MY CUTE TEACHER
Hai, perkenalkan aku Fira Paramitha. Sekarang aku kuliah di salah satu PTN di Malang. Aku baru menginjak semester empat. Aku mempunyai empat orang teman dekat. Mereka adalah Erika, Via, Rifa dan April. Di antara mereka, aku paling dekat dengan Via. Kami berlima selalu menghabiskan waktu bersama di kampus. Walaupun, kadang kami beda kelas di beberapa mata kuliah.
Di semester ini aku mengambil mata kuliah Komputer. Sebenarnya mata kuliah tersebut dapat diambil di semester berapa pun asalkan sebelum sidang ujian skripsi, kita harus sudah mempunyai sertifikatnya. Karena itu merupakan syarat wajib. Tapi, kalau tidak sekarang, kapan lagi? Karena di semester-semester berikutnya, pasti kegiatanku akan tambah padat lagi. Masih ada KKL, KKN, dan PPL. Aku harus benar-benar mengatur jadwalku agar aku bisa lulus tepat waktu. Aku jelas tidak maulah mendapat gelar M.A. bukan Master of Arts loh ya? Tapi MAHASISWA ABADI alias mahasiswa yang gak lulus-lulus karena malas mengerjakan skripsi.
Okay, kembali ke topik pembicaraan tentang kuliah Komputer. Kami berlima mengambil mata kuliah ini secara bersama agar bisa satu kelas. Dan jangan heran kalau nanti di kelas suasana pasti dijamin gaduh. Hari ini adalah pertemuan pertama dengan dosen yang akan mengajar Komputer. Kami sudah menunggu beberapa menit di depan ruang kelas. Tiba-tiba....
"Ssssstttt... Sssstttt...." Kataku, tanpa menoleh sedetik pun. Aku menyenggol tanngan Via yang sedang duduk di sebelah kananku. Aku masih fokus memperhatikan seseorang yang sedang berjalan dan tersenyum ke arah kami.
"Apaan sih?" tanya Via.
"Eh, imut ya?" ucapku spontan dan masih memperhatikan seseorang tersebut.
"Kelas Komputer ya?" tanya orang tersebut saat tiba di depanku, eh bukan, maksudku di depan kami. Duh, senyumnya itu lho... bikin gregeth aja deh.
"Iya." Jawab kami serempak. Eh tapi aku gak ikut jawab karena masih asyik memperhatikannya.
"Yuk masuk." Ajak orang tersebut.
"Wah, bakalan betah nih aku ikut kuliah ini. Apalagi satu kelas dengan dia." Ucapku pada teman-temanku. Lalu berdiri dan melangkah memasuki kelas.
"Ayo deh. Saingan sama aku ya?" tantang April.
""Oke. Siapa takut!" jawabku yakin.
"Selamat siang semua." Ucap seseorang tadi di depan kelas, saat semua anak sudah masuk dan duduk di kursi masing-masing.
"Lah, kok dia di depan kelas? Itu ketua kelas kita?" bisikku pada Via yang duduk di sampingku. Aku merasa heran dan Via hanya mengangkat kedua bahunya pertanda dia tak tahu menahu.
"Perkenalkan nama saya Rizal Ahmad. Saya dosen yang akan mengajar kalian." Mulutku menganga mendengar ucapan orang tersebut. Ternyata oh ternyata, dia adalah seorang dosen. Kukira dia sama denganku, seorang mahasiswa yang sekelas denganku. Bagaimana bisa? Lihatlah penampilannya. WOW kereeeen! Dia memakai celana kain bahan berwarna hitam, kemeja berlengan pendek, lalu dilapisi sweater merah hati tanpa lengan. Stylenya mirip dengan artis Korea. Dia sangat rapi dan mempesona. Bayangkan! Kalian pasti terpana.
"Hap!" Via menggerakkan tangannya di depan wajahku, seolah-olah sedang menangkap sesuatu. Reflek hal itu membuat mulutku mengatup seketika. Aku menoleh ke arah belakang, Rifa, Erika dan April cekikikan.
"Ada yang belum dipahami?" suara itu membuatku membalikkan badan untuk menatap layar komputer di depanku.
