Sandal Tanda Sayang?

Mataku melotot saat melihat nilai raporku di semester 1 waktu itu. Apa-apaan ini? Aku dapat peringkat 24 dari 29 siswa di kelasku. Ah, cuek sajalah. Dari dulu kan memang peringkatku selalu di atas 15.

Liburan telah usai. Tak ada yang istimewa bagiku. Seperti biasanya aku menjalani hari-hari di sekolahku. Selalu bikin gaduh di kelas saat ada jam kosong. Mengajak teman-temanku yang gak solid itu untuk ikut menyanyi. Iya, menyanyikan lagu kebangsaan kita tentunya, lagu dangdut. Hehe. Tak lupa, selalu tebar pesona pada teman-teman cowok, terutama kakak-kakak kelas yang kece. Tak ada yang ragu kalau banyak cowok yang suka padaku. It's the factfact! Namun, hanya ada satu makhluk yang cuek dan selalu bersikap dingin padaku. Walaupun dia teman sekelasku. Kami tak pernah bertegur sapa.

Aku bergabung dalam tim paduan suara sekolah. Begitu pun dengan dia. Sebenarnya sudah dari awal masuk sekolah ini sih aku bergabung, tetapi setelah 1,5 tahun berjalan, aku baru bisa akrab dengan mereka. Ada Erika, Rifa, Via, April. Terus yang cowok ada Kurnia, Rifky dan si cowok super dingin itu, Rizal. Iya, siapa lagi kalau bukan dia. Kupikir mereka bertujuh itu orang yang jaim, anggun dan cool. Eh, ternyata mereka gokil abis, lebih gila dari aku. Yang membedakan adalah mereka selalu terlihat kompak dan berprestasi. Mereka-mereka inilah memang yang merajai peringkat kelas. Aku? Aku mah apa atuh....

Namun, mereka itu tidak membeda-bedakan teman. Itu yang aku suka. Bahkan, aku pun dengan gampang bisa akrab dengan mereka. Setiap berkumpul pasti ada aja yang dibahas. Ada aja yang bikin tingkah gokil, terutama si Kurnia itu. Masa, dia ngajakin Via lomba makan pisang? Jelaslah, dia yang menang. Dia aja berhasil makan 21 buah, sedang Via hanya 8 buah. Selalu bercanda di mana pun tempatnya. Banyak yang iri melihat keakraban dan kekompakan mereka. Dan aku, aku adalah salah satu orang yang beruntung bisa mengenal dan juga dekat dengan mereka. Hingga pada suatu sore....

"Aduh, capai ya? Aku ngantuk nih. Tapi gak bisa tidur." Ucapku, saat sampai di tempat kami berkumpul, di rumah Kak Tyas. Karena Kak Tyas bilang, sore ini mau evaluasi hasil pentas tadi pagi.

"Iya nih, Fir. Kita juga capai semua kaliii... gak kamu aja." Balas Erika.

"Iya nih, kaya dia aja yang capai." Ucap Rifky nyolot.

"Iiiihhh... gitu aja nyolot sih Rif?" Ucapku tak terima.

"Yah, kamu sih. Seolah-olah kamu sendiri yang capai." Balasnya.

"Udah, udah. Gini aja ribut sih?" Rifa menengahi perdebatanku dengan Rifky.

"Eh, ada apa nih?" Tanya Kak Tyas yang baru bergabung.

"Bangun tidur ya kak?" Tanya Rizal. Bukannya menjawab malah balik bertanya tuh anak.

"Nggak kok, cuma tiduran aja. Biasa migraine nih." Jawabnya.

"Udah pada ngumpul semua belum nih?" tanyanya lagi.

"Tinggal nunggu Mario, Kemal, sama Adib kak. Eh, itu mereka." Jawab Rizal, menunjuk ke arah jalan. Dan benar, mereka bertiga berjalan dari barat.

"Ya udah. Udah pada ngumpul semua kan ini? Sekarang duduk deh." Ucap Kak Tyas sambil membagikan kertas pada kami.

"Ini buat apa kak?" Tanya Rifky.

