempat Rifky menjawab. Si alay bin lebai datang. Siapa lagi kalau bukan 2 sejoli April dan Fira. Akhirnya kami berdebat tentang soal nomer 17 tadi.
"Ah, gak tahu ah. Pusing aku." Ucap Fira akhirnya setelah kami saling kekeh dengan jawaban kami masing-masing.
"Mau ke mana Fir?" tanya Via yang melihat Fira pergi.
"Kantin." Jawabnya tanpa menoleh.
"Makan mulu yang dipikirin. Gimana gak tambah gendhut?" Sahut Rizal agak kesal. Hal itu membuat kami langsung tertawa. Apa lagi mendengar jawaban Fira.
"Kaya kamu gak aja. Gak nyadar tubuh juga kaya kerbau gitu? Tinggi, besar, item lagi."
"Hahaha....." Tawa kami pun pecah seketika. Rizal hendak membalas namun, ucapannya ditahan Rifa.
"Heh sudah. Mending kita ke kantin aja. Gak cuma Fira yang lapar. Aku juga."
"Ayo...." Aku, Via dan April menyetujui lalu bergegas menyusul Fira.
--- II ---
UTS pun usai. Hari-hariku berjalan seperti biasa. Namun, ada satu hal yang aku rasakan beberapa minggu ini. Aneh. Seperti ada yang janggal dengan sikap dan kelakuan Rifky. Perkataannya berubah jadi kasar seperti anak yang tak terdidik, kurang enak didengar. Dia sering terpancing emosi, tiba-tiba marah entah dengan alasan apa. Bahkan sudah dua kali aku melihatnya meninju lengan Rizal maupun Kurnia yang selalu ada di sampingnya. Aku yakin hal itu bukan candaan. Aku melihat Rizal dan Kurnia meringis dan menahan rasa sakitnya, juga berusaha menghidar saja, bukan membalas. Aku tak berani bertanya pada teman-teman yang lain. Aku takut, mungkin ini hanya persaanku saja.
"Er, kamu merasa Rifky aneh gak sih?" Tanya Rifa tiba-tiba, membuatku tercengang.
"Ternyata kamu juga merasakannya ya Fa?" Balasku.
"Sekarang kok dia kasar ya? Kaya preman gitu?" Ucapnya.
"Iya nih, Rifky sekarang aneh." Via ikut nimbrung.
"Bukannya dari dulu dia emang kasar ya?" Ucap Fira.
"Tapi dulu gak kaya gitu Fir. Paling nggak dulu dia gak pernah main tangan sama sohib karibnya itu." Erika menanggapi.
"Iya deh... bela aja terus." Jawab Fira kesal.
"Eh, kok gitu sih kamu?" Balas Erika tak kalah kesal.
"Eh, udah-udah kok malah jadi berantem sih?" April berusaha melerai, biar gak berlarut.
"Siapa yang berantem?" Bentak Fira dan Erika bareng.
"Udah gini aja. Sebaiknya kita tanya Kurnia sama Rizal aja. Gak mungkin 'kan mereka gak tahu?" Rifa memberi usul.
"Iya udah, ayo." Jawab Via antusias dan langsung beranjak.
"Eh, jangan sekarang. Gak usah buru-buru. Nanti malah yang ada kita gak dapat hasil apa-apa." Cegah Rifa.
Beberapa hari kemudian, mereka bertujuh berkumpul, minus Rifky. Entah ke mana anak itu. Sekarang jarang bersama kami lagi, setiap waktu istirahat dia langsung ngilang.
"Zal, aku mau tanya nih. Tapi tolong jawab jujur ya?" Rifa mulai pembicaraan.
"Apaan sih? Wah, deg-degan nih. Kaya disidang aja." Jawab Rizal, cengengesan.
"Ini serius Zal." Ucap Via agak kesal.
"Iya udah serius. Apa?" tanya Rizal.
"Rifky kenapa sih kok aneh akhir-akhir ini?" tanya Rifa.
"Maksudnya?" Tanya Rizal balik.
"Halah, gak usah pura-pura gak tahu deh kamu." Akhirnya aku ikut berbicara dengan nada agak meninggi.
"Beneran, aku gak tahu maksud kalian." Jawab Rizal membela diri.
"Emang kamu gak merasa kalau Rifky sekarang jadi kasar?" Ucap Via penuh emosi.
"Lho, bukannya dari dulu?" Ucap Rizal bertanya.
"Kamu tuh jawabannya sama aja kaya Fira." Desis Via. Rizal menoleh, tak mengerti.
"Kamu udah sering gitu ditinju sama dia?" Tanyaku.
"Nggak sih, baru akhir-akhir ini juga. Ya Kur?" Jawab Rizal, diangguki oleh Kurnia.
"Apa dia punya cewek baru?" tanya Rifa. Semua kaget. Rizal dan Kurnia saling pandang lalu menunduk.
"Tuh 'kan, pasti ada yang kalian sembunyikan." Ucap Rifa.
Mereka masih tidak menjawab.
"Ada apa sih sebenarnya?" Tanyaku kesal.
"Maaf ya Er. Sebaiknya kamu tanya April deh. Dia tahu kok hal yang sebenarnya." Ucap Fira, saat menunggu Rizal dan Kurnia tak kunjung menjawab. Erika menatap April.
"Maaf ya Er. Bukan maksudku menyembunyikan semua ini. Aku hanya tidak ingin melihatmu terluka." Ucap April.
"Apa maksudmu?" tanya Erika dingin.
"Sebenarnya Rifky udah nembak cewek lain. Alfi namanya." Jelas April.
Sontak membuatku lemas dan tak percaya. Via dan Rifa pun tak kalah kaget sama halnya denganku. Sedangkan mereka berempat hanya saling pandang satu sama lain tak berani menegurku lagi. Beberapa menit berlalu dengan keheningan.
Waktu pun terus berlalu. Sejak itu pun aku selalu berusaha untuk menghindari Rifky. Bukannya aku benci dia, aku hanya ingin menormalkan perasaanku saja dulu. Mungkin memang butuh waktu lama karena rasa yang timbul ini juga sudah cukup lama, tapi biar bagaimana pun aku harus terlihat biasa. Rifa, Via, April, Fira bahkan Rizal dan Kurnia selalu saja berusaha untuk menghiburku dengan candaan dan tingkah aneh mereka. Aku tahu niat mereka baik. Aku memang kecewa, tapi kenapa mereka tak memberi tahuku sejak awal? Memang aku dan Rifky tidak jadian, tapi tetap saja hal ini menyesakkan dada dan sakit bagiku.
Terima kasih cinta, semoga aku tak jatuh lagi di lubang yang sama.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top