"Eeee... eeeee... anu pak." Aku gelagapan menjawab. Bingung harus menjawab apa. Sedang keempat temanku pura-pura sibuk dan serius melihat layar komputer masing-masing.
"Kok belum di buka?" tanyanya lagi, membuatku semakin gugup.
"Buka Microsoft Word lalu ketik bacaan yang ada di atas mejamu. Sisipi gambar atau apalah. Pokoknya harus dihias dengan bagus." Jelasnya.
"Iiiiii-iya." Jawabku cepat. Lalu mengarahakan mouse untuk mengklik Ms.Word dan mengerjakan seperti apa yang diperintahkan. Si bapak dosen itu berkeliling ke meja kami satu persatu untuk menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan jika ada mahasiswa yang merasa kesulitan. Ternyata banyak materi yang aku lewatkan karena sibuk memperhatikannya. Hehe....
Selesai mengerjakan aku bur-buru keluar karena akulah orang terakhir yang ada di kelas itu.
"Hahahaha...." keempat temanku kompak menertawaiku saat melihatku berjalan ke arah mereka.
"Makanya jangan melamun aja. Tuh 'kan jadi yang terakhir selesainya." Ucap Rifa di sela tawanya.
"Terpesona sih terpesona tapi harus tetap fokuslah." Lanjut Erika.
"Huh, terus aja meledekku." Jawabku kesal. Mereka masih tertawa. Sesaat kemudian kami pergi ke taman belakang gedung tempat kuliah tadi untuk makan. Menu makan siang kali ini lalapan ayam crispy. Hemmm... yummy... dan terjadilah perebutan sambal di antara kami... hehe....
Aku jadi semangat untuk kuliah, apalagi dalam satu minggu harus bertemu dengan si bapak dosen imut itu dua kali.
--- II ---
"Cieee.... Ada yang gak semangat nih hari ini." Ledek Erika.
"Iyalah sang pujaan hati gak datang ngajar." Lanjut Via.
"Ada yang galau akut nih. Semangatnya langsung hilang." Tambah April.
"Udah dong, jangan bete gitu. Besok-besok juga ketemu lagi." Hibur Rifa.
"Udah yuk ah, pulang." Ajakku.
"Eh, gak makan dulu nih?" tanya Via.
"Ya udah kalau kalian mau makan, makan aja. Aku gak lapar." Jawabku.
"Gak lapar apa gak selera nih?" tanya April menggoda.
"Jadi gak selera sih..." jawabku, nyengir.
"Tumben. Biasanya aja kalau menunya bakso kamu lahap duluan, tinggal mangkok sama sendoknya aja yang gak ikut dimakan." ucap Via. Ya jelaslah Via, gigiku gak mungkin kuat buat ngunyah mangkok sama sendoknya...??!!!
"Cieee.... Baru sekali gak ketemu aja udah gak selera makan. Gimana kalau lama gak ketemunya? Bisa jadi kurus tuh badan." ucap Erika meledekku.
"Haha... jadi diet alami dong." Ucap Rifa masih ikut menggoda.
Mereka masih terus menggodaku tapi itu tak berhasil membuat semangatku kembali 100%.
--- II ---
Pertemuan berikutnya,
"Maaf ya, pertemuan yang lalu saya tidak bisa hadir. Ngomong-ngomong siapa yang gantiin saya ngajar?" ucap si bapak dosen imut sebelum memulai materi kuliah hari ini.
"Iya pak. Katanya sih namanya Pak Kurnia." Jawab April.
"Pak Kurnia?" tanyanya, menautkan kedua alisnya. "Kayaknya di sini tidak ada yang namanya Pak Kurnia." lanjutnya. "Emang gimana orangnya?" tanyanya lagi.
"Tinggi kaya bapak sih tapi, agak kurus." Jawab Rifa.
"Oh, itu sih Pak Kurniawan. Biasa dipanggil Wawan, bukan Kurnia." Jelasnya. Kami pun langsung tertawa mendengarnya.
"Ya udah, sampai mana kemarin Pak Wawan jelasinnya?" tanya si dosen padaku.