"Nah, sekarang, tulis pesan dan kesan kalian terhadap teman-teman kalian yang selama ini sudah bekerja sama untuk membantu kelancaran acara pentas tadi." Jelas Kak Tyas.

"Maksudnya kak?" Aku bertanya, masih belum mengerti.

"Gini, kamu nulis pesan dan kesan untuk teman-temanmu ini. Selama bekerja sama dengan mereka, menurutmu mereka itu kaya gimana? Hal yang kamu suka dan gak suka dari mereka apa aja." Jawab Kak Tyas. Aku mengangguk mulai paham apa maksudnya.

Kami pun menuliskan apa aja yang ada di benak kami masing-masing.

"Kakak beri waktu 15 menit ya. Baik buruknya teman kalian, tulis semua. Biar terbuka semuanya." Tambahnya.

Beberapa menit kemudian,

"Sudah kak." Ucap Erika memecah keheningan.

"Kalau sudah, sini kumpulkan padaku." Jawab kak Tyas.

Akhirnya, beberapa menit kemudian, satu per satu dari kami pun mengumpulkan kertas itu.

"Sudah terkumpul semua nih. Sekarang saatnya kita baca ya? Buat evaluasi diri. Dan semoga kita bisa memperbaikinya. Tapi, tolong jangan ada yang marah apalagi ngambek lho. Gimana?" Tanya Kak Tyas.

"Siap kak." Jawabku dan Rizal bersamaan.

"Ehem... cieeee kompak!" ledek mereka ramai-ramai.

Aku terdiam. Kulirik Rizal pun asyik mencari sesuatu di sekitarnya, pura-pura tak dengar.

"Mau kalian baca sendiri-sendiri atau diacak nih?" Tanya Kak Tyas meminta pendapat. Otomatis menghentikan mereka yang sedang berlomba berdehem dan pura-pura batuk.

"Kakak aja deh yang bacain. Biar adil." Usul Rifky.

"Oke deh. Tapi janji ya gak ada yang marah dan ngambek habis ini." Kak Tyas meminta persetujuan.

"Iya, iya kak. Yakin." Jawab Rifky meyakinkan. Seolah dia tahu maksud omongan Kak Tyas itu untuknya. Memang di antara kami, dia itu yang gampang banget marah dan ngambek.

Kami pun mendengarkan Kak Tyas membacakan pesan kesan yang sudah kami tulis tadi. Nah, setelah aku simak, bisa disimpulkan bahwa menurut mereka, aku itu orangnya lebay dan ceroboh.

"Kalau lebay emang iya sih, aku ngaku. Tapi kok bisa kalian anggap aku ceroboh?" tanyaku, tak terima.

"Iyalah. Tadi pagi aja kamu ganti baju gak lihat-lihat tempat dan sikon." Jawab Rizal secepat kilat, nadanya agak meninggi.

"Iya, ya Zal. Tadi kita jadi bisa lihat pemandangan." Ucap Rio, tertawa. Kemal dan adib pun ikut tertawa.

"Makanya kalau ganti baju tuh lihar-lihat sekitar dulu." Rizal mengomel tanpa menoleh ke arah Fira.

"Ehem... tuh Fir, ada yang perhatian gitu." Ucap Rifa.

"Cieee... ada yang gak rela nih kalau Fira dilihat orang lain." Ledek Kurnia.

"Ah, bukan itu maksudku. Tapi dia 'kan cewek. Harusnya tahulah." Rizal mengelak.

"Halah... Gak usah mengelak deh." Lanjut Erika.

"Ah, tahu ah." Ucap Rizal, ngambek dan pergi menjauh. Aku pun jadi salting gara-gara ledekan Kurnia, Rifa dan Erika. Apalagi yang lain berlomba berdehem lagi.

"Bener Fir? Emang tadi kamu ganti baju di mana?" Tanya Kak Tyas menyelidik.

"Iya, di perpus kak." Jawabku.

"Trus di dalam perpus ada siapa aja?" tanyanya lagi.

"Ada Via sama ini anak." Jawabku, menunjuk Rizal, Mario, Kemal dan Adib.

"Nah, itu berarti kamu tidak hati-hati." Ucap Kak Tyas.

