SELALU INGIN DI MENGERTI

Pembaca yang budiman... Pada kesempatan kali ini aku ingin menceritakan sebuah kisah cinta yang mungkin para pembaca juga pernah mengalaminya sendiri. Okay, tolong dicermati baik-baik cerita berikut ini dan apabila ada komen dan atau sebagainya tolong kirim aja ke kolom komentar di bawah ini!

Udah siap baca?

Okay let's start to read!

Hampir empat tahun yang lalu aku kenal dengan seorang cewek, namanya Fira. Aku kenal dengannya melalui tetanggaku, temanku sejak kecil. Tepatnya, sampai sekarang kami belum pernah ketemu sekalipun. Hanya berkomunikasi lewat HP dan internet. Kami juga sudah saling mengirim foto masing-masing sebagai tanda perkenalan. Bukannya apa, tapi jarak yang jauh itulah yang membuat kami belum bisa bertemu.

"Maaf ini siapa ya? Kok tahu nomerku?" tanyaku waktu dia menghubungiku untuk pertama kali. Dan tak pernah dia balas.

Lain waktu aku menelfonnya hanya untuk memastikan dia itu seorang cewek apa cowok.

Eh, setelah tahu, aku jadi rajin menghubunginya, bahkan aku rela belikan dia pulsa dengan syarat dia harus menelfonku setiap kali aku minta.

"Mas, isiin pulsaku ya?" tanyanya..

"Iya. Biar kamu bisa telfon aku." Jawabku.

Semakin lama aku dan dia sama-sama ketagihan untuk saling menyapa. Tak pernah terlewatkan sehari pun untuk sms atau telfon.

Lama-lama aku merasa ada sesuatu yang menyesakkan dadaku. Iya, aku merasa bersalah dengan tetanggaku itu, temanku dari kecil. Aku lupa bahwa sebenarnya dialah penghubung jalan ini.

"Apa kamu tidak merasa bersalah sama Rifky?" tanya Kurnia, saudara sepupuku yang jadi tempat curhatku.

"Iya sih Kur..." Aku baru menyadari bahwa inilah yang mengganjal di hati.

"Ya udah sana, minta maaf dan cerita semuanya." Pinta Kurnia saat melihatku agak murung.

Tanpa mikir seribu kali lagi aku langsung meraih HPku.

"Iya Zal, gak apa-apa. Aku nggak masalah kamu sama Fira, cuma satu pesanku. Kamu jangan pernah mainin perasaannya ya?" balasan sms dari Rifky.

Akupun tak berfikir panjang tentang perkataan Rifky tersebut. Setelah merasa mendapat lampu hijau dari Rifky, komunikasiku dengan Fira semakin lancar.

Aku dan dia tiap malam begadang sampai menjelang subuh. Aku di sini dan dia berada nun jauh di sana. Harap dimaklumi ya karena kita berdua sama-sama pengangguran, he he. Karena sekarang sedang liburan semester.

Sehari saja aku tak mengganggunya, rasanya sepi dan hampa. Dia cantik, polos dan manjanya minta ampun deh.

"Mas, sedang libur kan?" tanyanya, saat aku menelfonnya.

"Iya, kenapa emang?" tanyaku tak mengerti.

"Main sini dong?" pintanya, merengek.

"Aduh, aku pingin banget dek ke sana tapi belum bisa. Mas lagi bokek. Gak mungkin kan minta sama ortu?" Jelasku. Aku yakin dia sangat kecewa, mungkin sedang mengerucutkan bibirnya itu. Aku hanya bisa membayangkannya.

"Ya udah deh, gak maksa kok." Lirihnya, pasrah.

"Mas janji deh dek, nanti kalau ada uang mas kunjungi kamu." Janjiku ke dia. Semoga terwujud, entah kapan.

"Iya, iya... udah ah gak usah dibahas lagi." Jawabnya.

"Kamu udah mandi dek?" tanyaku, mengalihkan pembicaraan.

"Hehe... belum." Jawabnya, tersenyum malu.

"Pasti deh. Ini sudah jam berapa? Cepetan mandi! Kalau gak mandi aku gak mau nelfon lagi." Ucapku kesal.

"iya, iya. Bentar lagi mandi." Jawabnya pun kesal.

"Bentar kapan? Mau mandi jam berapa? Keburu malam." Jawabku masih kesal.