"Emm... gak tahu pak. Saya gak paham diajar Pak Wawan." Jawabku cengengesan.
"Yah, gimana bisa paham? Orang begitu tahu yang ngajar bukan Pak Rizal aja kamu langsung gak semangat." Ucap Via. Aku melotot padanya. Dia buru-buru menutup mulutnya menyadari bahwa dia sudah keceplosan.
"Iya tuh, ada juga yang sampai gak selera makan gara-gara gak ketemu bapak." Celutuk Rifa yang duduk di belakangku. Spontan aku memukulnya dengan buku yang aku pegang. Dia nyengir.
"Masa sih?" Pak dosen menimpali ucapan mereka. "Itu baru sekali gak ketemunya ya? Gimana kalau berkali-kali gak ketemu aku? Bisa kurus dong?" lanjutnya dan tersenyum melihatku.
"Hahaha...." Tawa anak-anak sekelas pun pecah seketika. Sedangkan aku yang jadi bahan omongan hanya bisa menundukkan kepalaku, malu. Kurasa wajahku memanas kali ini.
"Iya pak. Tahu gitu lamain aja gak masuknya. Biar ada yang diet alami." ucap Erika, setelah suasana kelas agak terkendali.
"Eh, jangan dong... bukan itu masalahnya, nanti jadi ada yang gak semangat kuliahnya." Jawab si bapak dosen, menahan senyum melihatku.
"Ehem... ehem.... " Via dan April berdehem. Sedang Rifa dan Erika tertawa cekikikan. Busyet deh. Mereka bikin aku mati kutu.
"Ya udah, kita lanjut yuk materinya." ucap si bapak akhirnya memulai pelajaran. Membuat kami kembali serius menatap layar monitor di depan kami masing-masing.
--- II ---
"Pak, maaf ya saya telat." Ucapku dengan napas yang terengah-engah. Dia menoleh lalu tersenyum.
"Duduklah." Pintanya. Aku pun menurut. Kali ini aku kebagian meja paling belakang karena keterlambatanku, lalu menyalakan komputer di depanku.
"Ini kerjain." Dia memberiku selembar kertas. Aku memandangnya sejenak lalu mulai mengerjakannya. Setelah mengisi table-tabel yang ada aku berhenti dan terdiam karena tak tahu harus apa. Sepertinya aku sudah ketinggalan banyak nih. Mau bertanya pada keempat temanku yang gak solid itu pun sungkan karena mereka juga sedang serius dengan monitornya masing-masing.
"Sudah?" tanya si bapak dosen cute itu berdiri di sampingku.
"Klik di kolom sini lalu, tulis rumusnya, terus blok dari kolom ini sampai sini lalu, tekan enter." Jelasnya sambil mempraktikkan memberi contoh pada monitorku.
"Sekarang coba deh." Perintahnya. Dia berkeliling memeriksa pekerjaan anak-anak lain satu persatu.
"Yang sudah selesai langsung saja disimpan dengan format nilai terus tanda titik lalu, tulis nama kalian masing-masing terus titik lagi lalu, kelas kalian." Jelasnya, melangkah menghampiriku.
"Yang ini caranya seperti tadi cuma rumusnya yang beda. Tulis AVERAGE terus tanda sama dengan lalu, blok kolom seperti tadi terus tekan enter." Jelasnya. Aku pun langsung mempraktikkannya.
"Yang sudah selesai disimpan, boleh keluar." Ucapnya sambil mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru. Anak-anak yang sudah selesai pun satu persatu meninggalkan kelas.
"Sudah belum Fir?" Tanya Rifa menghampiriku. Aku menggeleng.
"Ya sudah, selamat melanjutkan ya?" Ucap Erika yang berdiri di sebelah Rifa.
"Eh bantuin dong? Aku kan gak tahu rumusnya." Pintaku memelas.
"Udah. Kalian tinggal aja gak apa-apa kok. Nanti biar aku yang jelasin ke dia." Ucap Pak Rizal menghampiri kami.