"Trus tadi kalian lihat semua?" Tanya Kak Tyas pada Rizal dkk.

Mereka tersenyum senang. "Iya kak. Masa dianggurin?" jawab Rio. Kemal dan Adib pun menahan senyum. Awalnya Rizal berekspresi kesal, namun seperti sadar dari lamunannya dia pun ikut tertawa.

"Ah, kalian ini pasti piktor kan?" Ucap Kak Tyas menunjuk mereka.

"Piktor itu apa kak?" Tanya Rio lagi.

"Pikiran kotor." Jawab kak tyas, sambil tersenyum.

Tawa mereka pun pecah seketika. Bahkan Erika, Via, Rifa dan April pun ikut tertawa. Ah aku juga ternyata ikutan tertawa.

"Oh iya, penampilan kalian tadi sudah 90% bagus kok. Gara-gara kabelnya pada diinjak anak-anak tuh jadi musiknya ga bisa diputar." Ucap Kak Tyas menhentikan tawa kami.

"Wah, tinggal makan-makannya nih kak." Ucap Rifky.

"Boleh, tapi nanti ya setelah liburan. Kalau kalian semua bisa mendapat peringkat 10 besar di kelas masing-masing, kakak janji deh ngajak kalian jalan-jalan." Janji Kak Tyas.

"Beneran ya kak?" sambut kami antusias. Kak Tyas mengangguk.

"Horeeeeeee...." Teriak kami serempak.

Sejak itulah aku jadi akrab dengan mereka. Belajar bareng mereka, kemana-mana selalu bersama mereka. Wah, dunia terbalik mungkin. Fira jadi mau belajar. Hehe...

Tak terasa ulangan kenaikan kelas pun usai. Aku merasa was-was juga nih. Bisa gak ya aku dapat 10 besar? Dag... dig... dug... Aku membuka raporku. Kecewa. Peringkatku memang naik, tapi aku tak masuk 10 besar. Semester 2 peringkatku jadi 16, dulunya 24. Mereka pasti kecewa kepadaku.

"Yah, batal deh jalan-jalannya." Ucap Rifky. Aku pun merasa terhakimi.

"Udah gini aja, nanti sore kita ke rumah kak Tyas. Gimana nanti tanggapan kak Tyas." Ucap April, lalu ku lihat semua mengangguk.

Setelah sampai di rumah kak Tyas, kami melaporkan hasil nilai rapor kami masing-masing. Ah, kak Tyas memang baik deh. Kami tetap diajak jalan-jalan meskipun 1 di anatara kami tidak mendapat 10 besar. Iya siapa lagi kalau bukan aku.

Kini, tahun ajaran baru pun dimulai. Hari pertama masuk sekolah adalah pembagian kelas. Rifky, Erika, Rizal, Via dan April di kelas A. Sedang aku, Rifa dan Kurnia di kelas B. sepertinya Mario, Kemal dan Adib juga beda kelas.

Walaupun kami beda kelas, namun setiap ada kesempatan kami selalu berkumpul terutama waktu istirahat. Makan jajan bersama, bercanda bersama, bahkan saling tanya PR dan tugas. Kami pun berinisiatif untuk mengadakn belajar kelompok. Nah, dari situlah aku dan Rizal semakin dekat. Dia selalu membantuku dan mengajariku jika ada yang membuatku kesulitan. Walaupun dia masih tetap dengan gaya cueknya itu.

"Eh, tadi matematika aku cuma dapat 65." Ceritaku pada mereka, minder juga nih. Kulihat Rizal kaget.

"Aku malah cuma 50." Ucapnya lesu.

"Ah, gak mungkin lah Zal kamu dapat segitu." Ucapku.

"Nih, kalau gak percaya." Dia menunjukkan hasil kerjaannya.

"Kenapa sih tiap aku ngajarin kamu nilaimu jadi lebih tinggi dari aku? Aku malah cuma dapat segini." Ucapnya lagi. Kulihat dia jadi bad mood.

"Ah, ini aku hanya beruntung kali Zal. Kamu kan tahu aku gak bisa matematika." Ucapku bermaksud menghiburnya.

"Ah, tahu ah." Ucapnya, lalu pergi menyusul Kurnia untuk main badminton.