"Iya, setelah mas nutup telfonnya lah." Jawabnya.

"Ya udah, sana mandi." Ucapku langsung mematikan HPku.

'Heran aku, kok ada ya cewek males mandi gitu? Harusnya 'kan dia selalu jaga penampilannya. Lagian mandi juga buat sehat kan?' gerutuku dalam hati.

"Woi, ngapain bengong?" Kurnia menepuk pundakku, mengagetkanku saja.

"Nggak apa-apa." Jawabku singkat.

"Ya udah yuk pergi." Ajaknya.

"Bentar, aku pakai sepatu dulu." Jawabku, lalu pergi ke dalam rumah mengambil sepatu dan raket. Kami mau bermain bulu tangkislah. Emang kalian pikir kami mau ke mana?

Selesai main bulu tangkis, aku mengecek HPku. Ternyata sudah jam 11 malam. Ada 7x miscall dan 17 pesan. Aku menghela nafas, lalu membacanya satu per satu.

'Mas...." kata yang sama sampai 5x sms.

'Maaaaaaaassssssss' lanjutnya. Sms itu dikirim 7x

'Mas marah ya?' sms berikutnya. Hanya 3x

'Maaf ya mas udah buat mas marah.' Sms berikutnya.

'Ya udah aku mau mlungker dulu, good night mas. Have a nice dream yaa. Hehe' sms yang ke 17.

Aku pun tersenyum membacanya. Yang jelas aku senang bisa mengerjainya. Aku pun menelfonnya.

"Iya mas" dia mengangkat telfonku setelah beberapa kali dering. Suaranya terdengar malas-malasan, suara khas orang bangun tidur.

"Udah tidur?" tanyaku basa-basi, tentunya sambil tersenyum penuh kemenangan.

"Iya. Mas marah ya?" dia langsung menanyakan hal itu.

"Nggak kok." Jawabku singkat sambil menahan senyumku.

"Nggak marah kok smsku ga ada yang di balas sih? Aku telfon juga gak diangkat?" suaranya lirih. Aku yakin dia hampir menangis. Duh, senangnya.

"Mas tadi lagi badminton dek. HPnya di tas, jadi gak dengar ada telfon." Jelasku lembut. Aku juga khawatir kalau dia nangis beneran tengah malam gini. Kalau ortunya dengar kan bisa berabe nih aku udah bikin nangis anak orang.

"Mas masih marah?" tanyanya lagi. Ternyata penjelasanku tadi belum membuatnya lega. Aku pun menarik nafas panjang.

"Iya, sekali-sekali boleh kan cuekin kamu? Biasanya kan kamu yang selalu cuekin mas. Kalau gak di sms dulu atau ditelfon dulu kamu gak pernah mau hubungi mas duluan." Akhirnya aku menjelaskan apa yang aku rasakan.

"Iya, maaf." Jawabnya. Aku masih diam menunggu berharap dia melanjutkan omongannya.

"Aku takut hubungi mas duluan. Ntar dipikir aku cewek apaan? Selalu gangguin mas mulu." Jelasnya. Dan jelas hal itu membuatku tersenyum, penuh kemenangan.

"Yah, siapa yang akan biilang gitu? Justru mas senang dek kalau kamu telfon atau sms mas duluan itu berarti kamu ada perhatian sama mas." Tuturku menjelaskan. Tiba-tiba pengganggu datang...

"Zaaalll...." Panggil Kurnia sedikit berteriak.

"Iya... sebentar." Jawabku pun ikut berteriak.

"Eh udahan dulu ya dek. Kurnia udah ngajakin pulang tuh." Pamitku, sambil berjalan ke arah Kurnia.

"Iya mas. Ya udah hati-hati di jalan. Langsung pulang ya jangan mampir-mampir." Ucapnya, sudah seperti istriku saja.

"Iya. Ya udah tidur lagi sana. Good night." Jawabku. Tanpa menunggu jawabannya aku sudah memutuskan telfonku. Aku menggelengkan kepalaku dan tersenyum bahagia. Semakin merasa tak sabar untuk bertemu dengannya.

Begitulah komunikasi kami selama ini, sebelum kami dipertemukan. Sering berantem dan ngambek gara-gara hal sepele. Aku selalu mengomelinya jika dia malas mandi sedangkan dia selalu mengomeliku jika aku telat makan. Sudah seperti ibuku saja kalau dia ngomel-ngomel, pasti selalu panjang dan lebar.