"Ya sudah, kita tunggu di luar ya Fir... daaah...." Ucap Via melambaikan tangan. Disusul dengan yang lain. Mereka tertawa melihatku cemberut.
"Eh, kok ditinggalin...." Teriakku, mencegah.
"Udah, nanti aku bantuin kalau ini sudah selesai ya." Ucap Pak Rizal menoleh padaku. Dia masih sibuk memeriksa pekerjaan yang lain. Aku tersenyum dan mengangguk.
"Udah sampai mana?" tanyanya setelah tiba disampingku.
"Ya udah, simpan aja terus kita pulang." Lanjutnya. Bahkan aku belum sempat menjawab pertanyaannya yang barusan.
"Tapi 'kan belum selesai." Jawabku.
"Udah gak apa-apa. Besok-besok aku bisa ajarin kamu. Lagian kelasnya 'kan mau dipakai yang lain." Jelasnya. Aku mengangguk dan langsung mengikuti perintahnya. Setelah sampai di luar kelas, aku melihat sekeliling, ternyata keempat temanku yang gak solid itu sudah hilang entah ke mana. Lagi-lagi aku ditinggalin. Ya sudah aku memutuskan untuk pulang ke kost.
"Teman-temanmu mana?" tanya seseorang yang tiba-tiba mensejajarkan langkahnya disampingku. Kalian tahu siapa dia? PAK RIZAL. Gak percaya??
"Eh, gak tahu. Udah pada ngilang aja tuh." Jawabku yang sedikit kaget plus gugup dia berjalan disampingku.
"Masih ada kulaih lagi?" tanyanya. Aku hanya menggeleng.
"Ya udah yuk pulang, aku juga sudah gak ada kelas." Aku menautkan kedua alisku mendengar ucapannya tadi.
"Ayo, aku anterin." Lanjutnya lagi.
"Tapi pak...." Aku berusaha menolak tapi ucapanku terpotong olehnya.
"Udah ayo... eh gak usah panggil pak lah. Umur kita cuma beda dikit aja kok paling satu atau dua tahun."
"Eh kenapa tadi kok bisa telat?" tanyanya lagi, sambil berjalan menuju lantai satu. Entah kenapa aku hanya mengikuti jalannya.
"Tadi ada jam sebelum ini. Tapi aku kebelet pipis jadi ke toilet dulu. Eh ternyata aku ditinggalin sama teman-teman. Benar-benar gak solid 'kan? Gak setia kawan." Jawabku agak kesal mengingat ulah keempat temanku.
"Oh... terus kamu lari dari gedung sebelah sampai lantai tiga gedung ini?" tanyanya lagi.
"Iyalah Pak. Eh kak. Udah lari aja masih telat." Jawabku. Dia tersenyum.
"Aku anterin ke mana nih?" tanyanya setelah kami sampai di parkiran.
"Ya ke kost aku lah." Jawabku.
"Iya alamatnya di mana? 'Kan aku belum tahu." Ujarnya lagi.
"Eh, iya-ya. Di belakang lapangan basket kampus ini kok." Aku nyengir.
"Ayo, naik." Pintanya. Aku masih terdiam.
"Kenapa malu naik vespa?" tanyanya. Aku segera menggeleng.
"Kok bapak, eh kakak gak gengsi ya naik vespa? Ya mahasiswanya aja udah pada bermobil tuh." Tanyaku. Dia tersenyum.
"Buat apa gengsi? Yang penting hasil jerih payah sendiri. Mau apapun itu. Dari pada pakai yang mewah tapi, itu masih punya ortu." Jawabnya. Benar-benar buat aku kagum. Aku tersenyum.
"Aku bangga deh sama bapak." Ucapku. Lalu secepat mungkin aku menutup mulutku. Duh keceplosan nih. Dia tersenyum manis.
"Beneran gak malu nih dibonceng pakai vespa?" tanyanya menggoda.
"Kalau malu ngapain aku naik? Ini sudah sampai depan kost lagi." Jawabku meyakinkan.
--- II ---
"Cieeee... ehem...." Ucap teman-temanku saat melihatku turun dari vespa Kak Rizal. Duh bikin pipiku merana eh merona aja deh.