Aku jadi merasa bersalah, gak seharusnya aku memamerkan nilaiku. Padahal maksudku, aku pingin dia tahu bahwa sekarang aku ada peningkatan setelah dia ajari.

"Zal..." Panggilku, ketika aku mendatanginya ke kelasnya, membawa buku matematika.

"Hem..." Jawabnya singkat tanpa menoleh padaku. Kebiasaan nih anak.

"Cara ngerjain ini gimana?" aku menunjukkan soal yang ada di bukuku. Dia melihatnya. Diam.

"Aku tadi udah tanya sama Kurnia, Erika, April tapi mereka gak mau mengajariku. Katanya disuruh nanya kamu." Lanjutku. Aku takut dia marah.

"Ini harus di cari S nya dulu. Apa rumusnya?" jelasnya dan sekaligus menanyaiku. Aku pun membuka bukuku mencari rumus itu.

"Rumusnya, akar dari r2 + t2." Jawabku. Rizal mengangguk. Menyuruhku untuk memasukkan angka-angkanya dan menghitungnya. Dia terus mengajariku dengan sabar tapi cueknya itu loh... gak nahan. Tapi jangan salah loh ya, kadang Rizal juga pinjam buku IPSku, kalau dia belum mengerjakan. Kadang kami juga saling tanya jawab berdelapan saat mau ada ulangan harian.

Ulangan semester pun tiba. Kali ini aku benar-benar belajar. Bahkan waktu istirahat pun aku gunakan untuk membaca materi selanjutnya yang akan diujikan. Dan hasilnya pun sudah memuaskan bagiku. Orang tuaku pun senang melihat hasilnya. Baru kali ini aku melihat orang tuaku senyum sumringah setelah melihat nilai di raporku.

"Selamat ya Zal. Kamu peringkat 1." Ucapku.

"Kamu juga dapat peringkat 7." Jawabnya.

"Iya, ini semua kan berkat kamu." Ucapku tersenyum. Benar-benar bahagia yang kurasa. Aku memberikan bungkusan itu pada Rizal.

"Apa ini?" tanya Rizal heran.

"Buka aja. Itu sebagai tanda terima kasihku karena kamu telah mengajariku dengan susah payah." Jelasku. Diapun membukanya. Lalu memakainya.

"Maaf ya Zal, sandalnya kekecilan ya? Padahal tadi itu udah yang paling besar di tokonya." Ucapku.

"Gak apa-apa. Ini masih cukup. Makasih ya?" Ucapnya, menunjuk sandalnya lalu tersenyum. Senyuman manis yang mahal. Jarang sekali aku melihatnya.

"Zal, tetaplah jadi penyemangatku ya?" Ucapku tiba-tiba. Aku sendiri kaget dengan apa yang barusan keluar dari mulutku. Aku jadi gugup. Takut dia marah.

"Kamu kalau berubah jangan hanya karena seseorang. Tapi harus berubah dengan niat dari dirimu sendiri. Semua untuk dirimu sendiri." Jawabnya. Aku hanya menundukkan kepalaku, takut untuk melihatnya.

"Makasih ya Fir, sudah menjadikan aku penyemangat bagimu. Terus terang aku beban juga kalau nilaimu sampai jelek. Pasti orang tuamu akan menyalahkan aku." Lanjutnya.

Aku pun tersenyum mendengarnya. "Nggak kok Zal. Mereka malah senang lihat perubahanku ini. Karena kamu yang buat aku jadi pintar. Makanya mereka menyukaimu." Ucapku jujur. Karena memang orang tuaku suka dengan sikap Rizal yang cuek ke aku tapi ramah dan sopan banget ke orang lain.

"Semoga aku selalu bisa menjadi penyemangatmu Fir. Tapi gak janji ya...? Karena pasti bebanku bakal tambah berat kali ini. Kita 'kan mau UN." Ucapnya kemudian. Aku benar-benar tersenyum bahagia. Makasih Rizal kamu sudah merubahku menjadi lebih baik. Semoga suatu saat kita benar berjodoh. Amin.

Tolong di aminin ya readers. hehe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top