Dua tahun berlalu, komunikasiku denga Fira masih baik-baik saja. Yah, memang tidak sesering dulu karena kami sibuk dengan pekerjaan kami masing-masing. Namun, tak ada yang berubah. Bahkan aku semakin tak sabar ingin bertemu dengannya. Hingga tiba pada waktu libur yang agak panjang, aku pun mengambil cuti sehari dan nekat menemui Fira di Malang.

'Dek, besok malam aku akan berangkat ke Malang. Kira-kira bisa ketemu?' tanyaku dalam sms.

'Mas, kok mendadak sih? Aduh, gimana ya?' Balasnya.

'Ya, emang kamu gak libur?' tanyaku.

'Kalau aku liburnya kan cuma sehari mas. Beda sama mas. Iya deh, nanti aku tanya sama ortu diizinin apa gak.' Balasnya.

Aku pun pasrah. Jika memang nanti ketemu ya Alhamdulillah, jika tidak ya mungkin lain waktu. Pasti masih ada kesempatan.

Setengah jam kemudian,

'Mas, kita ketemu di Malang. Aku udah izin. Alhamdulillah diizinin.' Aku membaca smsnya dengan perasaan lega sekaligus bahagia, rasanya pingin jingkrak-jingkrak.

2 hari kemudian

'Udah nyampai mana dek?' tanyaku, gak sabar pingin ketemu dia. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam.

'Bentar lagi sampai kok mas.' Jawabnya.

'Ya udah nanti kalau udah sampai langsung istirahat ya? Kita ketemu besok. Pasti kamu capai kan? Pulang kerja langsung bergegas ke sini.' Balasku.

'Sipp. Oke mas. Ini baru nunggu jemputan anaknya ibu kost.' Jawabnya

Keesokan paginya

'Udah bangun dek?' Aku sms dia lagi.

'Udah mas, tapi masih malas-malasan di tempat tidur.' Balasnya.

'Ya udah sana bangun, cepetan mandi. Bentar lagi aku ke sana. tempat kostmu masih yang di dekat tempat kost Rifky itu kan?' tanyaku. Jangan heran ya aku bisa tahu dari mana tempat kost Rifky. Dulu aku sudah pernah main ke sana sebelum kenal Fira. Bisa dibilang aku sering ke Malang untuk berlibur. He he.

Dia tidak membalas smsku. Aku bingung. Apa mungkin dia tidur lagi ya? Saat aku hendak beranjak hpku pun bergetar. Aku langsung membukanya.

'Iya mas, masih kok. Nanti kalau sudah di dekat kost Rifky yang lama, mas sms aja. Nanti aku samperin ke situ. Maaf mas baru balas. Baru selesai mandi nih.' Kubaca sms Fira, senyumku pun langsung mengembang. Ternyata dia bergegas untuk mandi. Aku tertawa kecil. Mungkin dia takut aku marah dan cuek lagi gara-gara dia gak mandi-mandi.

Satu jam kemudian, aku bertemu dengannya. Aku main ke tempat kostnya dulu saat dia kuliah di Malang. Ibu kostnya baik, ramah pula.

"Ini ya Fir si mas nya?" tanya ibu kost Fira saat kami datang.

"Iya bu. Kenalin ini Mas Rizal." Dia memperkenalkanku pada keluarga ibu kostnya.

"Wah, ibu juga maulah Fir punya menantu kaya mas ini. Ganteng, ramah pula. Tapi masa iya Rifa harus saingan sama kamu?" Aku hanya tersenyum mendengar ucapan ibu kost Fira itu. Aku menoleh pada Fira. Waduh, rupanya raut mukanya sudah berbeda.

"Boleh kok bu. Siapa sih yang gak mau jadi menantu ibu? Anak ibu juga 'kan cantik." Aku pun menanggapi omongan ibu kost itu dengan pura-pura serius.

"Beneran mas mau? Wah, saya juga gak bakalan nolak." Ucap Rifa, membuatku terkejut juga. Tapi dia tersenyum dan member isyarat agar aku melihat ekspresi Fira. Aku memperhatikan Fira, sepertinya dia sudah mulai kesal. Aku pun berusaha untuk menahan senyumku.

"Wah, ternyata saya ke sini gak sia-sia ya bu. Mimpi apa ya saya. Langsung dapat camer sebaik ibu." Ucapku memberi kode ke ibu kost, sambil melirik ke arah Fira yang membuang pandangannya, pura-pura tak mendengar apa yang kami bicarakan.