"Nanti sampai jam berapa?" tanya Kak Rizal padaku.
"Jam 12.30." jawabku.
"Ya udah, nanti kasih tahu aja kamu di mana ya. Aku jemput." Jawabnya.
"Lho Pak Rizal gak ngajar?" tanya April.
"Ngajar kok tapi di fakultas lain." Jawabnya, tersenyum. Mereka kompak untuk ber 'oh' ria.
"Ya udah Kak. Aku masuk dulu ya. Nanti aku kabarin." Ucapku. Dia mengangguk lalu pergi ke fakultas ekonomi.
Memang aku dan Kak Rizal makin dekat. Bahkan setiap hari kita ketemu. Kalau pas dia gak ngajar di fakultasku, selesai ngajar dia selalu nyempatin mampir kostku walaupun sudah menjelang malam. Bahkan kadang dia menghabiskan waktu bersamaku membantuku untuk mengerjakan tugasku. Dia orang yang cerdas, selain pandai Komputer dia juga pandai Bahasa Inggris. Dan terbukti nilaiku banyak yang A. hehe....
--- II ---
"Eh, Fira aku pinjam dulu ya?" ucap Kak Rizal pada teman-temanku saat menjemputku di kost Rifa.
"Kok dipinjam sih Kak? Dimilikin juga boleh." Jawab Rifa menggoda. Dan mereka tertawa. Aku jadi salting.
"Kak kita mau ke mana?" tanyaku setelah kami dalam perjalanan dari kost Rifa entah mau ke mana Dia hanya tersenyum. Tiga puluh menit kemudian, dia menghentikan vespanya di depan sebuah rumah. Aku turun dan masih melihat sekeliling.
"Nah, itu Umi." Ucapnya sambil menunjuk wanita paruh baya yang sedang berjalan ke arah kami. Dag dig dug. Jantungku mulai berdisko. Aku pun reflek menjabat dan mencium punggung tangan uminya.
"Yuk, masuk." Ajak uminya ramah. Aku menoleh ke arahnya. Dia terkekeh.
"Kamu pasti Fira ya?" tanya umi setelah kami duduk di kursi ruang tamunya. Kak Rizal pergi ke dalam rumah. Aku mengangguk.
"Rizal sering cerita tentang kamu kok. Ya dia 'kan gak pernah pulang di atas jam sembilan malam. Jadi Umi tanya kenapa akhir-akhir ini dia selalu pulang malam?" Jelasnya. Aku diam, menunggu mungkin umi akan melanjutkan.
"Dan ternyata jawabannya kamu." Aku terperangah, kaget.
"Maaf ya Umi." Hanya itu yang bisa kusampaikan. Aku merasa bersalah telah membuat anak orang keluyuran malam-malam. Umi tersenyum.
"Gak perlu minta maaf. Dia 'kan hanya...." Ucapan umi terpotong karena Kak Rizal & kakak perempuannya keluar ikut nimbrung omongan kami. Aku pun diperkenalkan pada kakaknya yang sudah berkeluarga itu.
"Rencana lulus kapan nih Fira?" tanya Umi lagi.
"Semoga dua tahun lagi ya Umi. Doain lancar." Jawabku.
"Kalau begitu kapan siap dilamar?" Deg.... Jantungku serasa mau berhenti mendengar ucapan itu. Apa? Dilamar? Gak salah dengar nih?? Aku masih tak mengerti, lalu melihat Kak Rizal dia tersenyum manis.
"Baru kali ini aku dekat dengan cewek yang gak ada jaim-jaimnya sama sekali. Ternyata masih ada ya cewek yang mau aku boncengin dengan vespa butut padahal sekarang zaman yang serba canggih." Ucap Kak Rizal tiba-tiba.
"Buat apa malu kak? Aku justru bangga lah apapun wujudnya kalau itu adalah hasil keringat sendiri." Jawabku.
"Nah, itu yang bikin Umi jadi pingin lamar kamu secepatnya. Nanti liburan semester ya?" ucapan Umi membuatku salting makin gak karuan. Ah readers tolongin akuuuu.... Oksigen mana oksigen??
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top