"Ya enggak lah Fir, ibu cuma bercanda kok. Lagian Rifa bentar lagi juga mau nikah. Eh iya, ibu belum cerita ke kamu ya soal ini?" Jelas ibu kostnya sambil mengelus punggung Fira. Fira pun menoleh. Ku lihat matanya sudah berkaca-kaca. Mungkin kalau pembicaraan tadi diteruskan, bisa banjir dadakan nih tanpa hujan.

"Yeeee... mau nangis...." Aku meledeknya. Merangkulnya. Dia berusaha untuk berontak tapi dengan cepat aku mempererat rangkulanku.

Kami semua tertawa melihat tingkahnya yang marah plus malu ketahuan hampir nangis itu. Dia pun jadi ikut tertawa.

"Bu, saya permisi dulu ya, mau ajak Fira jalan-jalan." Aku pamit pada ibu kost Fira dan menggandeng Fira untuk pergi ke mall.

Aku mengajaknya makan, minum, dan belanja. Aku manawari dia tas dan juga jam tangan namun, dia menolaknya. Hanya satu yang gak dia tolak saat aku mengajaknya ke toko boneka. Apa lagi di sana ada beberapa boneka yang menarik perhatiannya. Iya, boneka kucing yang genit. Aku membelikannya 2 boneka kucing yang satu besar dan satunya lagi kecil.

Pertemuan singkat kami pun harus diakhiri karena aku juga harus kembali ke habitatku. Dia juga sebaliknya. Namun, rasanya berat banget untuk berpisah dengannya. Aku menelfonnya, ku dengar suaranya lirih dan sesenggukan. Pasti dia menangis. Sungguh aku tak tega dan merasa semakin berat untuk berpisah dengannya.

Keesokan harinya di kantor, saat jam makan siang aku menelfonnya.

"Lagi apa dek?" tanyaku ketika dia sudah mengangkat telfonku.

"Baru beres-beres mas, mau pulang." Jawabnya.

"Eh mas, kok itu ada suara cewek sih?" tanyanya merengek.

"Oh, iya emang." Jawabku, sengaja menggodanya.

"Emang mas lagi ada di mana?" tanyanya.

"Lagi makan siang di kantin." Jawabku.

"Sama siapa?" tanyanya lagi.

"Ini ada Erika, Via, dan April." Jawabku, sambil menahan senyumku.

"Gak ada teman cowoknya gitu?" Dia mulai mengintrogasi.

"Kenapa?" Tanyaku, makin menggodanya.

"Nggak apa-apa." Jawabnya mulai kesal.

'Duluan ya Zal...' teriak Kurnia, sengaja di dekatku agar Fira mendengarnya.

"Itu siapa mas?" tanyanya lagi.

"Kurnia. Dia pamit duluan." Jelasku.

"Trus mas sekarang sama siapa kok sepi?" tanyanya, saat dia menyadari suasana di sekitarku sudah sepi karena tak mendengar lagi celotehan Erika CS.

"Sama kamu." Jawabku santai.

"Lho bukannya tadi mas sama cewek-cewek?" tanyanya lagi.

"Iya itu kan tadi. Mereka udah selesai makan ya balik lah kerja." Jawabku. Dia diam.

"Kenapa sih? Cemburu?" tanyaku lagi.

"Ah, enggak kok. Mas makan apa?" Jawabnya, lalu mengalihkan pembicaraan.

"Beneran gak cemburu? Berarti aku bebas dong dekat sama cewek mana aja." Ucapku, memancingnya.

"Ya jangan....." Jawabnya secepat kilat. Aku langsung tertawa mendengar jawaban dia itu.

"Gitu masih gak mau ngaku kalau cemburu." Ucapku, masih tertawa.

"Iya... iya... deh ngaku." Jawabnya.

"Akhirnya...." Aku terkekeh mendengar jawabannya, lalu menutup telfonku. Sengaja, biar dia penasaran.

Aku gak sabar Fir untuk bertemu kamu lagi tapi harus sabar nih nunggu kita ada liburan panjang lagi biar bisa puas ketemunya. Semoga Tuhan masih memberi kesempatan kita untuk bertemu lagi. Dan saat itulah kita harus membahas tentang hubungan kita lebih serius.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top